Wanita, Pilar Peradaban Gemilang


Oleh: Sadiah, S. Pd
Pendidik dan Ibu Rumah Tangga

"Wanita adalah tiang negara" begitulah julukan yang disematkan kepada wanita. Karena ia mempunyai peranan penting dalam menentukan maju tidaknya suatu negara. Dari tangannya lah terlahir generasi penentu masa depan. Baik buruknya generasi tergantung dari didikannya. Jika dia mampu memainkan perannya sebagai ibu dengan baik, maka akan terlahir generasi baik yang mampu memimpin masa depan bangsa. Begitu pun sebaliknya. Itulah mengapa, wanita sangatlah dimuliakan oleh Allah karena perannya tak bisa dipandang sebelah mata.

Dilansir dari media pikiranrakyat.com, pada Senin 17 Agustus 2020  telah diadakan diskusi Sawala Aksi Wanoja Sunda (Sawanda) di Aula Redaksi PR di Jalan Asia Afrika, dengan mengangkat tema "Wanita Sunda sebagai Ibu Peradaban untuk Indonesia". Dalam diskusi tersebut mengajak wanita Sunda berperan aktif semisal dalam aspek pendidikan, ekonomi dan politik. Ini karena kenyataannya masih banyak wanita yang tidak berdaya karena kemiskinan dan kebodohan.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Ina Primiana mengatakan ada dua hal yang harus dilakukan wanoja Sunda agar mampu menjadi ibu peradaban, sehingga akan memutus rantai kemiskinan dan kebodohan. Pertama, dengan terus melanjutkan pendidikan. Saat ini, kata Ina, rata-rata perempuan di Jawa Barat, hanya lulusan SD dan SMP. Kedua, hindari meninggalkan keluarga untuk bekerja.

Jika kita cermati, diskusi  ataupun kebijakan yang dilakukan demi memotivasi kaum wanita di segala bidang mengarah pada aktivitas modernisasi sesuai arahan demokrasi kapitalis. Melalui para feminis, kaum wanita terperdaya opini bahwa wanita harus kuat, mandiri, dan berdaya. Wanita dikatakan berdaya ketika ia menguasai berbagai bidang ilmu, mampu bekerja dan menghasilkan uang. Sehingga tak sedikit dari wanita yang lebih memilih aktif di ranah publik dibanding ranah domestik.

Kaum feminis nampaknya berhasil menghasut kaum wanita untuk mengikuti agendanya. Kini, wanita sebagai "tiang negara" tak lagi berdaya karena sosoknya banyak tergerus oleh kebebasan palsu yang disisipkan oleh mereka. Wanita bebas untuk menentukan nasibnya sendiri. Kemajuan dalam makna kapitalis sekuler akhirnya membuat kaum wanita memiliki peran ganda, bahkan bisa menjauhkan tugas utama sebagai ummu warabatul bayt. Terpinggirkannya tugas utama wanita sebagai ibu dan pengurus rumah tangga berdampak buruk pada aspek sosial kemasyarakatan. Kurangnya kasih sayang dan pengasuhan seorang ibu berefek maraknya kasus penelantaran anak, konflik sosial antara remaja, pergaulan bebas, pornografi, pornoaksi, dan narkoba. 

Beratnya tekanan ekonomi memaksa wanita bekerja keras. Hal ini ternyata berdampak buruk pada tingginya kasus kekerasan, gugatan cerai dari pihak istri, dan depresi. Diketahui dari laman Suara.com (31/8/2020) menurut data pada bulan Juni dan Juli 2020, jumlah perceraian meningkat menjadi 57 ribu kasus dengan 80 persen kasus gugatan cerai yang masuk ke Pengadilan Agama diajukan oleh pihak istri.

Berdasarkan paparan di atas, jelaslah bahwa solusi yang ditawarkan kapitalisme menjadikan wanita sebagai penopang perekonomian merupakan jalan keluar yang jahat dan sesat. Pemberdayaan wanita juga bukan solusi dari sekian banyak permasalahan yang menimpa wanita saat ini. Sebaliknya, solusi yang ditawarkan kapitalis justru menciptakan masalah baru. Di samping telah menjauhkan fitrah wanita sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.

