Oleh: Fadhilah Rahmawati, S.P
UU Cipta Kerja disahkan DPR melalui Rapat Paripurna, Senin (5/10). Selain menuai kritik dari kalangan buruh, aktivis lingkunganpun banyak memprotes aturan tersebut yang dinilai mengabaikan lingkungan. Bagaimanakah isi UU ciptaker omnibuslaw yang yang banyak diprotes oleh kaum buruh dan aktivis lingkungan? Di antaranya adalah sebagai berikut
Pertama, terkait upah minimum, dalam pasal 88C draft RUU berbunyi, Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman. Dan dijelaskan lebih lanjut bahwa upah minimum tersebut merupakan minimum provinsi. Pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2005, penetapan upah dilakukan di provinsi serta kabupaten/kota/ sehingga menetapkan UMP sebagai satu-satunya acuan besar nilai gaji.
Ketiga, penghapusan izin atau cuti khusus.
UU Cipta Kerja mengubah ketentuan cuti khusus atau izin yang
tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Penghapusan
izin atau cuti khusus antara lain untuk cuti atau tidak masuk saat haid hari
pertama, keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, pembaptisan anak, istri
melahirkan/keguguran dalam kandungan hingga adanya anggota keluarga dalam satu
rumah yang meninggal dunia.
Keempat outsourcing semakin tidak jelas. Omnibus law membuat nasib pekerja alih daya atau outsourcing semakin tidak jelas karena menghapus pasal 64 dan 65 UU Ketenagakerjaan yang mengatur tentang pekerja outsourcing. Adapun Pasal 64 UU Ketenagakerjaan berbunyi; Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerja kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Pasal 65 mengatur; (1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. Ayat (2) mengatur; pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebaga berikut: dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan tidak menghambat proses produksi secara langsung
Kelima, memberikan ruang bagi pengusaha mengontrak seorang pekerja tanpa batas waktu. Omnibus law cipta kerja akan memberikan ruang bagi pengusaha mengontrak seorang pekerja atau buruh tanpa batas waktu. UU Cipta Kerja ini menghapus ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal tersebut mengatur tentang aturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). PKWT hanya boleh dilakukan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun (www.suara.com/news/2020/08/14).
Keenam, membahayakan lingkungan. Pemberian izin lingkungan kini menjadi kewenangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak dapat lagi mengeluarkan rekomendasi izin apapun. Hal ini tercantum dalam Pasal 24 ayat 1 yang menyebutkan analisis mengenai dampak lingkungan atau Amdal menjadi dasar uji kelayakan lingkungan hidup oleh tim dari lembaga uji kelayakan pemerintah pusat.Sementara UU yang sebelunya Tim itu terdiri atas unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan ahli bersertifikat. Pemerintah pusat atau pemerintah daerah menetapkan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Keputusan ini akan menjadi syarat penerbitan perizinan berusaha dari pemerintah. Hal ini bertolak belakang dengan aturan sebelumnya. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 menyebutkan dokumen Amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangan. Jika tidak ada rekomendasi Amdal, maka izin lingkungan tak akan terbit (https://katadata.co.id/sortatobing/ekonomi-hijau).
Inilah UU ketenagakerhajaan hasil dari demokrasi kapitalis, yang dibuat oleh manusia dan akan menguntungkan para pemilik modal atau pengusaha, mendzolimi buruh dan mengancam kondisi lingkungan hidup. Inilah ciri khas demokrasi UU akan selalu berubah mengikuti pemilik modal yang berkepentingan. Seandainya memberikan solusi, sebagai tambal sulam, untuk menutupi kecacatannya. Bagaimana pengaturan hal demikian dalam islam? Tentunya berbeda 180 derajat, karena dalam islam UU dibuat oleh Allah Sang pencipta manusia dan kehidupan, yang merupakan aturan yang sempurna, yang mampu memberikan kesejahteraan kepada seluruh ummat manusia, sebagaimana islam telah diturunkan akan membawa rahmat bagi seluruh alam.
Bagaimana Islam Mengatur?
Pertama, jaminan pekerjaan kepada warga negara oleh khilafah. Negara menyediakan lapangan kerja yang memadai bagi warga negaranya, khususnya bagi setiap rakyat yang wajib bekerja dan menafkahi keluarganya (laki-laki). Setiap orang yang memiliki status kewarganegaraan di negara Islam (khilafah) dan memenuhi kualifikasi, baik laki-laki maupun perempuan, muslim maupun nonmuslim boleh menjadi pegawai di departemen, jawatan, atau unit-unit yang ada. Penyediaan lapangan pekerjaan ini dengan proyek-proyek produktif pengelolaan SDAE yang ditangani oleh negara, bukan diserahkan pada investor.
Kedua, Khilafah juga memastikan upah ditentukan berdasar manfaat
kerja yang dihasilkan oleh pekerja dan dinikmati oleh pengusaha/pemberi kerja
tanpa membebani pengusaha dengan jaminan sosial, kesehatan, dan JHT/pensiun. Ini mekanisme yang fair tanpa merugikan kedua belah pihak. Pengupahan dalam islam ada dua model yaitul: upah berdasar manfaat kerja dan manfaat
(kehadiran) orang. Pada model manfaat kerja, dimungkinkan upah dihitung
berdasar jam kerja. Bila sebentar bekerja, tentu lebih sedikit upahnya
dibanding yang jam kerjanya lebih lama.Tapi buruh maupun pengusaha dalam sistem
Islam tidak perlu terbebani biaya pendidikan, kesehatan, dan keamanan karena
semua ditanggung negara yakni Khilafah. Bahkan tidak ada pajak
mencekik.Khilafah haram memungut pajak kecuali dalam keadaan yang dibolehkan
syariat. Di dalam sistem inilah nampak keadilan penguasa baik terhadap pekerja
maupun pengusaha.
Ketiga, negara menyediakan secara gratis dan
berkualitas layanan kesehatan dan pendidikan untuk semua warga negara, baik
kaum buruh atau pengusaha. Sedangkan layanan transportasi, perumahan, BBM, dan
listrik tidak akan dikapitalisasi karena dikelola negara dengan prinsip riayah/pelayanan.
Keempat, negara dilarang menjadi tukang palak yang banyak memungut
pajak dan retribusi di segala lini. Negara dalam Islam adalah daulah riayah bukan daulah jibayah. Inilah sistem yang hari ini dibutuhkan kaum pekerja, yang menghadirkan
peran negara secara utuh untuk menjamin terpenuhinya hajat asasi rakyat. Bukan
hanya hadir untuk meregulasi hubungan harmonis tanpa konflik antara pekerja dan
pengusaha.
Kelima, Kebijakan Manajerial Perusahaan Yang
Melindungi Buruh. Pada tataran yang paling praktis, perusahaan
dan industri tempat bekerja menjadikan buruh bukan sebagai “sapi perahan” melainkan warga negara yang diakui
hak dan kewajibannya dalam melakukan produksi. Manajemen kerja buruh buruh di
perushaan swasta maupun BUMN juga dikontrol oleh negara. Seluruh perusahaan
harus tunduk ke dalam aturan umum tentang aktivitas kerja, penggajian, jam
kerja dan pemenuhan hak buruh. Perusahan wajib menjaga kesehatan buruh. Mereka
wajib menyediakan waktu sholat bagi buruh muslim dan kelayakan ibadah
bagi agama yang lainnya. Perusahaan wajib menyediakan pembianaan kepribadian
Islam bagi buruh muslim. Waalhua’lam bishowab
Post a Comment