Kesetaraan Upah, Angin Surga Kapitalis Bagi Perempuan

Oleh : Nurhalidah, AMd.Keb

Wacana tentang keadilan dan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki telah lama digaung-gaungkan di alam demokrasi. Artinya dalam demokrasi perempuan dan laki-laki memiliki peran dan fungsi yang sama dalam struktur sosial masyarakat, termasuk dalam keluarga. Namun faktanya demokrasi tidak mampu memberikan keadilan terhadap perempuan sebagaimana wacananya. Hal ini terlihat jelas pada kisaran upah yang diterima oleh kaum perempuan masih jauh di bawah upah yang diterima oleh kaum laki-laki.

Kendati demikian, untuk mengatasi masalah kesenjangan upah ini untuk pertama kalinya Indonesia bersama dengan PBB, berpartisipasi dalam merayakan hari kesetaraan upah internasional yang jatuh pada tanggal 18 September. Perayaan tersebut juga sebagai bentuk komitmen dari PBB untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan menentang segala bentuk diskriminasi, termasuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan.

Menteri KetenagaKerjaan Republik Indonesia, Ida Fauziyah menyatakan, dengan mempertimbangkan kesenjangan gender di pasar kerja saat ini, kementerian bersama dengan semua mitra sosial dan organisasi internasional, terus mendorong aksi bersama menentang diskriminasi berbasis gender di tempat kerja. “Ini saatnya bagi perempuan dan laki-laki untuk dihargai secara setara berdasarkan bakat, hasil kerja dan kompetensi, dan bukan berdasarkan gender,” ujar menteri Ida (entrepreneur.bisnis.com, 21/09/2020).

inilah basa-basi yang sudah menjadi ciri khas dari sistem sekular dalam mengatasi masalah kaum perempuan. Tidak pernah memberikan benang merah dalam penyelesaian masalah. Bagaimana mungkin  kesenjangan upah dapat diselesaikan hanya dengan seremoni peringatan hari kesetaraan upah. Apatah iya kaum perempuan diperbudak dalam dunia kerja namun yang didapatkan setiap tahunnya hanya mengenang kesenjangan ini, lalu keadilan yang dikoar-koarkan itu maknanya apa?

Perhatian demokrasi  terhadap kesejahteraan perempuan juga diwujudkan dengan cara eksploitasi. Demi kepentingan ekonomi kaum perempuan diekploitasi secara besar-besaran dalam dunia industri kerja. Harga diri dan kehormatan kaum perempuan dipertaruhkan hanya karena untuk meraih keuntungan kaum kapital. Dalam dunia kerja kadang perempuan dijadikan sebagai penari, penyanyi dan bahkan tidak jarang pose yang mempertontonkan perhiasan perempuan tersebar dalam berbagai produk. Campur baur antara laki-laki dan perempuan tidak diberikan batasan sehingga kadang terjadi gejolak perselingkuhan. Hal ini kaum kapital rancang tidak lain demi mendapatkan daya pikat pengguna jasa, sehingga dagangan yang mereka jual baik barang maupun jasa laku keras. Di samping untuk meraih keuntungan mereka musuh-musuh Islam ingin menghancurkan kehidupan kaum muslim. Ketika kaum perempuan merosot maka peradaban Islam sulit dibangkitkan.

Maka mereka semakin  mendorong kaum perempuan untuk bekerja tanpa mengkhawatirkan kesenjangan upah yang diperoleh kaum perempuan. Mereka hanya memberikan iming-iming kesetaraan upah terhadap kaum perempuan. Namun hasilnya perempuan masih tetap mendapatkan upah yang sangat rendah dari pada laki-laki. Demi menambal kecacatan demokrasi dan melanggengkan industri kapital kaum elit berkoar-koar untuk membantu membela hak-hak perempuan. Yang menjadi pertanyaan hak apa dan hak mana sebenarnya yang ingin mereka bela. Pada hakikatnya mereka itu hanyalah orang-orang yang ingin menghancurkan kaum perempuan. Maka dari itu kesetaraan upah dalam demokrasi hanyalah angin surga kapitalis bagi kaum perempuan hanya berbentuk kata tanpa wujud.

Derasnya keikutsertaan perempuan dalam dunia kerja tidak lain karena telah didominasi oleh ideologi kapitalisme yang diterapkan di negeri ini . Sehingga nilai segala sesuatu diukur dengan materi, kebahagiaan bermakna kelimpahan materi dan kebebasan diagungkan bahkan nilai agama dianggap salah ketika bertentangan dengan paham kebebasan. Kebebasan wanita mencari materi agar bisa mandiri dan tidak tergantung kepada siapapun termasuk suaminya itu adalah salah satu semboyan yang sering dikoar-koarkan oleh pejuang kesetaraan gender. Disamping itu juga negara melepaskan tanggung jawab terhadap kesejahteraan kaum perempuan. Bahkan negara memberikan ruang seluas-luasnya agar wanita bergabung sebebas-bebasnya dalam dunia kerja.

Hal ini sangat kontras dengan Islam yang memuliakan wanita. Islam memandang wanita sebagai makhluk yang mulia dan terhormat, makhluk yang memiliki beberapa hak yang telah disyariatkan oleh Allah. Islam juga memandang laki-laki dan perempuan sama yaitu sama-sama memikul beban-beban keimanan, balasan akhirat juga sama sesuai dengan amal perbuatannya. Dalam islam kewajiban mencari nafkah jatuh pada suami bukan pada istri, istri hanya membantu. Kemudian perempuan bekerja hukumnya mubah, bukan wajib. Jika dalam bekerja perempuan memiliki kemampuan yang lebih unggul daripada laki-laki pada pekerjaan yang sama, maka tidak menutup kemungkinan besaran upahnya melebihi laki-laki. Sehingga tidak ada kezaliman dalam hal upah sebagaimana yang terjadi di alam kapitalis.

Persoalan kesenjangan ini terjadi karena meninggalkan penerapan syariat Islam dan beralih kepada kapitalisme sekular. Oleh sebab itu, agar kezaliman terhadap perempuan segera tuntas di bumi ini tiada lain adalah menerapkan kembali syariat Islam. Syariat Islam yang diterapkan dalam daulah khilafah Islamiyah adalah kebutuhan dasar dan mendesak bagi kaum perempuan saat ini. Wallahu a’lam bishshawaab


Post a Comment

Previous Post Next Post