(Aktivis Muslimah)
Makna merdeka belajar, yang mana menurut kacamata Nadiem sendiri, merdeka belajar adalah merdeka berpikir. Namun faktanya hari ini yang didapati justru sebaliknya. Ketika para pelajar atau mahasiswa memberikan aspirasi sebagai bukti adanya reaksi dan respon pada pemikirannya tentang adanya sebuah bahaya dalam sahnya UU cipta kerja yang dapat merugikan nasib para pelajar kelak, hal itu justru disikapi berbeda oleh aparat kepolisian.
Lantas apa sebenarnya makna dari merdeka berfikir tersebut? Pasalnya potensi pemuda untuk menentang kapitalisme dan menuntut perubahan hakiki justru diberangus dan dimandulkan. Ini terbukti dari kebijakan kepolisian yang akan mempersulit pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kepada para pelajar yang terbukti melanggar hukum demonstrasi anti UU cipta kerja.
kepolisian sendiri mengklaim bahwa kebijakan tersebut akan ditempuh guna memberikan "efek jera" kepada para pelajar tersebut, namun Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai mekanisme itu justru mengancam masa depan para pelajar.
Pasalnya Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) biasanya menjadi semacam prasyarat untuk digunakan ketika anggota masyarakat melamar pekerjaan. Itulah sebabnya, Komisioner KPAI Jasra Putra menyebut pencatatan di SKCK itu akan membuat pelajar kesulitan bekerja di sektor formal yang mensyaratkan calon pekerjanya bersih dari catatan kriminal.
Lantas tepatkah tindakan kepolian tersebut? bukankah mereka turun ke jalan sebab menyampaikan keberatannya terhadap DPR dan pemerintah yang mengesahkan UU cilaka yang disebut-sebut sangat merugikan rakyat.
Tepatkah jika lagi-lagi rakyat yang diberi sanksi? apalagi para pelajar yang kelak mereka pula yang akan merasakan dampaknya ketika sudah bekerja. Mungkinkah? rakyat atau pelajar dan mahasiswa tersebut, turun kejalan tanpa sebab yang pasti? apalagi ketika DPR dan pemerintah benar-benar mengutamakan rakyat. Benar menjadi wakil rakyat dan bekerja untuk rakyat, pemerintah pun mengutamakan kemaslahatan bukan korporat. Namun justru pemerintah negeri ini seolah menutup mati masadepan anak negeri, dengan disahkannya UU Cilaka tersebut.
Apalagi jika Pemuda hari ini digebuk dengan kebijakan yang akan mempersulitnya untuk mendapat pekerjaan, walaupun SKCK sendiri bukan jaminan setiap orang bisa mendapat pekerjaan. Namun, ketika itu menjadi prosedur pastilah hal itu menjadi pertimbangan dan syarat melamar kerja. Maka seharusnya kepolisian bijak dalam memberi kebijakan.
Memang menjadi pertanyaan, kenapa kesadaran para pelajar hari ini justru seolah menjadi sebuah ancaman sehingga berbagai cara pun ditempuh agar tak lagi ada pelajar yang sadar apalagi kritis terhadap kebijakan penguasa, Memanglah para pelajar saat ini hanya diberi kebebasan berfikir dan merdeka berfikir untuk menjuarai akademisi, asal tidak berfikir mengenai perubahan. Makna merdeka berfikir yang di maksud sistem sekuler liberal hari ini adalah merdeka berfikir individualis, apatis, dan bertindak sesuka hati asal tak berfikir inginkan perubahan. Apalagi bersuara menolak kezaliman rezim penguasa. Rakyat tak boleh sadar apalagi mereka menentang apapun kebijakan yang dilahirkan oleh sistem Demokrasi kapitalis. Kesadaran akan kezaliman dan carut marutnya kehidupan apalagi menuntut keadilan dan perubahan hakiki justru diberi sanksi.
Jauh berbeda dengan sistem Islam yang menyadari betul potensi pemuda sebagai penggerak suatu perubahan. Mempunyai misi yang luar biasa bukan sedekar pelajar yang mampu lulus dengan nilai tinggi dan bekerja menghasilkan materi sehingga siap terjun dalam dunia persaingan.
