Memuliakan Ulama Membawa Berkah Semesta


Oleh : Nurjanah, S.Pd

Beberapa waktu lalu jagat maya dikejutkan dengan berita penusukan seorang ulama. Kejadian serupa telah terulang kembali. Dalam sepekan terjadi dua penusukan terhadap ulama. Yang pertama menimpa seorang ulama tersohor yaitu Syeh Ali Jaber ditusuk oleh orang tak dikenal saat mengisi Tabligh Akbar di Bandar Lampung, Ahad pagi (13/9/2020). Syeh Ali Jaber mengalami tusukan parah di bagian lengannya (hidayatullah.com).

Yang kedua terjadi penganiayaan di dalam rumah ibadah, yang dialami  oleh Muhammad Arif, (61), ketua sekaligus imam mesjid Nurul Iman di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel) ( Liputan 6.com).

Tidak hanya penganiayaan dan pembunuhan terhadap ulama, olok-olokan dan ejekan juga dialami MUI (Majelis Ulama Indonesia). Pasalnya MUI menolak sertifikasi terhadap ulama yang digagas dan telah dilauncing oleh Kementerian Agama. Ujaran yang bernada ejekan dilontarkan oleh Lembaga Dakwah PBNU (LDNU). Lewat akun resmi Instagramnya yang berjudul Surat Cinta untuk Majelis Ulama Indonesia, tercantum kalimat..."Tukang sertifikasi ko takut disertifikasi?"

Ada apa dengan kehidupan beragama saat ini? Posisi ulama kian tertuduh dan dianggap biang kisruh terhadap sistem sosial dan politik yang kian rapuh.

Menkopolhukam,  Mahfud MD menyatakan : “Pemerintah menjamin kebebasan ulama untuk terus berdakwah amar makruf nahi munkar. Dan Saya menginstruksikan agar semua aparat menjamin keamanan kepada para ulama yang berdakwah dengan tetap mengikuti protokol kesehatan di era COVID-19,” ( viva.co.id).

Pernyataan Mahfud MD di atas ternyata tidak menjadi parameter perlindungan terhadap ulama yang melakukan tugas dakwah. Karena fakta justru menegaskan, banyak ulama dipersekusi karena mendakwahkan Islam dan mengoreksi praktik kezaliman rezim.

Tentu kita masih mengingat  kasus persekusi terhadap ustadz Abdul Somad yang dilarang berceramah di Bali, Semarang dan didaerah lainnya, pada tahun 2018 lalu, karena diduga terkait dengan HTI. Tidak selesai sampai disitu, kasus kasus serupa pun terus berlanjut. 

Pertama, terjadi pada Ustadz Zainullah Muslim yang dipersekusi oleh sebuah ormas karena dianggap telah menyebarkan paham Khilafah, video persekusi terhadap ustadz Zainullah Muslim pun viral di media sosial.

Kedua, pelaporan Ustadz Ismail Yusanto oleh Ayik Heriansyah. Karena ustadz Ismail diduga telah melanggar Pasal Pasal 82A Ayat (2) juncto Pasal 59 Ayat (4) Poin (b) & (c) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas. Dalam keterangan resminya Heriansyah menyebut laporan ia buat karena Ismail masih menganggap dirinya sebagai juru bicara HTI, organisasi yang telah dibubarkan oleh pemerintah karena bertentangan dengan Pancasila. ( Jakarta, CNN Indonesia 28/8/2020).

Dalam pemerintahan rezim saat ini banyak ulama yang dipersekusi karena berseberangan dengan kepentingan pemerintah. Tidak hanya dipersekusi tetapi juga diolok-olok bahkan ada ulama yang diserang menggunakan senjata tajam. Ada yang luka bahkan kehilangan nyawanya.

Maraknya terjadi penyerangan dan olok- olok terhadap ulama ini adalah sebuah ironi yang terjadi di negeri ini. Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, semestinya memahami betul bahwa ulama adalah sosok yang mulia bagi kaum muslimin. Karena Allah memuliakan ulama. Para ulama adalah orang yang dinaikkan derajatnya beberapa tingkat diatas manusia yang lain. Tidak ada manusia yang diberikan kebaikan oleh Allah melainkan para ulama.

Keberadaan para ulama adalah untuk memelihara agama dan umat ini agar tidak tersesat dari jalan kebenaran, ulama juga mempunyai peran penting dalam menghilangkan kezaliman yang dilakukan oleh penguasa, dengan selalu menyampaikan amar makruf nahi mungkar, mengoreksi kebijakan penguasa yang keluar dari jalur Islam dan kebijakan yang zalim terhadap rakyatnya.

