Kampanye Liberal dan Opini Sesat Tentang Hijab


By : Ummu Aqiil

Lagi-lagi Umat Islam dilecehkan. Setelah kasus yang menimpa ulama kita baru-baru ini yaitu penusukan yang dilakukan seorang pemuda terhadap Syaikh Ali Jaber, di Bandar Lampung, Minggu, (13/9/2020) kini stigma negatif juga balik di arahkan kepada ajaran Islam sekaligus pemeluknya. Yaitu menyinggung masalah hijab  yang sejatinya menjadi bagian dari syari'at Islam yaitu berkaitan dengan kebiasaan orang tua dalam mendidik anak-anak agar membiasakan menggunakan hijab sejak dini.  

Hal itu bermula dari Media asal Jerman Deutch Welle (DW) yang bermukim di Indonesia, dihujat sejumlah tokoh dan netizen atas konten video yang mengulas tentang sisi negatif anak pakai jilbab sejak kecil.
Dalam video tersebut, DW Indonesia mewawancarai perempuan yang mewajibkan putrinya mengenakan hijab sejak kecil. DW Indonesia juga dikabarkan mewawancarai psikolog Rahajeng Ika. Dalam wawancaranya DW Indonesia menanyakan dampak psikologis bagi anak-anak yang sejak kecil diharuskan memakai jilbab.

"Mereka menggunakan atau memakai sesuatu tapi belum paham betul konsekuensi dari pemakaiannya itu," kata Rahaeng Ika menjawab pertanyaan DW Indonesia.
Permasalahannya, apabila dikemudian hari bergaul dengan teman-temannya, kemudian agak punya pandangan yang mungkin berbeda, boleh jadi dia mengalami kebingungan apakah dengan dia pakaian begitu berarti dia punya batasan tertentu untuk bergaul," pungkas Ika Rahaeng kembali.

Feminis muslim yaitu Darol Mahmada, yang juga dikabarkan tergabung dalam Jaringan Islam Liberal (Portalislam), diwawancarai DW Indonesia dengan hal yang sama yaitu berkaitan dengan dampak sosial ketika anak diharuskan memakai jilbab sejak kecil. 

Menurut Darol sendiri, menjadi suatu kewajaran jika seorang ibu atau guru mengharuskan anak memakai jilbab sejak kecil. Namun lebih kepada pola pikir anak menjadi ekslusif karena ditanamkan "berbeda dari yang lain," ungkap Darol Mahmada.
(Jurnal gaya, 26/9/2020).

Konten video tersebut kabarnya dibagikan DW Indonesia melalui akun Twitter, @dw_indonesia pada Jumat, 25 September 2020.

"Apakah anak-anak yang dipakaikan #jilbab itu memiliki pilihan atas apa yang ingin ia kenakan?," tulis DW Indonesia.

Sontak netizen menghujat atas postingan DW Indonesia karena dianggap membuat konten Islamofobia.

"Liputan ini menunjukkan sentimen "islamofobia" n agak memalukan untuk kelas @dwnews," kata anggota DPR yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli y melalui akun Twitternya, @fadlizon.

Bukannya memperbaiki konten, DW Indonesia ketika menanggapi hujatan warganet terkesan membela diri. Dan menyatakan bahwa konten tersebut sudah berimbang.

"Terima kasih atas perhatian Anda pada konten video DW Indonesia yang menurut kami sudah berimbang, imparsial dan akurat. DW mendorong kebebasan berpendapat dan diskusi terbuka selama sifatnya adil dan tidak diskriminatif atau berisi hinaan terhadap siapa pun," kata DW Indonesia.

Namun sayangnya untuk memperkuat pernyataan dan pertanyaan mereka, dalam video tersebut yang disambungkan dengan pendapat beberapa orang psikologi yang ternyata lebih memihak pada postingan DW Indonesia tanpa menyertakan pendapat tokoh agama Islam atau  alim ulama yang dapat diambil kebenarannya.

Yang mengakibatkan DW Indonesia terus di kritik netizen, karena dianggap bertindak secara sepihak  dan tidak menunjukkan niat baik dibalik konten tersebut dan menganggap sudah bijaksana atas konten tersebut, namun tetap mendapat kritikan dan bulan-bulanan netizen karena mengusik bagian dari ajaran Islam.

"Pemakaian jilbab karena kesadaran, sebagai pilihan dan ekspresi pencarian jati diri tanpa paksaan atau tekanan, patut dihormati dan dihargai." @dw_indondesia

"Apakah anak bayi yang dipakaikan #baju itu memiliki pilihan atas apa yang ingin ia kenakan?"
@zarazettirazr melanjutkan postingannya.
"Apakah anak-anak yang di sekolahin TK punya pilihan? Perasaan gue males banget sekolah TK dulu, tapi sekolah juga karena dipaksa ortu, udah gede kubersyukur."
(Gelora.co, 26/9/2020).

Dan kritikan netizen terus bergulir menyerang konten yang dibuat dan diunggah oleh DW Indonesia tersebut yang intinya umat Islam sangat menyayangkan media berbasis sekuler tersebut mengusik perihal ajaran agama yang sudah kompleks di dalam Islam dan masih jadi ajang perdebatan bagi mereka.

