Oleh : Cahya Wulan Ningsih,
Siswi SMP HSG Khoiru Ummah Samarinda
Staf Ahli Menteri Kesehatan bidang Ekonomi Kesehatan Mohamad Subuh menegaskan, pemerintah tidak akan mengubah penulisan angka kasus kematian akibat Covid-19.
Kemenkes hanya akan menambah detail pada definisi kasus kematian akibat Covid-19.
"Sebenarnya tidak mengubah definisi kematian akibat Covid-19. Tetapi menambahkan detail operasional kematian yang berhubungan dengan Covid-19," kata Subuh kepada Kompas.com, Selasa (22/9/2020). (https://nasional.kompas.com/read/2020/09/22/20184291/ini-penjelasan-kemenkes-soal-wacana-mengubah-definisi-kematian-akibat-covid?page=all)
Sementara itu, dilansir dari Republika.com.id. Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 merilis angka penambahan kasus harian Covid-19, Selasa (6/10). Dari 36.342 pemeriksaan spesimen, ditemukan kasus baru sebanyak 4.056 sehingga menjadikan total kasus nasional mencapai 311.176.
Selain itu, Satgas juga mencatat jumlah kasus sembuh pada hari ini yang sebanyak 3.844 kasus. Total kasus sembuh pun mencapai 236.437 orang. Sedangkan jumlah kasus meninggal dilaporkan sebanyak 121 orang sehingga menjadikan total kasus meninggal hingga hari ini sebanyak 11.374 orang.
Sebanyak 140.305 suspek juga masih dalam pemantauan dan pengawasan pemerintah. Satgas mencatat, penyumbang terbesar penambahan kasus covid pada hari ini berasal dari Provinsi DKI Jakarta yang sebanyak 1.107. (https://republika.co.id/berita/qhrxi3354/kasus-harian-covid19-bertambah-4056-total-311176-kasus)
Beriringan dengan reaksi publik yang menutut penanganan serius terhadap kasus corona setelah data kematian akibat Covid-19 mencapai 10 ribu keatas, bukannya memenuhi tuntutan itu yang merupakan tanggung jawabnya, pemerintah malah menyoal definisi kematian.
Seakan kehabisan akal untuk menekankan kasus Covid yang masih melonjak tinggi, pemerintah mencoba mengotak-atik data infografis untuk sekedar memperbaiki citra. Padahal disisi lain pemerintah juga terus saja menyuarakan keberhasilan meningkatkan angka kesembuhan.
Menyuarakan keberhasilan dalam meningkatkan angka kesembuhan memang bukan masalah, malah akan menjadi hal yang sangat bagus sekali untuk diberitakan, sehingga rakyat bisa berfikir positif terhadap adanya kemungkinan pandemi Covid-19 ini akan usai.
Tapi, siapa yang tidak resah jika disisi lain pemerintah malah menyoal definisi kematian?
Jika penyoalan ini dilakukan, maka akibatnya adalah data infografis kasus Covid-19 juga ikut mengalami perubahan. Sehingga bisa dibilang, pemerintah akan dianggap berhasil menghadapi kasus ini, padahal yang dilakukannya hanyalah mengotak-atik definisi kematian.
Adanya data infografis juga sebagai petunjuk atas keberhasilan pemerintah menekankan laju kasus corona dan seserius apa pemerintah melakukan penanganannya, tapi saat ini yang ada hanyalah perubahan definisi kematian akibat covid.
Siapa yang tidak merasa khawatir? Jika pemerintah tidak menyampaikan apa yang ada, padahal pemerintah menjadi paling terdepan untuk menggaung-gaungkan keberhasilannya, tapi disisi lain malah seolah menutup mata, telinga dan mulut terhadap tingginya kasus kematian.
Saat ini yg dibutuhkan rakyat adalah solusi nyata yang solutif untuk menanggulangi pandemi beserta dampak yang dihasilkannya, bukan sekedar solusi yang jauh dari kata solutif dan justru mengada-ngada.
Rakyat tidak butuh keberhasilan pemerintah mengotak-atik data infografis untuk sekedar memperbaiki citra, yang rakyat butuhkan adalah kerja nyata, kejujuran, bukan kebohongan sebagai penghiburan. Rakyat hanya butuh kesungguhan pemerintah dengan kebijakan yang benar-benar berorientasi menyelamatkan jiwa, bukan kebijakan yang malah memberatkan rakyat dan memicu masalah lainnya.
