Oleh : Rina
Ibu Rumah Tangga, Kukun - Kab. Bandung.
Dengan disahkannya UU Cipta Kerja menunjukkan bahwa ada langkah hukum yang akan menentukan nasib para pekerja, sehingga nasib para pekerja akan berada dibawah kontrol hukum yang mengikatnya, baik itu bagus maupun jeleknya. Melihat fakta di lapangan, jelas bahwa ada point-point yang mengatakan bahwa idenya adalah PHK atau pemutusan hubungan kerja bisa terjadi sewaktu-waktu dengan dalih efisiensi atau apapun itu namanya.
Jelas ini sangat merugikan, karena hukum dan kebijakan ini sangat bertolak belakang dengan semangat keadilan sosial. Bukankah negara harus hadir bertanggung jawab atas nasib rakyatnya, dan tugas negara untuk memastikan bahwa rakyatnya bisa hidup layak, bukan malah ditindas dan diperas seperti layaknya sapi perah.
Sebuah paradoksi di negeri yang katanya kaya akan sumber daya alam, tapi kekayaan alamnya sangat sulit untuk bisa dinikmati rakyatnya. Lalu kenapa harus ada kebijakan yang menyengsarakan para pekerja, mencekik rakyat yang ingin bekerja secara halal. Para pekerja ini ingin bekerja secara halal, kalau yang halal saja sudah dipersulit, maka efeknya sangat berbahaya. Ini bisa berimbas pada suatu kondisi dimana pekerjaan yang haram bisa dirasionalisasi sebagai pekerjaan legal karena yang halal dipersulit dan ditutup, dan itu bisa diasumsikan untuk mendorong orang mencari jalan yang tidak diinginkan.
Anehnya, para legislator yang merupakan wakil rakyat yang seharusnya berdiri untuk membela nasib rakyat, membantu rakyat untuk beranjak dari kondisi yang memprihatinkan. Justru secara menyedihkan, menggolkan seperangkat aturan yang membuat orang miskin kian miskin, dan yang kaya makin kaya.
Jelas semangat dari omnibus law ini sangat berbahaya dan bertentangan dengan spirit islam.
Dalam islam, upah dibayarkan bahkan ketika keringat pekerja sebelum mengering. Islam tampil justru untuk mengangkat dan memuliakan para pekerja, dan islam menganggap bahwa para pekerja juga manusia dan harus dimuliakan kemanusiannya. Dalam islam, kekayaan itu tidak boleh terkonsentrasi pada segelintir orang. Kekayaan tidak boleh ditimbun dalam satu titik saja. Dalam islam, kekayaan itu harus didistribusikan secara masif dan merata. Oleh karena itu, islam dengan aturan-aturannya tidak mungkin ada, kecuali hadir sebagai penyelamat semua negeri. Islam hadir bukan untuk membuat orang rajin sholat belaka, tapi bagaimana sholatnya bisa menjadi kekuatan untuk bersikap adil dan benar secara sosial.
Sungguh miris, islam sebagai aturan tentang keadilan, tentang rahmatan bagi seluruh alam dianggap sebagai agama yang diseret ke pojok-pojok masjid dan rumah masing-masing. Kalau saja semua sadar dan yakin bahwa islam ini rahmat bagi seluruh alam, termasuk dalam hal kesejahtreaan dan jaminan para pekerja, maka tidak akan ada yang namanya omnibus law, tidak akan ada yang namanya PHK, tidak akan ada yang namanya memotong rezeqi orang. Maka, kondisi dan carut marut ini mengkonfirmasi sesungguhnya sebuah kegagalan demi kegagalan dari sistem kapitalisme dan sekularisme yang diadopsi. Sehingga keberhasilan itu diukur serba materi, serba uang. Pada titik ekstrim, ada yang demi uang rela memutus para pekerja, demi memenuhi nafsu materi, rela mengorbankan yang halal menjadi haram, dan yang haram menjadi halal.
Sudah saatnya umat berpaling pada Islam untuk menyelesaikan berbagai persoalan, karena itulah jaminan kebahagiaan dan keadilan bagi seluruh manusia.
Wallahu a'lam bishawab.
Post a Comment