Oleh: Ulfa Novitamala
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Belum juga pandemi teratasi, pemerintah
malah menghadiahi UU Omnibus Law untuk rakyatnya.
Pengesahan UU tersebut oleh anggota dewan secara tiba-tiba dan di tengah malam
pula, mengundang protes keras dari berbagai
pihak. Ada apa dibalik pengesahan UU ini?
Saat rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi
undang-undang pada 5 Oktober 2020 yang lalu. Anggota Fraksi Partai Demokrat,
Benny K Harman menilai, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sudah sewenang-wenang
dalam memimpin forum tersebut, “Kami tidak dikasih kesempatan untuk menyampaikan
pandangan.” (suara.com, 6/10/2020)
Benar, hal ini sudah kesewenang-wenangan,
jauh sebelum pengesahan ini, masyarakat dari berbagai elemen sudah menolak RUU
ini. Namun tidak digubris,ibarat anjing menggonggong kafilah
berlalu. Kalau jeritan dan aspirasi rakyat tak
didengar, jadi sebenarnya DPR itu mewakili
siapa?
Meski pemerintah berdalih untuk kemaslahatan masyarakat, namun
faktanya UU ini loyal dalam memuluskan kepentingan pengusaha/korporat.
Omnibus Law dan Dharar yang Harus dihilangkan
Dengan adanya UU Omnibus Law Cipta Kerja ini, perusahaan
kapitalis asing yang sudah lama menikmati kekayaan alam Indonesia makin
leluasa masuk dan menguasai aset-aset berharga Indonesia.
Pasal yang sangat krusial yang membuka pintu masuk asing ada di
pasal 38, perubahan UU Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dalam UU Cipta Kerja ini
memberi kemudahan bagi orang asing meski bukan pelaku usaha di KEK.
Bahkan memberikan fasilitas imigrasi dan keamanan bagi pendatang
asing tersebut masuk ke Indonesia melalui Kawasan Ekonomi Khusus. Padahal, di UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus, fasilitas hanya diberikan
pelaku usaha yang memiliki perizinan di KEK. Baik di bidang perindustrian ataupun perdagangan.
Omnibus Law ini juga menghapus ketentuan tentang produksi senjata dan
peralatan perang yang tertutup bagi penanaman modal asing. Artinya, terbuka
peluang penanaman modal asing pada Industri Pertahanan Keamanan Nasional. Ini
termaktub dalam Pasal 12, perubahan UU Penanaman Modal.
Masih di pasal 12 tersebut, UU Cipta Kerja ini telah menghapus
ketentuan tentang bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal dengan
persyaratan. Ketentuan tersebut selama ini melindungi UMKM (Usaha Mikro Kecil
Menengah) dari penguasaan usaha bermodal besar. Kini persyaratan itu dihapus,
hilang sudah perlindungan untuk Usaha Kecil Menengah (UMKM), akibat hilangnya
bidang usaha yang khusus dicadangkan bagi UMKM.
Bab yang krusial juga dalam UU Cipta Kerja ini adalah Bab 10
tentang Investasi Pemerintah Pusat, yang melahirkan lembaga baru bernama
Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Ada potensi hilangnya hak pengelolaan Negara
atas aset-aset dan kekayaan Negara, dengan berubahnya frasa “aset negara”
menjadi “aset lembaga” dan frasa “kerugian Negara” menjadi “kerugian lembaga”.
Aset Negara termasuk didalamnya aset BUMN dan kekayaan alam bangsa.
Bila dalam melaksanakan tugasnya, LPI tidak dapat mengelola
investasinya dengan baik ataupun mengalami kejadian luar biasa yang tidak mampu
diprediksi sebelumnya, Negara dapat kehilangan aset-asetnya yang berharga.
Potensi pelanggaran terhadap konstitusi juga terlihat dari pasal
yang memberikan kekebalan hukum kepada pengurus dan pegawai Lembaga Pengelola
Investasi (LPI) dalam Pelaksanaan tugas dan kewenangannya yang tidak bisa
dituntut/digugat baik secara pidana maupun perdata.
Masih di Bab 10 tentang Investasi
Pemerintah Pusat, terdapat potensi pelanggaran terhadap prinsip Ketatanegaraan
dengan hilangnya status “Penyelenggara Negara” pada pegawai Lembaga Pengelola
Investasi (LPI) yang mengelola aset dan kekayaan Negara. Padahal mereka adalah
orang yang diberi kewenangan mengelola uang Negara dan menerima gaji dari
Negara, seharusnya mereka termasuk penyelenggara Negara. .
Pasal-pasal tentang Ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja juga sangat
merugikan buruh Indonesia. Padahal dari namanya saja, UU ini untuk menciptakan
lapangan kerja, tapi lapangan kerja untuk siapa sebenarnya?
Beberapa kritik terhadap Omnibus
Law Bab Ketenagakerjaan adalah terkait uang pesangon, penetapan berdasarkan
UMP saja dan menghilangkan UMK, upah buruh persatuan kerja (bisa per jam),
hilangnya sanksi pidana bagi pengusaha yang membayar upah di bawah UMP,
outsourcing dengan kontrak seumur hidup, aturan PHK, terkait jaminan sosial dan
kesejahteraan, tenaga kasar asing bebas masuk, termasuk terkait ketetapan cuti,
libur dan istirahat.
Masalah ketenagakerjaan sebenarnya sedikit kompleks. Karena saat
ini ada dalam sistem kapitalis. Dalam Islam, hubungan buruh dan majikan adalah
terikat dengan akad-akad tertentu dan sesuai keridhoan. Nilai upah sesuai
dengan kesepakatan berdasarkan kompetensi buruh. Adapun jaminan kehidupan buruh
menjadi tanggung jawab negara. Saat ini nasib buruh dibiarkan kepada
masing-masing dan hidupnya dibebankan kepada perusahaan. Negara hanya membuat
regulasi seperti penetapan UMR.
Haram
Berlaku Dharar
Dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidak berbuat bahaya
dan membahayakan orang lain.” (Hadits hasan, HR. Ibnu Majah, no. 2340)
Menurut
riwayat al-Hakim dan al-Baihaqi: “Barang siapa membahayakan orang lain, maka Allah akan membalas bahaya
kepadanya dan barang siapa menyusahkan atau
menyulitkan orang lain, maka Allah akan menyulitkannya.”
Penetapan Omnibus
Law senyatanya adalah dharar yang
dilakukan negara kepada rakyatnya. Sejak awal kesejahteraan kaum buruh
diserahkan kepada pengusaha, padahal itu seharusnya peran negara. Namun
sekarang, perlindungan itu dicabut tanpa ada penggantinya. Katanya membuka
lapangan kerja, tapi ternyata bukan untuk rakyatnya sendiri. Aset-aset negara
dan kekayaan alam berpotensi dikuasai korporasi kapitalistik karena
pengelolaannya dialihkan kepada lembaga. Masih berderet kebahayaan yang bisa
ditimbulkan UU Cipta Kerja ini, entah apa yang akan tersisa untuk generasi
bangsa berikutnya.
Duhai
kaum muslimin, masih belum saatnya kah berpaling dari sistem kapitalistik yang
membelenggu ini? Belum saatnya kah untuk mempelajari perangkat aturan dalam
Islam yang ada di dalam Alquran yang kita baca setiap hari dan di dalam
kitab-kitab hadits? Jangan dikira
kesengsaraan dan kezaliman saat ini tidak bisa lebih buruk lagi, bisa dan
sangat bisa.
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit” (Terjemah QS. Ath-Thaha: 124
Post a Comment