Sungguh miris, dalam pusaran kapitalis sekuler wanita hanya dijadikan sebagai mesin kapital yang mencabut dari fitrahnya. Dan terbukti menghasilkan krisis dalam kehidupan keluarga, kerusakan masyarakat dan kehancuran bangsa.

Berbeda dengan Islam, yang menetapkan  bahwa peran negara secara sistemik sangat dibutuhkan dalam terwujudnya peradaban gemilang. Islam dan syariatnya telah mengajarkan hak dan kewajiban masing-masing individu di ranah keluarga, masyarakat, dan negara secara sistematis hingga peradaban mulia terwujud.

Islam memberikan solusi yang mampu mengangkat martabat wanita, memberikan keadilan dan kesejahteraan tanpa diskriminasi dan mencabut fitrahnya sebagai ummu warabbatul bayt. Kemuliaan wanita terletak ketika ia mampu menjalankan perannya sebagai ibu yang melahirkan, mengasuh, mendidik, dan mencetak anak-anaknya sebagai calon pemimpin umat dan penjaga peradaban mulia. Selain itu, ia pun mampu menjadi manager yang mengurus dan mengatur rumah tangganya, serta mampu menjadi relasi yang baik bagi suaminya.

Tak hanya di ranah domestik, Islam pun tidak menghalangi wanita untuk berkiprah di ranah publik. Seorang wanita diberikan hak untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi, pertanian, perdagangan dan industri. Ia berhak mengembangkan harta, mengenyam  pendidikan tinggi, dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Dalam politik, Islam memberikan hak kepada wanita untuk memilih seorang pemimpin, memilih dan dipilih menjadi anggota majelis umat, berbai'at kepada pemimpin (khalifah). 

Oleh karena itu, negara mempunyai peran dalam memberikan kemaslahatan publik kepada kaum wanita. Negara berhak untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Negara berhak memberikan pendidikan yang berkualitas, kesehatan, dan keamanan. Hal ini karena wanita memiliki posisi strategis dalam membangun peradaban. Dengan kecerdasan serta kontribusinya untuk Islam, wanita dapat membangun peradaban gemilang.

Sebagaimana wanita pada masa kejayaan Islam yang tergambar pada sosok istri Rasulullah, Khadijah ra. Beliaulah salah satu sumber kekuatan Rasulullah dalam mengemban risalah Islam, pendukung perjuangan dakwan Islam dalam suka dan duka. Sosok lainnya, yaitu asy Syifa, seorang qadhi hisbah di masa Khalifah Umar bin Khathtab. Ia adalah seorang qadhi yang tegas dalam mengadili. Selain itu, ada al Khansa binti Amru, seorang ibu yang rela melepas ke empat anaknya untuk berjihad, hingga semuanya syahid di medan perang. Dan masih banyak lagi kisah shahabiyah yang mempunyai peran besar dalam memajukan peradaban bangsa.

Demikianlah, Islam sangat memuliakan wanita. Dalam pandangan Islam wanita dan pria mempunyai kedudukan yang sama. Keduanya mendapat perlakuan yang sama sesuai batas kemampuan dan kodrat masing-masing. Sehingga, sejatinya tidak ada yang lebih unggul dari keduanya kecuali atas dasar ketakwaannya di sisi Allah Swt., sebagaimana firman-Nya.:

"Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita, sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun.” (QS. An-Nisa: 124)

Oleh karena itu, sudah saatnya Islam kaffah diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Hanya dengan Islam dan aturannya fitrah wanita akan terpelihara. Fitrah sebagai istri, ibu dan pengatur rumah tangga. Dengan Islam wanita akan mampu mencetak generasi tangguh, generasi yang mampu mewujudkan peradaban yang gemilang.
Wallahu a'lam bi ash shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post