Omnibus Law Babak Baru Kesengsaraan Umat


Penulis: 
Destiantini Siti Mardiah.,S.Pd
Ibu rumahtangga / Angkrek- Sumedang

Awal Oktober ini menjadi hari yang kelabu bagi warga Indonesia khususnya para buruh di tanah air, pasalnya ditengah malam itu saat manusia sedang lelap dalam tidurnya, para petinggi negeri malah mengetuk palu kepiluan mengenai kebijakan baru yang sejatinya menjadi kesengsaraan bagi para buruh khususnya. Ya, Rancangan undangan undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) kini telah menjadi Undang Undang (UU), meski dalam perjalanannya banyak yang menolak, namun UU Cipataker ini berjalan mulus tanpa mendengarkan argumen penolakan yang tak bersuara karena dimatikan suaranya. Penolakan pun tidak hanya dilontarkan para anggota dewan yang keberatan namun juga penolakan ini sampai kepada masyarakat luas, dari tanggal 6 Oktober hingga saat ini gelombang penolakan UU Ciptaker masih berlangsung dibeberapa daerah. Seperti halnya yang terjadi di kabupaten Sumedang beberapa waktu lalu, sebagai salah satu kabupaten yang terdapat parbrik pabrik besar disana tentu saja kebijakan tersebut akan sangat disarankan para buruh, aksi ribuan buruh dan masyarakat Sumedang yang tergabung dalam berbagai organisasi pada hari Rabu (7/10/2020) berhasil mengepung kantor DPRD kabupaten Sumedang, bahkan para masa aksi berusaha merangsek masuk ke dalam gedung DPRD setempat. Para peserta aksi pun mengancam akan melakukan aksi yang lebih besar hingga UU Cipataker ini dicabut, sebelumnya aksi yang sama pun telah dilakukan di jalan raya Bandung - Garut (6/10/2020).

Tuntutan masyarakat dalam setiap aksi hanya menuntut perbaikan dari segi isi kebijakan saja, padahal yang menjadi masalah utama adalah kerusakan sistem saat ini, sehingga apapun kebijakan yang dibuat tidak akan mampu menyelesaikan masalah yang ada. UU Cipataker  merupakan salah satu produk hukum/kebijakan kapitalisme, dimana yang selalu diuntungkan adalah para pemilik modal. Solusi yang ditawarkan hanya tambal sulam dari permasalahan terdahulu dan sampai saat ini tidak ada solusi tuntas atas segala permasalahan. Inilah akibat dari diserahkannya kedaulatan pada manusia, kita tahu bahwa manusia adalah makhluk yang lemah tak akan mampu memenuhi kebutuhan semua manusia. Karena manusia hanya makhluk bukan sang pencipta. Padahal Allah Swt. telah memberikan kita petunjuk untuk dapat menjalankan kehidupan ini dengan baik dan benar melalui Al Qur'an dan as Sunnah, namun kita terlalu sombong hingga mengambil cara hidup dengan aturan sendiri, bukan kebahagiaan yang kita dapat malah kesengsaraan tak berujung yang kita rasakan.

Jika kita mau melembutkan sedikit hati yang keras ini maka kita akan dapatkan petunjuk untuk menyelesaikan problematika kehidupan. Permasalah perburuhan tidak terlepas dari masalah upah yang ditetapkan berdasarkan standar living cost terendah, ekploitasi, kebebasan kepemilikan, kebebasan bekerja dsb. Dalam Islam sendiri menentukan upah tidak berdasarkan Living cost terendah akan tetapi berdasarkan manfaat (manfa'at Al juhd), hal ini berdasarkan larangan dalam menetapkan harga. Harga dan upah adalah kompensasi yang diterima oleh seseorang, yang membedakan adalah harga untuk kompensasi barang dan upah untuk kompensasi jasa. Maka kompensasi Yang diberikan seorang majikan terhadap pekerja sesuai dengan jasa yang diberikan pegawai tersebut, maka disini tidak akan terjadi eksploitasi serta majikan tidak perlu memberikan jaminan lainnya seperti jaminan kesehatan dan pendidikan karena hal tersebut menjadi tanggungan negara bukan perusahaan. Begitulah cara Islam menyelesaikan salah satu masalah buruh, dengan tidak merugikan kedua belah pihak. Lalu bagaimana cara Islam mensejahterakan rakyatnya dalam bingkai negara?, Yang pertama penguasa harus membuka lapangan kerja dengan proyek-proyek produktif dalam pengelolaan SDAE yang ditangani oleh negara bukan investor, sehingga keuntungan nya akan kembali dinikmati rakyat luas bukan perorangan. Kedua, mengenai upah seperti yang telah dijelaskan tadi bahwa yang menjadi standar adalah  manfaat kerja (manfa'at Al juhd) bukan standar living cost terendah, karena jika yang menjadi standar adalah living cost terendah maka buruh/pekerja hanya diberi upah untuk bertahan hidup saja, inilah yang menjadikan nya dzalim. Ketiga, negara menyediakan secara gratis dan berkualitas layanan kesehatan dan pendidikan untuk semua warga baik itu pekerja/buruh atau majikan, kemudian transportasi, perumahan, BBM dan listrik tidak akan dikapitalisasi oleh swasta maupun perorangan karena negara berprinsip riayah/pelayanan. Yang terakhir negara dilarang memungut pajak apapun baik tanah bangunan maupun kendaraan, karena kekayaan negeri dikelola oleh negara yang mana hasilnya sangat cukup untuk mensejahterakan rakyatnya, kekayaan negeri ini akan kembali dinikmati oleh warga negara seluruhnya. Demikian segelintir solusi yang ditawarkan oleh aturan Islam yang berasal dari sang pencipta. Semoga Allah SWT lembut kan hari kita untuk menerima aturannya, dan kaum muslimin kembali hidup dalam kemuliaan dibawah naungan syariah Islam. Wallahu a'lam bi ash-showab.

Post a Comment

Previous Post Next Post