Oleh : Halida
(muslimah Peduli Umat)
Sekarang tidak hanya pandemi yang makin menjadi-jadi. Tapi alergi terhadap sejarah Islam dan aktivis Islam juga makin hebat terjadi. Sungguh di luar nalar kita, mengapa Muslim gelisah dengan mempelajari buku tentang sejarah Islam? Padahal, dari buku tersebut ia akan temukan banyak ilmu,ibrah juga motivasi tentang kejayaan agama islam.
Kegelisahan ditampakkan dengan kritikan yang diberikan pada Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung Muhammad Soleh. Dilansir dariviva.co.id(2/10/2020)Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengeluarkan surat instruksi membaca buku Muhammad Al Fatih 1453 karya Felix Y. Siauw.
Hal itu dilakukan untuk meningkatkan minat literasi siswa. Maka, dikeluarkan surat bernomor 420/11.09. F DISDIK tertanggal 30 September 2020 yang ditujukan kepada seluruh Kepala Sekolah SMA/SMK se-provinsi Bangka Belitung.
Diinstruksikan kepada siswa untuk membaca buku tersebut, lalu siswa merangkumnya dengan gaya bahasa mereka masing-masing. Hasil rangkumannya dikumpulkan di sekolah masing-masing, kemudian pihak sekolah melaporkannya ke cabang Dinas Pendidikan Babel. Selanjutnya dilaporkan ke Dinas Pendidikan Pemprov Babel.
Namun, niat baik untuk meningkatkan literasi siswa tidak mendapat restu dari pihak tertentu. Jalannya tak semulus yang dibayangkan Pak Muhammad Soleh. Usia surat instruksinya hanya bertahan sehari, lalu sesegera mungkin “diaborsi” dengan membatalkan instruksi pada seluruh Kepala Sekolah SMA/SMK se-provinsi Babel.
Begitu garang Ahmad Basarah mengkritik keluarnya instruksi Kepala Dinas Pendidikan Babel. Hanya dengan alasan penulis buku Muhammad Al Fatih 1453 adalah tokoh dari organisasi yang dibubarkan, lalu dengan sengit menyampaikan kebenciannya.
“Seperti kita tahu, penulis buku itu adalah tokoh organisasi yang dibubarkan oleh Pemerintah karena asas organisasinya berlawanan dengan Pancasila,”
Protes keras juga dilayangkan PWNU Babel melalui surat teguran ke Gubernur Babel Erzaldi Rosman Djohan. K.H. Jaafar Siddiq selaku Ketua PWNU Babel mengatakan, kewajiban membaca buku karangan Felix Siauw dinilai memiliki agenda terselubung.
Narasi ini akan terus dimunculkan bagi mereka yang alergi dengan ajaran Islam (Khilafah). Publik tak perlu kaget, justru semakin menyadari bahwa ajaran Islam dan sejarah Islam kini tidak diberi ruang lagi di tengah umat Islam. Khilafah dianggap bertentangan dengan Pancasila, sementara ide HAM dan Demokrasi yang bukan berasal dari Islam, terus disebarkan pada umat Islam.
Publik pun makin penasaran untuk mengetahui buku Muhammad Al Fatih 1453 tersebut. Begitu kerasnya larangan disuarakan, ada sesuatu yang penting dan wajib diketahui umat Islam atas kisah Muhammad Al Fatih.
Ini mirip dengan apa yang terjadi pada Turki pada akhir bulan Juli lalu. Setelah pengembalian status Masjid Hagia Sophia, majalah Gercek Hayat yang dimiliki Albayrak Media Group mengeluarkan seruan untuk membangkitkan kembali Kekhilafahan Islam. Seruan itu muncul dalam majalah terbitan 27/7/2020 yang memicu kemarahan publik di media sosial.
Asosiasi Bar Ankara sampai melakukan pengaduan pidana terhadap Gercek Hayat dengan tuduhan menghasut orang-orang untuk melakukan pemberontakan bersenjata melawan Republik Turki. Menghasut masyarakat membentuk kebencian dan permusuhan dan menghasut orang untuk tidak mematuhi hukum.
Alhasil, umat Islam justru menyadari Islam pernah memiliki sejarah gemilang. Ketakutan yang begitu besar pada sejarah Islam ialah respons dari kebencian mereka. Karena kekuasaan mereka yang dibangun bukan atas fondasi Islam, akan goyah hancur jika umat berupaya mengembalikan Islam diterapkan dalam negara.
Muhammad Al Fatih Sumber Inspirasi.
Muhammad Al Fatih adalah sosok fenomenal yang memerintah Islam di masa Khilafah Utsmaniyah. Kisah heroiknya menaklukkan Konstantinopel dikenal seantero dunia, ditambah kejeniusan dalam meracik strategi perang. Benar-benar menginspirasi, bahkan membelalakkan mata.