Pemerintah tidak perlu membuat kebijakan yang meresahkan dan berujung kontrofersi. Ini terus berlanjut dan berulang karena dari awal negara sudah salah dalam mengadopsi sistem, yaitu kapitalis-sekuler. Tidak seperti Islam, Islam yang memiliki metode baku (yang tidak akan berubah) dalam memecahkan problem yang ada (sehingga solusi atau hukumnya tidak akan berubah-ubah dimana-pun, kapan-pun atau berpihak pada orang tertentu). Sedangkan kapitalisme atau sosialisme menggunakan hipotesis dan fakta sebagai dasar solusi, sehingga hukumnya selalu berubah-ubah. Walau begitu, saat ini-pun belum telat untuk kita mengganti sistem yang ada dengan sistem Islam.
Kenapa harus Islam???
Karena Islam bukan sebuah pilihan, tapi kewajiban yang harus dijalankan.
Islam adalah solusi buatan Sang Maha Penguasa, untuk menjadi peraturan seluruh makhluk ciptaannya. Islam adalah agama sekaligus idelogi yang komprehensif yang meliputi seluruh aspek, mulai dari urusan dunia maupun akhirat, baik soal akidah, akhlak, dosa, pahala, surga, neraka, pendidikan, politik, sosial dan lain sebagainya.
Dalam Islam juga telah diterangkan, bahwa sudah menjadi tugas penguasa (Khalifah) untuk mengakkan syari'at Islam dibumi Allah, seperti yang dikutip dari Al-qur'an ;
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيْعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ {النساء: 59}
_“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul dan Ulil Amri di antara kamu, (QS.An-Nisa: 59)._
Syaikh Muhammad bin Shaleh pernah berkata: “Ulil amri mencakup ulama dan penguasa, karena ulama adalah pemimpin yang bertugas menjelaskan tentang agama atau hukum Allah, sedangkan penguasa adalah pemimpin yang bertugas melaksanakan syariat atau hukum Allah . Ulama tidak bisa eksis tanpa penguasa dan penguasa pun tidak bisa eksis tanpa adanya ulama. Penguasa harus merujuk kepada ulama dengan meminta agar menjelaskan syariat Allah . Ulama juga harus menasehati penguasa, mengajaknya untuk senantiasa takut kepada Allah , dan memberikan arahan sehingga syariat atau hukum Allah diterapkan oleh para hamba-Nya.” (Lihat Syarah Riyadhus Salihin Karya Syaikh Muhammad Ibn Saleh).
Kemudian, kejujuran dan amanah juga sudah seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin, sehingga dalam kepemimpinannya tidak akan ada yang merasa kecewa karena telah dibohongi. Seorang pemimpin juga harus menjalankan amanah yang dibebankan kepadanya, agar dapat mencapai ridha Allah ta'ala. Rasulullah SAW, bersabda ;
اِذَا أَرَدَاللهُ بِقَوْمٍ خَيْرًا وَلَّى عَلَيهِم حُلَمَاءَهُمْ، وَقَضَى بَيْنَهُمْ عُلَمَاؤُهُمْ، وَجَعَلَ الْمَالَ فِى سُمَحَائِهِمْ. وَأِذَا اَرَادَبِقَوْمٍ شَرًّا وَلَّى عَلَيْهِمْ سُفَهَاءَهُمْ، وَقَضَى بَيْنَهُمْ جُهَّالُهُمْ، وَجَعَلَ الْمَالَ فِى بُخَلَاءِهِمْ. (الدّي لامى)
“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu bangsa, maka dijadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana, dan dijadikan ulama-ulama mereka yang mengendalikan hukum & peradilan, Allah juga jadikan harta perbendaharaan di tangan orang-orang dermawan. Tetapi jika Allah menghendaki kehancuran suatu bangsa, maka dipilihlah pemimpin-pemimpin mereka dari orang-orang sufaha (dungu), hukum dikendalikan oleh orang-orang yang dzalim (jahil), dan harta benda dikuasai oleh segelintir orang yang bakhil” (HR. Ad Dailami).
Islam adalah rahmatan lil 'alamin (Rahmat bagi seluruh alam), Islam datang langsung dari Allah yang kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril sebagai perantara.
Tidak ada yang perlu ditakutkan atau diragukan lagi terhadap solusi Islam, karena Islam berasal dari Dia Yang Maha Tahu. Maka, sudah saatnya kembali menerapkan syari'ah Islam yang terbukti dapat menyelesaikan segala problematika umat dengan tuntas. Wallahu a’lam.
Post a Comment