Esensi Peringatan Maulid Nabi SAW


Oleh: N. Vera Khairunnisa

12 Rabi'ul Awal tahun Gajah merupakan hari kelahiran manusia teragung sepanjang masa, yakni Nabi Muhammad SAW. Sebagian besar umat Islam senantiasa menyambut bulan ini dengan menyelenggarakan acara Peringatan Maulid Nabi saw. Dalam Peringatan Maulid Nabi saw. biasanya umat Islam diingatkan kembali tentang pentingnya meneladani akhlak dan kepribadian beliau.

Di bulan ini, hampir di setiap acara peringatan maulid Nabi SAW. kita akan mendengar firman Allah SWT. berikut:

لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١

Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Akhir dan dia banyak menyebut Allah (QS al-Ahzab [33]: 21).

Maka sebagai seorang Muslim, kita wajib menjadikan Rasulullah Saw. sebagai panutan dan suri teladan. Baik dalam aspek individu, keluarga, maupun negara; kecuali hal-hal yang hanya berlaku khusus bagi beliau saja (khawâsh al-Rasûl).

Di antara bagian yang wajib untuk dicontoh dan diteladani dari diri beliau yang sering kita lupakan adalah dalam hal kepemimpinan. Padahal, kesempurnaan akhlak dan kepribadian Rasulullah SAW. akan sangat nampak ketika beliau menjalankan perannya sebagai seorang pemimpin.

Kalau kita membaca sirah, maka akan menemukan bahwa Rasulullah bukan sekadar pemimpin spiritual (za’îm rûhi) semata, melainkan sekaligus pemimpin politik (za’îm siyâsi). Dalam konteks hari ini, beliau dapat disebut sebagai pemimpin negara (ra’îs ad-dawlah).

Menurut KH. Yasin Muthahar, bukti bahwa Rasulullah SAW. merupakan kepala negara adalah sebagai berikut:

Pertama: Di dalam al-Quran terdapat perintah kepada Nabi saw. untuk menghukumi manusia dengan hukum Allah (Lihat: QS al-Maidah [5]: 49), perintah untuk berlaku adil (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 58) dan perintah untuk menaati beliau (QS an-Nisa’ [4]: 59 & 63). Semua itu menunjukkan bahwa Muhammad saw. bukan hanya nabi atau rasul yang tugasnya hanya menyerukan syariah kepada  umat manusia. Pada saat yang sama beliau adalah pelaksana dan penerap syariah itu sendiri. Beliau adalah kepala pemerintahan yang harus ditaati segala keputusan-keputusannya.

Kedua: Sunnah Fi’liyyah beliau saat berada di Madinah. Ketika di Madinah beliau bukan lagi sekadar menjadi nabi dan rasul. Beliau juga kepala negara. Buktinya beliau menetapkan undang-undang (Piagam Madinah) di negeri Madinah yang baru beliau bangun. Beliau melakukan ikatan perjanjian dengan komunitas yang bertentangan dengan negara Madinah saat itu. Beliau mengirim utusan dan surat-surat kepada negeri tetangga. Beliau pun membentuk angkatan bersenjata,  mengangkat para kepala daerah, mengangkat para qâdhi dan aparatur negara. Semua orang yang membaca sirah beliau yang agung pasti akan berkesimpulan bahwa beliau adalah kepala negara, bukan sekadar nabi dan rasul.

Ketiga: Adanya Ijmak Sahabat setelah beliau wafat untuk segera meneruskan kepemimpinan beliau sebagai kepala negara, bukan sebagai nabi dan rasul. Sebagaimana dijelaskan oleh para ulama mu’tabar semisal Ibnu Hajar al-Haitami dalam ash-Shawâ’iq al-Muhriqah: "Ketahuilah bahwa para sahabat ra. semuanya telah bersepakat  bahwa mengangkat seorang imam setelah berakhirnya masa kenabian adalah wajib. Bahkan mereka telah menjadikan kewajiban ini sebagai kewajiban terpenting dalam agama.

Lantas, Bagaimana Teladan Rasulullah dalam hal Kepemimpinan?

