OLEH :HJ PADLIYATI SIREGAR,ST
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat edaran tentang pelarangan mahasiswa untuk tidak ikut aksi demo Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja resmi
Surat edaran melarang mahasiswa melakukan demonstrasi menolak Omnibus Law UU Ciptaker, termuat dalam surat nomor 1035/E/KM/2020.
Menanggapi hal tersebut, Satriawan Salim selaku Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) mengatakan, seharusnya Nadiem Makarim memberikan apresiasi kepada para mahasiswa.
“Pada poin nomor 6 dikatakan, ‘menginstruksikan para dosen senantiasa mendorong mahasiswa melakukan kegiatan intelektual dalam mengkritisi UU Ciptaker’, justru kritik itulah yang tengah dilakukan mahasiswa. Adapun aksi turun ke jalan merupakan wujud aspirasi dan ekspresi mereka terhadap langkah-langkah DPR dan pemerintah yang abai terhadap aspirasi mereka bersama rakyat lainnya,” ujar Salim.
Salim berpendapat, kampus merupakan tempat untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki peran sebagai intelektual organik.
Jika mahasiswa memiliki intelektual yang satu napas dengan rakyat, betul-betul dapat merasakan apa yang dirasakan oleh para buruh, masyarakat ada, aktivitas lingkungan, dan lainnya, yang merasa dirugikan oleh UU Ciptaker ini.
“Apalagi para yang namanya mahasiswa, belajar tak hanya di ruang kuliah yang terbatas tembok, ruang kuliah sesungguhnya para mahasiswa adalah lingkungan masyarakat itu sendiri. Mengikuti aksi demonstrasi adalah bagian dari laboratorium sosial mahasiswa sebagai agen perubahan. Menjauhkan mahasiswa dari rakyat, sama saja menjauhkan ikan dari lautan luas,” ujarnya.
Melarang mahasisa demo tolak UU Ciptaker yang diduga bersponsor, bahkan diancam nilai akademis hingga kehilangan kesempatan kerja menunjukkan tiadanya independensi mahasiswa dalam menyuarakan perubahan bangsa.
Padahal sejatinya,pendidikan merupakan jalan menuju peradaban yang maju dan cemerlang. Generasi yang datang berbekal pendidikan yang matang sangat diharapkan, guna membawa perubahan yang baik bagi peradab dunia. Sangat menyedihkan ketika kita memiliki pemahaman/mindset bahwa pendidikan itu hadir sebagai mesin produksi manusia yang siap bekerja.Pendidikan bukanlah mesin yang memproduksi buruh.
Dalam sistim kapitalis saat ini intelektual muda (mahasiswa) di kerdilkan potensinya hanya untuk memikirkan kemaslahatan pribadinya.Sekian persen dari mahasiwa beberapa tahun belakangan ini sudah kehilangan jati dirinya sebagai mahasiswa sejati.
Mahasiswa bangga akan gelarnya namun lupa akan tanggung jawabnya, ketika mahasiswa diiming-iming beasiswa yang memang menggiurkan, dengan antusias para hamba ilmu yang numpang belajar di perguruan tinggi itu akan hanya melaksanakan tanggung jawab akademis saja sekedar untuk mendapatkan IP yang tinggi.
Namun, itu semua hanya akan menjadi label yang hampa tanpa makna jika mahasiswa tidak mampu memberikan perubahan yang signifikan bagi kemajuan sebuah peradaban.
Seharusnya mahasiswa dituntut mampu untuk mengontrol keadaan negara; bukan untuk sekedar mengkritik, tetapi juga memberikan kontribusi yang riil untuk perubahan yang lebih baik.Sebagai kaum intelektual mahasiswa harus bersikap berani dan kritis, berani untuk mendobrak zaman ke arah kemajuan dan kritis terhadap kebijakan para pemegang roda pemerintahan.
Mahasiswa berperan sebagai transportasi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi mereka. Beban dan tanggung jawab menjadi mahasiswa sangatlah besar.
Mahasiswa harus berani menyampaikan kebenaran tanpa menutupi kebohongan, selalu meneriakkan keadilan, sehingga semua harapan rakyat dan juga janji manis para politisi yang selalu berkoar dengan dalih demi kesejahteraan atas nama rakyat bisa terealisasikan, bukan hanya sekedar omong kosong belaka.