Namun mahasiswa (pelajar), memiliki peran penting dalam sebuah bangsa, maka disebutlah penggerak perubahan. Mahasiswa adalah sebuah kata yang identik dengan jiwa yang penuh semangat, optimisme, percaya diri, penuh energi, penuh impian dan cita-cita.
Sebagaimana Pemuda pada masa kejayaan Islam, yang mempunyai peran dan andil besar dalam Islam. Pada masa kekhalifahan Islam, sejarah mencatat peran pemuda dalam mendukung kejayaan Islam.
Seorang Pemuda hebat seperti Usamah bin Zaid yang di usia 18 tahun sudah menjadi panglima perang menghadapi Romawi, Umar bin Abdul Aziz usia 22 tahun menjadi Gubernur Madinah, Imam Syafi’i usia 15 tahun sudah menjadi seorang mufti, dan Muhammad Al Fatih pada usia 22 tahun sudah menjadi sulthan. Bahkan, setelah 2 tahun menjabat, berhasil menaklukan benteng legendaris Konstatinopel pada usia 24 tahun..
Bukan tidak mungkin ketika negara menyelenggarakan pendidikan berbasis agama (Islam). Generasi-generasi muda Islam seperti mereka akan kembali lahir. Sebab dalam benak mereka kesuksesan adalah ketika mampu menjadi pemuda yang mampu berjuang demi agamanya. Bukan seperti saat ini, sistem pendidikan cenderung sekuler. Islam dipisahkan dari dunia pendidikan. Berulang negara malah mencurigai remaja dan pelajar yang mendalami Islam dengan tudingan terpapar paham Islam radikal dan Khilafah. Bahkan sempat muncul tudingan bahwa rohis sekolah menjadi bibit-bibit kemunculan terorisme. Sekolah dan kampus lalu dijadikan sasaran program deradikalisasi ajaran Islam. Akhirnya, Islam makin dijauhkan dari dunia pendidikan.
Padahal remaja merupakan generasi penerus bagi generasi sebelumnya. Karena itu, ada ungkapan dalam bahasa Arab, “Syubanu al-yaum rijalu al-ghaddi” [pemuda hari ini adalah tokoh pada masa yang akan datang]. Karena itu, Islam memberikan perhatian besar kepada mereka, bahkan sejak dini. Di masa lalu, banyak pemuda hebat, karena generasi sebelumnya adalah orang-orang hebat. Karena Khilafah memberikan perhatian besar pada generasi muda ini.
Berbeda ketika Islam tidak lagi diterapkan, dapat kita liat hari ini betapa hancurnya generasi muda Islam yang terus dijauhkan dari agamanya. Tidak adanya sinergi menjadikan semua bertindak sesuka hati. Pemuda tidak lagi menyampaikan pendapatnya sesuai dengan yang seharusnya yakni mengoreksi kebijakan penguasa, dengan damai penguasa pun menerima apa yang menjadi pendapat dan keberatan rakyatnya. Tidak seperti saat ini. Pemuda bersuara di warnai tindakan anarkis aparat dan pemerintah pun sadis.
Inilah pentingnya ada sebuah negara yang memberi perhatian akan hal itu. Sebagaimana seharusnya mereka mengarahkan potensi sesuai fitrah penciptaan yakni untuk mengabdi pada Sang Khaliq dan memberi manfaat bagi umat sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Sebab begitu besarnya peran pemuda bagi perubahan sebuah bangsa, maka negarapun harus benar dalam meriayahnya.
Sepatutnya pemuda hari ini pun menyadari tidaklah cukup aksi pemuda hari ini hanya menuntut perubahan tanpa mematikan akar dari setiap masalah yang ada. Seharusnya pemuda hari ini menyadari akan kebutuhannya terhadap sistem yang mampu membuat perubahan global bukan hanya sekedar ilusi yang seringnya menjadi janji-janji. Inilah saatnya kembali bersinergi untuk menghadirkan kembali sistem ilahi. Wallahu A'lam
Post a Comment