Dalam kepemimpinannya Rasulullah Saw. menerapkan syariah Islam secara menyeluruh. Dalam hal ini termasuk kebijakan-kebijakan beliau dalam mengurus setiap urusan rakyat yang beliau pimpin. Salah satu contoh, beliau pernah dirayu dengan tebusan yang tidak syar’i (seratus kambing dan seorang budak) oleh seorang bapak, agar putranya yang tersangkut kasus perzinaan dibebaskan dari hukuman syar’i.

Dari Abu Hurairah, Zaid bin Khalid dan Syibl: Berkatalah Rasulullah Saw. (kepada sang bapak), “Demi nyawaku yang ada di genggaman-Nya, sungguh aku akan memutuskan perkara di antara kalian berdasarkan Alquran. Seratus kambing dan budak dikembalikan lagi kepadamu. Atas putramu adalah hukuman cambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun…” (HR Ibnu Majah).

Ini menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. hanya menjadikan Islam dan syariahnya sebagai dasar dalam menjalankan roda pemerintahan. 

Selain itu, beliau juga mampu menyatukan masyarakat yang beliau pimpin dengan ikatan yang kokoh, yakni ikatan akidah Islam yang terwujud dalam bentuk
ukhuwwah islamiyyah. Sekaligus melenyapkan ikatan-ikatan ashabiyyah jâhiliyah, seperti ikatan kesukuan dan kebangsaan. 

Dengan ikatan akidah Islam, Rasulullah berhasil mendamaikan suku Aus dan Khajraz yang selama ini kerap bertikai. Dengan ikatan ini pula, Rasulullah SAW. mempersaudarakan sahabat Muhajirin dan Ansor. Padahal mereka sebelumnya tidak saling mengenal. Dengan ikatan ini juga, Rasulullah mampu menyatukan bangsa-bangsa Arab. 

Dalam kepemimpinannya beliau menjalankan misi agung menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Dengan begitu Islam dan penerapannya secara totalitas merambah ke berbagai negeri menebarkan rahmat di setiap jengkalnya.

Rasulullah Saw. bersabda: “Aku diperintahkan oleh Allah untuk memerangi manusia hingga mereka mau mengucapkan: Lâ ilâha illâ Allâh. Siapa saja yang mengucapkan Lâ ilâha illâ Allâh, berarti ia telah menyelamatkan harta dan nyawanya dariku, kecuali dengan jalan yang haq (menurut syariah Islam), sedang hisabnya di tangan Allah.” (HR Muslim)

Metode kepemimpinan Rasulullah SAW. ini terus dilanjutkan oleh para sahabat, juga oleh umat Islam setelahnya. Islam terus menyebar, bahkan menguasai 2/3 dunia. Hingga Islam bisa sampai ke Indonesia pun, tak lepas dari adanya peran kepemimpinan dalam Islam. 

Hanya saja, kita patut bersedih. Bangunan peradaban Islam yang telah mencapai puncak kegemilangan pada masanya, kini sudah tiada lagi. Sejak Musthafa Kemal meruntuhkan Khilafah Ustmaniyyah pada tahun 1924 M, umat Islam tercerai berai menjadi beberapa negara. Hembusan nasionalisme negatif yang terus diopinikan musuh-musuh Islam telah berhasil membuat umat Islam merasa asing dengan sesama saudaranya yang berlainan negara.

Selain berhasil memasukkan ide nasionalisme, mereka juga berhasil membuat kaum muslim lupa dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Sehingga hari ini, banyak umat Islam yang merasa asing dengan ajaran Islam. Misalnya saja, mereka lebih senang menjalankan sistem demokrasi, namun enggan menjalankan sistem Khilafah seperti yang dijalankan Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali ridhwanullah 'alaihim. 

Oleh karena itu, selayaknya bulan Maulid Nabi saw. menjadi momen untuk memompa semangat dalam meneladani beliau. Salah satunya dengan berjuang meneruskan kembali kepemimpinan yang telah diwariskan oleh Rasulullah saw. Semoga peradaban Islam segera terwujud, agar rahmat Islam terus menyebar ke seluruh dunia. Wallahua'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post