Pemuda di setiap zaman dan ruang merupakan ujung tombak yang memiliki peran dan andil besar dalam Islam. Seorang Pemuda hebat seperti Usamah bin Zaid yang di usia 18 tahun sudah menjadi panglima perang menghadapi romawi, Umar bin Abdul Aziz usia 22 tahun menjadi gubernur Madinah, Imam Syafi’i usia 15 tahun sudah menjadi seorang mufti, dan Muhammad Al Fatih pada usia 22 tahun sudah menjadi sulthan bahkan setelah 2 tahun menjabat berhasil menaklukan benteng legendaris Konstatinopel pada usia 24 tahun.
Sebuah peran pemuda Islam akan nampak jelas dengan sebuah diskripsi, gambaran dan perumpamaan, karena perumpamaan merupakan salah satu metode Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam menerangkan hakikat suatu makna, mendekatkan dan mempermudah pemahaman, Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا"
“ Sesungguhnya Allah tidak segan membuat
perumpamaan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari itu “ (Al-Baqarah : 26 ).
Pemuda Bagaikan Generator Sebuah generator yang memiliki medan magnet, yang bergerak kencang mampu menggerakkan roda-roda sehingga dapat berputar dengan baik mengitari jalan-jalan kehidupan.
Hanya saja pergerakan mahasiswa masih belum menyentuh pada permasalahan mendasar dan sistemis yang terjadi di negeri ini. Mahasiswa aksi tolak UU Ciptaker hingga menuntut rezim turun, tanpa mengkaji apa yang menyebabkan adanya UU tersebut dan kenapa rezim penguasa tersandera kepentingan kapitalis.
Akar permasalahan bangsa ini adalah diterapkannya sistem kapitalisme dan demokrasi. Sistem ini telah melahirkan oligarki kekuasaan.
Selama ini, metode perubahan pergerakan mahasiswa tidak jelas dan membingungkan. Berbagai cara yang dilakukan pergerakan mahasiswa mulai dari mengkritik, masuk parlemen (jihad konstitusi), hingga aksi turun jalan (damai maupun anarkis), belum juga membuahkan hasil.
Disinilah mahasiswa harus berpikir jernih selagi gerakan pemuda masih menitipkan kepercayaan pada “hantu demokrasi” atau demokrasi halusinasi sebagai jalan perubahan, maka gerakan mereka tidak akan memberi hasil apa pun dan menghantarkan pada kesia-siaan belaka.
Yang Harus Dilakukan Para Pemuda
Untuk itu para pemuda harus melakukan sejumlah hal: Pertama, hujamkan keimanan bahwa Islam adalah agama yang paripurna; mengatur urusan dunia dan akhirat, bukan sekadar spiritual. Tak ada agama serta sistem kehidupan yang terbaik kecuali hanya Islam (Lihat: QS Ali Imran [3]: 85).
Kedua, kaji Islam sebagai ideologi, bukan sekadar ilmu pengetahuan. Mereka wajib terikat dengan syariah Islam. Dengan terikat pada syariah Islam, pemuda Muslim akan menilai baik-buruk berdasarkan ajaran Islam. Mulai dari pergaulan dengan lawan jenis, adab kepada orangtua dan guru sampai memilih pemimpin akan dilandasi dengan nilai-nilai Islam.
Ketiga, senantiasa memiliki sikap berpihak pada Islam, bukan netral, apalagi oportunis demi mencari keuntungan duniawi. Banyak remaja dan pemuda Muslim hari ini yang hidup bak pucuk pohon ditiup angin. Ke mana angin bertiup ke sanalah mereka terbawa. Pemuda Muslim harus memiliki keteguhan pada Islam hingga akhir hayat.
Keempat, terlibat dalam dakwah Islam demi tegaknya syariah dan Khilafah Islam. Sungguh kemuliaan Islam hanya bisa tampak bila umat, khususnya kaum muda, senantiasa berdakwah untuk menegakkan Islam. Alquran telah merekam keteguhan iman dan kesungguhan perjuangan para pemuda Kahfi hingga mereka mendapat pertolongan dan perlindungan Allah SWT (Lihat: QS Kahfi [18]: 13-14).
WalLâhu alam bi ash-shawab. []
Post a Comment