By : Mutiara Putri Wardana
Salah satu akun sosial media bercentang biru, @dw_indonesia milik Deutsche Welle (Gelombang Jerman) yang berada di Indonesia, kali ini menjadi bulan-bulanan netizen karena mencoba untuk “mengusik” persoalan pelajaran akidah kepada anak-anak perempuan yang menggunakan jilbab, oleh orang tua mereka.
DW Indonesia memposting sebuah video yang berisikan tentang orang tua perempuan yang sedang mengajari anak perempuan mereka menggunakan jilbab, dan juga harapan dan keinginan orang tua mereka terhadap “identitas” sebagai seorang muslim.
Dalam postingannya DW Indonesia, mencoba mempertanyakan apakah pemakaian jilbab tersebut, atas pilihan anak itu sendiri ? “Apakah anak-anak yang dipakaikan #jilbab itu memiliki pilihan atas apa yang ingin ia kenakan?“.
Bahkan untuk memperkuat pernyataan dan pertanyaan mereka, dalam video tersebut disambungkan dengan pendapat beberapa orang psikologi yang justru terlihat lebih berpihak pada postingan dan tujuan DW Indonesia. Dan tidak menyertakan pendapat dari alim ulama dan cendikiawan muslim yang mumpuni. (https://www.gelora.co/2020/09/media-dw-diserang-netizen-gegara.html?m=1)
Kaum feminis-liberal makin gencar melancarkan serangan pemikiran kepada umat Islam saat ini. Dengan narasi-narasi sesat berusaha menggoyahkan ketaatan muslimah dalam berpakaian sesuai dengan syari'at. Kebencian terhadap ajaran Islam yang menurut penganut paham liberal bukan tanpa alasan. Ajaran Islam dianggap sebagai pengekang kebebasan atau hak asasi manusia khususnya perempuan.
Seiring perkembangan zaman, tanpa disadari gaya penjajahan pun dikemas dengan cantik. Jika dulu penjajahan identik dengan serangan fisik, tapi saat ini umat dijajah dengan penjajahan gaya baru melalui serangan pemikiran. Kaum liberal berkolaborasi dengan pegiat feminisme tak kehabisan cara untuk memoderasi ajaran Islam. Pakaian syar'i adalah salah satu dari ajaran Islam yang sering kali menjadi bulan-bulanan untuk dikritisi.
Jika menganggap orang tua yang mengajarkan anak perempuannya dengan pakian syar'i diartikan sebagai sesuatu yang salah. Lantas apakah anak diajarkan untuk berpakaian mengumbar aurat justru benar?
Standar salah dan benar tergantung daripada landasan berpikir manusia itu sendiri. Jika standar salah dan benar berlandasakan hawa nafsu, kesombongan, atau sok pintarnya manusia yang berusaha menyaingi aturan Sang Pencipta maka tidak heran narasi sesat seperti itu dianggap bentuk kepedulian terhadap kaum perempuan.
Jika gaya hidup generasi yang liberal serba bebas justru dianggap lebih baik dibanding generasi yang dididik dengan ajaran dan aturan Islam, apa buktinya? Tak cukupkah setiap harinya kerusakan generasi terus meningkat saat ini justru disebabkan gaya hidup yang bebas tanpa batas tersebut dan bukan karena Islam.
Life style yang berkiblat ke barat-baratan yang mengusung kebebasan justru dibiarkan menancap dalam karakter generasi. Sex bebas, narkoba, dan kerusakan lainnya sudah tak terbendung lagi seolah menjadi hal yang biasa.
Dalam sistem kapitalisme yang melahirkan kaum feminis-liberal tolak ukur suatu perbuatan dikatakan baik jika terdapat unsur manfaat di dalamnya dan buruk jika menurut kacamata mereka merugikan. Sehingga baik-buruk, benar-salah definisinya menjadi tergantung dan tidak ada standar bakunya sebagaimana hal nya Islam.
Dalam Islam sudah sangat jelas tolak ukur perbuatan manusia adalah halal dan haram. Penentuan halal dan haram tentu saja memiliki landasan yang sahih yakni hukum syara' (Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijma' Sahabat, dan Qiyas). Standar baik-buruk, benar-salah definisinya sudah pasti mutlak dari awal mula munculnya Islam, saat ini, bahkan nanti tidak akan pernah berubah.
Dalam hal ini pakaian syar'i sudah jelas sekali merupakan suatu kewajiban bagi perempuan yang mengaku Islam, sebagaimana firman Allah tentang kewajiban mengenakan jilbab yang terdapat dalam Al-Qur'an surah Al-Ahzab ayat 59 yang artinya, Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan dalil tentang kewajiban mengenakan kerudung bagi muslimah dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 31 yang artinya, Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka ….”
Jelas sekali bahwa dalam Islam tolak ukur suatu perbuatan memang berlandaskan hukum syara’ bukan mengada-ngada dan pembiasaan taat terhadap syari’at Allah jauh lebih baik ketimbang pembiasaan untuk bertingkah liberal. Jika taat pada syari’at sudah nyata balasannya adalah pahala yang berbuah surga, sementara taat kepada pemikiran liberal apa gunannya? Yang ada malah makin menjerumuskan kaum perempuan ke dalam kesesatan.
Meskipun anak-anak perempuan yang mengenakan jilbab dan kerudung belum dibebani kewajiban menutup aurat, apa salahnya membiasakannya sejak dini? Justru kebiasaan baik memang harus ditanamkan sejak dini di tengah kondisi zaman yang modern yang tak ada bedanya dengan zaman jahiliyah. Jahiliyah bukan karena bodoh secara akal, tapi jahil karena berusaha mencari-cari kesalahan atas ajaran Islam yang berasal dari Allah, Sang Pencipta.
Hal ini membuktikan betapa gencaranya upaya para pembenci Islam untuk menjauhkan umat dari ajaran Islam itu sendiri. Menciptakan sentiment dan Islamophobia adalah salah satu cara mereka untuk menghalau kebangkitan Islam. Sebab musuh besar peradaban kapitalisme adalah Islam. Maka tak heran, upaya-upaya busuk tersebut kian gencar melalui jalur pemikiran yang menurut mereka cara jitu untuk merusak akidah umat Islam.
Cara terbaik membalas segala upaya tersebut adalah dengan mendakwahkan ajaran Islam yang sebenar-benarnya dengan gencar serta istiqomah. Membentengi diri dengan tsaqofah Islam agar tidak terwarnai oleh pemikiran asing tersebut.
Namun lebih daripada itu, untuk menjaga kemurnian akidah Islam tidak bisa hanya mengandalkan keimanan maupun pemahaman masing-masing individu saja. Negaralah yang memiliki andil besar yang memiliki peran utama dalam hal ini. Dalam sistem Islam akan ada instansi penerangan yang menangani media informasi. Melalui instansi inilah nantinya segala informasi baik dari dalam maupun luar negeri akan difilter.
Negara beserta seperangkat aturannya akan senantiasa menjalankan amar ma’ruf nahi munkar dan memberlakukan sanksi atau hukuman atas segala upaya-upaya penyimpangan akidah Islam. Jadi, sudah saatnya dengan kejadian serupa yang terjadi terus menerus membuat umat semakin yakin bahwa saat ini betapa urgennya penerapan sitem Islam kaffah dalam bernegara. Wallahu ‘alam
Post a Comment