Oleh : Wa Ode Vivin H
(Mahasiswi Universitas Halu Oleo)
Islam selalu menjadi sorotan publik. Berbagai istilah muncul menyerbu dari sisi-sisi penjuru media. Salah satunya adalah Islamofobia. Secara bahasa, Islamofobia berasal dari dua kata yaitu Islam dan Fobia (ketakutan yang berlebihan). Istilah tersebut kemudian didefinisikan sebagai prasangka atau ketakutan berlebih yang tidak wajar terhadap Islam dan syariat-syariatnya. Akibatnya, ketika syariat Islam diterapkan ditengah-tengah masyarakat, sangat sering ditemukan adanya penolakan terhadap ajaran Islam. Seperti masalah hijab misalnya.
Probem hijab yang terbaru muncul ketika DW Indonesia melalui akun twiternya (26/09/2020), mengupload video dengan konten yang mengulas sisi negatif anak memakai jilbab sejak kecil. DW Indonesia mewawancarai Psikologi Rahejang Ika. Ia menyatakan “mereka menggunakan atau memakai sesuatu tapi belum paham betul dari pemakaiannya tersebut”.
DW Indonesia juga mewawancarai feminis muslim, Darol Mahmada tentang dampak sosial anak yang diharuskan memakai hijab sejak kecil. Menurutnya, wajar-wajar saja seorang ibu atau guru mengharuskan anak memakai hijab sejak kecil.
“Tetapi kekhawatiran saya sebenarnya lebih kepada membawa pola pikir si anak itu menjadi eksklusif karena dari sejak kecil dia ditanamkan untuk misalnya “berbeda” dengan yang lain,” kata Darol Mahmada.
Lantas, apakah perlu didikan anak berhijab sejak dini? Perlu diketahui, mengajarkan anak sejak dini tentang syariat Islam, tentu sangat diperlukan. Sebab, dengan itulah mereka bisa terbina dan terbiasa dengan syariat Islam. Karena kelak di yaumul hisab, kita sebagai orang tua akan dimintai pertanggungjawaban atas anak-anak kita. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap engkau adalah pemelihara, dan setiap engkau akan dimintai pertanggungjawaban mengenai apa yang menjadi tanggung jawab pemeliharaannya: Seorang pemimpin adalah pemelihara, ia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai apa yang menjadi tanggung jawab pemeliharaannya. Seorang laki-laki juga pemelihara dalam keluarganya, ia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai apa yang menjadi tanggung jawab pemeliharaannya. Dan seorang perempuan adalah pemelihara dalam rumah suaminya, ia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai apa yang menjadi tanggung jawab pemeliharaannya.” (HR al-Bukhâri)
Olehnya, setiap orang tua wajib untuk mendidik si buah hati sejak dini, apalagi terkait perkara syariat yang terpancar dari keimanan seorang muslim. Karena, mereka adalah aset berharga diakhirat kelak, yang bisa memberatkan timbangan amal kebaikan jika mendidiknya dengan benar. Namun juga bisa menjadi jalan tol menuju neraka tatkala menanamkan keburukan kepada mereka.
Dari persoalan ini, kita bisa mengambil kesimpulan jika Islam adalah agama yang unik. Para pemeluknya wajib meyakini jika syariat atau aturan yang terpancar dari akidah wajib untuk dilaksanakan serta harus dibiasakan sejak kecil. Sebab hal tersebut merupakan konsekuensi keimanan seseorang yang mengakui jika Allah adalah Tuhannya. Tentu saja, ketika membiasakan ananda tidak dengan metode paksa. Namun, dengan metode terbaik, sesuai petunjuk Sang Pencipta.
Sayangnya, realitas membeberkan jika tidak semua pemeluknya menerapkan syariat Islam. Hal ini karena teori Kapitalisme sekuler telah mengakar memisahkan agama dari kehidupan. Saat ini pun dunia termasuk Indonesia sedang berada dalam cengkraman ideologi Kapitalisme. Akibatnya, muncul penyakit Islamofobia yang menjangkiti kaum muslim bersamaan dalih “berislam itu yang biasa-biasa saja” sebagai virusnya.
Sebagai makhluk Allah yang diberi pemikiran cemerlang, tentu harus ada upaya yang luar biasa dalam memilih zat aktif yang baik dan tepat untuk menghancurkan penyakit tersebut. Tentu saja, kita tidak bisa mengandalkan ideologi hari ini untuk mengambil solusi. Oleh karena itu, harus ditemukan zat aktif yang baik sebagai antivirus dari penyakit Islamofobia. Yakni, ketika Islam berhasil diterapkan secara kaffah ditengah-tengah umat saat ini. Wallahua’lam.
Post a Comment