Oleh : Linda Kurnia, S.Mn.
(Pemerhati Sosial)
Media asal Jerman Deutch Welle (DW) dihujat sejumlah tokoh dan netizen karena membuat konten video yang mengulas tentang sisi negatif anak pakai jilbab sejak kecil. Dalam postingannya DW Indonesia, mencoba mempertanyakan apakah pemakaian jilbab tersebut, atas pilihan anak itu sendiri ? “Apakah anak-anak yang dipakaikan jilbab itu memiliki pilihan atas apa yang ingin ia kenakan?“. Bahkan untuk memperkuat pernyataan dan pertanyaan mereka, dalam video tersebut disambungkan dengan pendapat beberapa orang psikologi yang justru terlihat lebih berpihak pada postingan dan tujuan DW Indonesia.
Postingan DW Indonesia memang menarik perhatian netizen. Mereka menghujat DW Indonesia karena dianggap membuat konten islamofobia. “Liputan ini menunjukkan sentimen “islamofobia” n agak memalukan utk kelas @dwnews,” kata anggota DPR yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon melalui akun Twitternya, @fadlizon.
Apa yang dilakukan oleh DW indonesia dinilai offside karena menyebut agama adalah hal paling pribadi melalui akun Twitternya, @dw_indonesia. Namun mengapa ia malah mengusik jilbab yang diketahui sebagai ajaran Islam. Bukan sekali ini saja media-media liberal menyerang agama dan ajaran Islam sebagaimana video yang diunggah oleh DW Indonesia ini. Charlie Hebdo contohnya, sebuah tabloid satir yang berpusat di Paris-Perancis memuat kartun Nabi Muhammad saw. Kartun yang menyakiti perasaan muslim dunia terbit pertama kali pada tahun 2015. Dalam kartun tersebut, Nabi Muhammad saw digambarkan sebagai orang Arab yang bersorban bom. Ditahun 2020 ini, tabloid Charlie Hebdo akan menerbitkan kembali kartun Nabi Muhammad saw seperti pada tahun 2015. (Cakradunia, 15/09/2020).
Apa yang dilakukan media-media liberal ini berpotensi menciptakan Islamophobia yang mengancam aqidah umat Islam. Islamophobia itu sendiri merupakan suatu sikap kebencian dan ketakutan akan semua hal yang berbau Islam. Jika umat Islam akhirnya termakan narasi Islamophobia ini maka yang terjadi adalah umat Islam jauh dari aqidah Islam bahkan takut dengan agamanya senidiri.
Sudah menjadi rahasia umum jika narasi-narasi islamophobia memang sengaja dimunculkan di negeri-negeri kaum muslimin. Para liberalis berupaya menjadikan Islam memiliki gambaran yang buruk sehingga generasi Islam menjauh dari syariat Islam yang seharusnya dijadikan sebagai pandangan hidup atau way of life. Tentu hal ini menguntungkan para kaum liberal karena narasi islamofobia akan memudahkan mereka mengajak umat Islam kepada liberalisme. Padahal telah jelas kehidupan liberal yang ditawarkan oleh orang-orang barat tidak memberi sedikitpun kebaikan kepada manusia terutama umat muslim. Justru kehidupan liberal membawa kerusakan kehidupan seperti jaminan kebebasan yang justru merusak pergaulan generasi muda.
Sejatinya upaya orang-orang kafir dalam menarasikan islamophobia menunjukkan bahwa mereka tidak akan pernah rela kepada kamu muslimin sampai kita mengikuti millah atau ajaran mereka. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al Quran yang artinya:
"Dan sekali-kali tidaklah ridha terhadap engkau orang-orang Yahudi dan Nasrani itu, sehingga engkau mengikut agama mereka. Katakanlah : Sesungguhnya petunjuk Allah, itulah dia yang petunjuk". (TQS. Al Baqarah : 120).
Narasi-narasi Islamophobia ini ataupun ujaran kebencian terhadap ajaran agama Islam, ulama-ulama Islam dan umat muslim ini akan terus silih berganti dengan berbagai model baru. Hal tersebut disebabkan sistem sekuler demokrasi liberal yang saat ini diterapkan di negeri-negeri kaum muslimin yang menjunjung tinggi kebebasan, termasuk kebebasan dalam berpendapat. Setiap orang boleh berpendapat sekalipun bertentangan dengan ajaran agama bahkan merusak aqidah umat.
Tentu hal seperti ini tidak akan terjadi jika lembaga media berdiri dan diatur dalam sistem Islam yaitu Khilafah. Khilafah memiliki Departemen 'ilamiyah atau lembaga penerangan yang bertugas memantau penyebaran informasi-informasi media yang dikonsumsi oleh warga Khilafah. Lembaga ini bertanggung jawab secara langsung kepada khalifah. Para pendiri media informasi hanya perlu menyampaikan informasi dan laporan yang memungkinkan lembaga penerangan mengetahui pendirian media informasi tersebut. Di sinilah peran negara Khilafah dalam mengatur konten penyebaran informasi yang bisa dikonsumsi oleh warganya. Alhasil, tidak ada tempat bagi penyebaran pemikiran dan pemahaman yang rusak dan merusak pemikiran sesat dan menyesatkan kedustaan dan berita manipulatif. Karena baik negara maupun warga negara terikat dengan pemahaman hukum syara yang melarang penyiaran berita bohong, propaganda negatif fitnah dan hinaan pemikiran moral dan sebagainya. sehingga media menjadi alat konstruksi untuk memelihara identitas keislaman masyarakat.
Media dalam Islam juga memiliki fungsi strategis yaitu sebagai sarana yang melayani ideologi Islam baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam negeri media massa berfungsi untuk mengedukasi publik tentang pelaksanaan kebijakan dan hukum Islam di dalam negara. Sedangkan di luar negeri media massa berfungsi untuk menyebarkan Islam baik dalam suasana perang maupun damai untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam dan sekaligus untuk membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia. Oleh karena itu negara akan mengeluarkan undang-undang yang menjelaskan garis-garis umum politik negara dalam mengatur informasi sesuai dengan ketentuan hukum hukum syariah.
Jika didapati oknum-oknum yang melanggar peraturan media dalam Khilafah, maka negara akan memberikan sanksi yang tegas. Sistem sanksi dalam Islam atau uqubat dibagi menjadi 4, yaitu hudud, jinayat, ta'zir dan mukhalafat. Bagi oknum-oknum yang menyebarkan konten-konten Islamophobia dan menghasut kaum muslimin dengan ide-ide kufur yang bertentangan dengan akidah Islam seperti ide liberalisme, feminisme, plurarisme, sekularisme dan lainnya, maka pelanggaran ini termasuk ke dalam jenis sanksi ta'zir yaitu sanksi atas kemaksiatan yang di dalamnya tidak ada had dan kafarah. Sebab tindakan ini termasuk kasus-kasus yang berkenaan dengan agama. Sanksi ta'zir ditetapkan berdasarkan pendapat seseorang Qodhi (hakim), dengan mempertimbangkan kasus, pelaku, politik, dan sebagainya. Inilah jaminan dan penjagaan yang akan diberikan Khilafah untuk melindungi aqidah umat Islam.
Wallahu a'lam bisshawab.
Post a Comment