Walaupun anak yang masih kecil yang belum baligh belum berdosa ketika tidak menggunakan jilbab dan kerudung, namun pembiasaan sejak dini sangatlah penting dan di anjurkan dalam agama. Sebagaimana sholat, berpuasa di bulan Ramadhan yang harus dilatih dari kecil sehingga menjadi kebiasaan tatkala sudah dewasa. Sebagaimana ketika kecil tidak dilatih dalam melakukan perintah Allah seperti berjilbab, sholat, berpuasa dan lain-, lain maka ketika beranjak besar dengan mudahnya pula dia meninggalkan kewajiban tersebut tanpa  ada rasa takut terhadap dosa yang akan dipikulnya.

Dan anggapan anak tersebut menjadi ekslusif   hanya untuk meracuni pemikiran umat Islam yang mencoba berpegang teguh kepada nilai-nilai agama, itulah yang selalu teranggap asing. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنَ سَنَّةَ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيباً ثُمَّ يَعُودُ غَرِيباً كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنِ الْغُرَبَاءُ قَالَ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ

Dari ‘Abdurrahman bin Sannah. Ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabad, “Islam itu akan datang dalam keadaan asing dan kembali dalam keadaan asing seperti awalnya. Beruntunglah orang-orang yang asing.” Lalu ada yang bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai ghuroba’, lalu beliau menjawab, “(Ghuroba atau orang yang terasing adalah) mereka yang memperbaiki manusia ketika rusak.” (HR. Ahmad).

Padahal perintah menutup aurat juga telah di abadikan dalam Al-Qur'an.
Sebagaimana Allah SWT  berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا


“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri, anak-anak perempuan dan istri-istri orang Mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali, oleh sebab itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Ahzab : 59).
 
Begitu juga Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat An-Nur ayat 31:

{وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (31) }

Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kalian beruntung.

Jadi ketika dalam Al-Quran saja sudah ada perintah Allah supaya wanita mukmin, istri dan anak-anak perempuan untuk mengulurkan jilbabnya, lalu mengapa manusia dengan jahilnya mencoba mengusik apa yang Allah perintahkan?

Apalagi bertanya soal syari'at Islam kepada yang bukan ahlinya atau terhadap para pembenci Islam, seperti tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) yang suka menuai kontroversi akan ajaran Islam. Karena sejatinya  mereka menganut paham-paham liberal yang mana antara kebebasan dan pembebasan adalah sesuatu yang harus diperjuangkan oleh mereka. Namun hal tersebut berdampak buruk bagi umat Islam sendiri. Karena apa yang mereka perjuangkan sangat bertentangan dengan syari'at Islam.

Konon lagi saat ini media dalam cengkeraman sekuler Kapitalisme yang  pada dasarnya memisahkan agama dari sendi kehidupan dan merupakan ideologi yang bukan dari Islam. Dan darinya lahirlah kebebasan berekspresi, sehingga tidak heran jika konten-konten yang menyerang Islam pun terus di gencarkan. Dan hal itu pula tidak di permasalahkan oleh pemimpin di era sekuler Kapitalisme ini. 

Namun sebaliknya, jika umat Islam yang menyuarakan kebenaran maka dianggap suatu ujaran kebencian dan melanggar UU ITE sehingga dapat berujung pada proses hukum yang terbilang cepat. Dan menunjukkan ketidakadilan dalam  hukum. 

Padahal keberadaan media seharusnya menyajikan tayangan dan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Bukan malah menebar fitnah dan merusak pemikiran masyarakat. Sehingga dapat berakibat pudarnya nilai-nilai kebaikan dan kebenaran di tengah kehidupan.

Sangat berbeda dalam sistem Islam. Islam sebagai agama yang sempurna selalu berupaya untuk memberikan kemashlahatan bagi seluruh manusia. Bukan untuk umat Islam saja namun manusia secara keseluruhannya. Maka media di dalam Islam adalah sebagai wasilah dalam dakwah, yaitu menyajikan hal-hal yang bermanfaat bagi manusia. Dan sebagai benteng dan penjaga umat, sehingga ketaatan manusia terus terjaga. Begitu juga dengan kewibawaan negara terus ada.

Negara dalam sistem Islam tidak akan membiarkan media yang akan menyelewengkan ajaran agama, apabila terdapat bentuk pelanggaran tersebut maka negara akan memberikan sanksi yang tegas. Karena pada dasarnya media di dalam Islam bukan berdasarkan asas manfaat seperti dalam sistem kapitalisme yaitu meraih keuntungan/kepentingan pribadi maupun golongan.

Media didalam sistem Islam berperan sebagai sarana edukasi umat dalam upaya mendukung penerapan dan pelaksanaan hukum Syara' yang menjadi tanggung jawab Khalifah. Baik dalam ranah privat, bermasyarakat maupun dalam rangka penyebaran dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat at Taubah ayat 33: 

هُوَ ٱلَّذِىٓ أَرْسَلَ رَسُولَهُۥ بِٱلْهُدَىٰ وَدِينِ ٱلْحَقِّ لِيُظْهِرَهُۥ عَلَى ٱلدِّينِ كُلِّهِۦ وَلَوْ كَرِهَ ٱلْمُشْرِكُونَ

huwa ladzii arsala rasuulahu bilhudaa wadiini lhaqqi liyuzhhirahu 'alaa ddiini kullihi walaw kariha lmusyrikuun

Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.

Sudah seharusnya umat Islam mengembalikan jati dirinya sebagai khairu ummah dengan mengembalikan diterapkannya institusi Khilafah sebagai pelindung umat Islam khususnya dan manusia secara keseluruhan. Sehingga ketika seorang ibu/orang tua ingin menanamkan nilai-nilai agama dari sejak anak-anaknya kecil tidak menjadi bahan cemoohan dan fitnahan para pembenci Islam. 

Wallahu a'lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post