Seorang Ulama tidak hanya membutuhkan perlindungan dari teror/ancaman fisik saat berdakwah. Namun lebih besar dari itu juga membutuhkan sistem yang kondusif agar dakwahnya bisa menghantarkan pada kesadaran untuk berIslam secara kaffah. 

Kebijakan sertifikasi menghalangi terwujudnya itu. Karena program sertifikasi penceramah yang telah dilauncing oleh Kemenag pada 18 September 2020 lalu membatasi ruang gerak dakwah bagi para ulama. Karena hanya penceramah bersertifikat yang dibolehkan untuk berdakwah di lembaga atau mesjid pemerintah. Padahal dakwah adalah kewajiban bagi setiap muslim.

Sebagaimana yang telah di ungkapkan oleh Waketum MUI Muhyiddin Junaidi.  Muhyiddin memandang kebijakan sertifikasi ulama tergolong kontra produktif. Ia khawatir, kebijakan tersebut berpeluang dimanfaatkan demi kepentingan pemerintah guna meredam ulama yang tak sejalan. (PojokBogor.com 7/9/2020).

Maka akan dikhawatirkan nantinya hanya penceramah bersertifikat yang dibolehkan untuk berdakwah.  Padahal dakwah adalah kewajiban bagi setiap muslim. Khususnya bagi ulama karena mereka adalah orang-orang yang faqih dalam beragama.
Keberadaan para ulama adalah untuk memelihara agama dan umat ini agar tidak tersesat dari jalan kebenaran, ulama juga mempunyai peran penting dalam menghilangkan kezaliman yang dilakukan oleh penguasa, dengan selalu menyampaikan amar makruf nahi mungkar, mengoreksi kebijakan penguasa yang keluar dari jalur Islam dan kebijakan yang zalim terhadap rakyatnya.

Demikian pentingnya kehadiran ulama dalam kehidupan ini, maka kematian mereka adalah musibah berat bagi kaum muslimin. Berpulangnya mereka tidak bisa digantikan dengan mudah bahkan dengan seribu ahli ibadah.

Dalam muqoddimah Kifayah al Akhyar, dituliskan perkataan Umar bin al-Khattab, “ kematian seribu ahli ibadah yang senantiasa bangun malam untuk beribadah dan berpuasa pada siang hari lebih ringan dari kematian satu orang alim yang mengetahui apa yang Allah halalkan dan apa yang Dia haramkan”.

Tentu ulama yang dimaksud adalah ulama akhirat, ulama yang tidak sekedar faqih fiddin namun ia juga orang yang paling takut terhadap Allah 'Azza wa jalla. Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah QS. Fathir:28, “ sungguh diantara hamba-hamba Alloh yang takut kepada-Nya hanya para ulama”.

Bukanlah ulama dunia yang menjual akhiratnya demi menjilat kepada kekuasaan, kekayaan dan ketenaran. Yang memutarbalikkan ayat-ayat Allah dalam menggapai dunianya. Mereka yang condong terhadap kezaliman kelak akan disera kehinaan dan siksaan oleh Allah kelak diakhirat. (Lihat QS. Hud: 113).

Perbedaan antara ulama dunia dan ulama akhirat adalah: ulama dunia haus kekuasaan di dalam dunia dan suka mendapatkan harta plus gila pujian. Sebaliknya, ulama akhirat tidak mendahulukan itu semua. Mereka sangat takut dan sangat menyayangi siapa saja yang diuji oleh dunia.” (Ibn al-Jauzi, Shaid al-Khathir, hlm. 14).

Jika ulama dianggap berbahaya karena berani meluruskan penguasa, tentu setiap dakwah yang dilontarkan akan terasa panah berbisa. Padahal ditangan ulama negeri ini beradab dan berkat perjuangan ulama negeri ini berhasil mengusir  penjajah. Memuliakan ulama niscaya akan membawa  berkah bagi semesta.

Maka, kita sebagai seorang muslim wajib melindungi dan membela  ulama akhirat tanpa memandang ormas atau kelompok manapun. Selama ia Istiqomah dan ikhlas memperjuangkan agama Allah.

Alhasil apa yang telah dilakukan oleh penguasa rezim saat ini terbukti tidak melindungi ulama dari segala persekusi dan ancaman. Karena sejatinya perlindungan terhadap ulama oleh negara tidak hanya sekedar pernyataan dan kecaman tetapi dibuktikan dengan tindakan.

Wallahu a'lam bisshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post