Tak perlu PSBB ulang, Islam Kaffah solusi ulung


Oleh : Ummu Almee

Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperketat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bisa berimplikasi luas. Termasuk kemungkinan bertambahnya kelompok masyarakat yang terdampak sehingga membutuhkan bantuan sosial (bansos). Menteri Sosial Juliari P. Batubara menyatakan muncul kebutuhan penanganan terhadap masyarakat yang terdampak dalam bentuk bantuan sosial, tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. "Bila keputusannya adalah menambah bansos sejalan dengan pengetatan PSBB, maka itu bukan keputusan yang mudah. Dibutuhkan kajian mendalam dan koordinasi yang tinggi," kata Juliari dalam keterangan tertulis, Minggu (13/9/2020). Menurut dia, ada dua aspek penting yang perlu dikalkulasi terkait bila diperlukan bansos tambahan, yakni penentuan target bantuan dan juga kesiapan anggaran. Dua aspek tersebut membutuhkan telaah mendalam dan koordinasi. "Jadi ini tidak bisa mendadak. Kementerian Sosial bersikap menunggu arahan Presiden Joko Widodo. Kalau opsinya adalah menambah bansos, kami siap saja. Prinsipnya Kementerian Sosial siap melaksanakan arahan Presiden," ungkapnya. Juliari memastikan akan ada langkah-langkah koordinasi dengan Pemprov DKI bila memang Presiden memerintahkan penguatan program jaring pengaman sosial (JPS). Hingga hari ini, lanjutnya, Kementerian Sosial belum akan mengambil kebijakan tertentu, sejalan dengan pengetatan PSBB Pemprov DKI. (detik.com)

Rencana pemerintah DKI Jakarta memperketat PSBB dianggap opsi buruk karena menabrak realita kegagalan pemerintah. Walaupun selalu diserukan narasi patuhi protokol kesehatan, namun tampaknya hal itu tak banyak memberi efek. Sebab fakta membuktikan pasien terus berjatuhan bahkan beberapa rumah sakit overload, ditambah para tenaga medis yang juga berguguran. Seharusnya melihat situasi darurat seperti ini, pemerintah segera membuat terobosan penanganan untuk memutus mata rantai penyebaran dan memperketat aturan kesehatan termasuk meningkatkan anggaran penanganan terhadap kasus Covid-19. Secara logis menyediakan fasilitas kesehatan terbaik adalah pilihan  yang semestinya diambil sejak awal untuk menghentikan sebaran virus. Namun, yang dapat dilakukan pemerintah hanya sampai pada menghindari. Oleh karenanya ketercapaian pemenuhan ini dianggap gagal, hal ini tak heran terjadi mengingat sistem yang berlaku saat ini adalah kapitalisme-sekularisme yang pondasi utamanya adalah asas manfaat. Sehingga segala sesuatu diukur dengan uang dan keuntungan. Yang tentu tidak sama sekali berpihak pada rakyat.

Berbeda dengan Islam dalam mengentaskan masalah sebaran wabah. Karantina pembawa virus dan area tertentu yang menjadi sumber sebaran inilah yang direkomendasikan Islam, bukan lockdown total (blanket lock down). Islam selalu menunjukkan keunggulannya sebagai agama sekaligus ideologi yang lengkap. Islam mengatur semua hal dan memberikan solusi atas segenap persoalan. Islam telah lebih dulu dari masyarakat modern membangun ide karantina untuk mengatasi wabah penyakit menular.

Dalam sejarah, wabah penyakit menular pernah terjadi pada masa Rasulullah saw. Wabah itu ialah kusta yang menular dan mematikan sebelum diketahui obatnya. Untuk mengatasi wabah tersebut, salah satu upaya Rasulullah saw. adalah menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita. Ketika itu Rasulullah saw. memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat para penderita kusta tersebut. Beliau bersabda:
‏ لاَ تُدِيمُوا النَّظَرَ إِلَى الْمَجْذُومِينَ
Janganlah kalian terus-menerus melihat orang yang mengidap penyakit kusta (HR al-Bukhari).

Dengan demikian, metode karantina sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah saw. untuk mencegah wabah penyakit menular menjalar ke wilayah lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Rasul saw. membangun tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah. Peringatan kehati-hatian pada penyakit kusta juga dikenal luas pada masa hidup Rasulullah saw. Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Jauhilah orang yang terkena kusta, seperti kamu menjauhi singa.” (HR al-Bukhari).

Rasulullah saw. juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninginggalkan tempat itu (HR al-Bukhari).

Selain itu Islam mengharuskan negara untuk mengurus rakyat dan memastikan setiap individu rakyat terpenuhi kebutuhan dasarnya secara layak setiap saat, lebih-lebih pada masa pandemi. Islam mewajibkan negara untuk mengelola semua sumber daya alam yang dimilikinya untuk kesejahteraan rakyat. Ini adalah kunci rahasia bagi terwujudnya kemampuan finansial negara secara memadai. Utamanya untuk pelaksanaan berbagai fungsi pentingnya dalam wabah, yang tentu saja membutuhkan biaya tidak sedikit. Pengelolaan sumber daya alam oleh negara kedudukannya sebagai harta milik umum dan salah satu sumber pembiayaan penanganan wabah berbasis baitulmal yang bersifat mutlak.

Demikianlah sedikit gambaran ketika syariat Islam diterapkan secara keseluruhan (kaffah) dalam lini kehidupan, yang akan membawa kita pada kehidupan yang sejahtera. Maka hanya dengan Islam yang mengatur kehidupan manusia, rahmatan lil alamin akan terasa di tengah-tengah umat. Wallahu’alam Bisshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post