Pemuda yang juga dikenal sebagai Sultan Muhammad II, hidup demi Islam dan mati dalam rangka menegakkan kalimat Allah. Penaklukan Konstantinopel merupakan hasil dari kerja sama para ulama, fukaha, pemimpin, dan tentara di sepanjang masa. Kebangkitan Kekhilafahan Utsmaniyah pada masa Muhammad Al Fatih mencakup seluruh bidang, ilmiah, politik, ekonomi, informasi, dan militer.
Kejayaan itulah yang wajib diketahui generasi muslim bahwa mereka adalah pewaris dari penakluk Konstantinopel yang tangguh. Muhammad Al Fatih mencerminkan seorang pemimpin yang luar biasa MasyaAllah , amanah, lagi bertakwa. Kejayaan Islam tak mungkin terulang jika pemimpin-pemimpin kaum muslim saat ini lebih suka berkompromi dengan demokrasi dan korporasi.
Allah SWT berfirman,“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Alquran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS Yusuf [12]: 111)
Memahami kisah Muhammad Al Fatih akan menginspirasi setiap muslim untuk memiliki pengetahuan orisinal dan menyeluruh mengenai sunah dan syariat Allah yang tersebar di masyarakat, negara, dan bangsa. Lalu, mengapa harus alergi?
Muhammad Al Fatih menjadi jawaban dari bisyarah Rasulullah Saw. yang tertera pada hadisnya, “Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR Ahmad)
Hadis ini menjadi pendorong Muhammad Al Fatih untuk menaklukkan Konstantinopel. Pada jumadil awal 857 H bertepatan dengan 29 Mei 1453, Al Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel melewati perbuktian Galata membawa kapal-kapalnya. Bersama ribuan tentara menarik kapal-kapal melalui darat.Bahkan salah seorang sejarawan Byzantium mengungkapkan kekagumannya terhadap pekerjaan ini.
Dia berkata, “Kami tidak pernah melihat dan mendengar sebelumnya sebuah pekerjaan luar biasa seperti ini. Muhammad Al Fatih mengubah daratan menjadi lautan. Dia menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak-puncak gunung sebagai pengganti gelombang-gelombang. Dengan pekerjaan ini, Muhammad II telah mengungguli Iskandar Agung.”(Tarikh Ad-Daulah Al-‘Utsmaniyah,)
Semasa hidupnya, ia tidak pernah meninggalkan salat fardu, salat sunah, salat tahajud, dan berpuasa. Sejak ia berusia delapan tahun, ia telah menghafal Alquran dan menguasai tujuh bahasa berbeda, yaitu Arab, Latin , Yunani, Serbia, Turki, Parsi dan Ibrani.
Fobia Islam, Kepentingan Persaingan Politik Kekuasaan
Sejarawan Universitas Indonesia Didik Pradjoko mengatakan, fobia terhadap Islam muncul Hal ini sengaja dibuat karena adanya kepentingan dalam persaingan politik kekuasaan. Menurut Didik, rasa fobia terhadap Islam secara sistematis mulai muncul secara kuat pada abad 18 M. Ini terkait dengan “perang tanding” kekuatan kolonial yang yang berusaha keras melindungi wilayah koloni atau jajahannya. Hal ini dilakukan oleh pemerintah kolonial karena merasa ketakutan terhadap “kekuatan Islam” yang besar, yang sewaktu-waktu bisa memicu perang berskala luas.
Dan, hal ini yang dialami rezim sekuler demokrasi. Begitu besar ketakutan mereka jika kekuasaan mereka dilengserkan umat, ketika umat Islam menyadari akan sejarah mereka yang gemilang dalam naungan Khilafah.
Kembali pada Khilafah bermakna ancaman bagi sekularisme. Khilafah tegak berarti hancurnya tatanan politik sekuler. Ini menjadi ancaman nyata bagi musuh-musuh Islam. Ajakan kembali pada Khilafah bermakna pula kembali kepada politik Islam.
Buku setebal 43 halaman yang isinya mengolok-olok ajaran Islam ini dijual dengan harga murah, Rp15 ribu per buku. Buku ini dianggap sebagai lambang “perlawanan” terhadap Islam. Namun, ini luput dari pantauan para penguasa Muslim karena tentu tidak menganggu kekuasaan mereka.
Kesimpulannya, alergi terhadap buku Muhammad Al Fatih 1453, sebenarnya alergi pada sejarah Islam, sebab hal itu akan mengembalikan kesadaran umat atas kejayaan Islam. Sehingga, mereka berupaya menghentik perjuangan Islam agar diterapkan dalam institusi negara.
wallahu 'alam bis shawab
Post a Comment