Tak Ada Ruang Bagi Ulama Dalam Demokrasi Sekuler


Oleh: Reski Pratika, Amd. BA, SH 
(Aktivis Intelektual Muslimah)

Dalam sepekan ini kasus penusukan terhadap Syekh Ali Jaber yang dilakukan oleh orang gila viral di jagad dunia maya dan menjadi perbincangan di ranah publik. Bahkan beberapa tokoh nasional ikut angkat bicara. Mahfud MD misalnya, selaku Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam).

Kata Mahfud melalui keterangan tertulis: “Pemerintah menjamin kebebasan ulama untuk terus berdakwah amar makruf nahi munkar. Dan Saya menginstruksikan agar semua aparat menjamin keamanan kepada para ulama yang berdakwah dengan tetap mengikuti protokol kesehatan di era COVID-19,” (viva.co.id/ Ahad, 13 September 2020).
Begitupun dengan Wakil Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menyampaikan kecaman keras terhadap kejadian penusukan yang menimpa Syekh Ali Jaber. Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini pun meminta pihak aparat agar mengusut tuntas kasus tersebut. 

“Mengecam keras penusukan terhadap Syekh Ali Jaber. Saya meminta aparat untuk mengusut tuntas motif di balik penusukan ini. Sangat mungkin ini kejadian terencana dan rasanya Tidak mungkin dilakukan orang gila/tidak waras,” ujar Zulkifli Hasan melalui akun twitternya. (Hidayahtullah.com/ Ahad, 13 September 2020).

Namun pernyataan dan kecaman tersebut tidak menjadi parameter perlindungan terhadap ulama yang melakukan tugas dakwah. Karena fakta justru menegaskan, banyak ulama dipersekusi karena mendakwahkan Islam dan mengoreksi praktik kezaliman rezim.

Setidaknya lebih dari 5 kasus yang terjadi dalam kurun waktu dua tahun kebelakang yang menimpa para ulama dan imam mesjid yang menyebabkan luka para bahkan sampai meninggal dunia. Para pelaku tindak kriminal tersebut diduga dan terferifikasi sebagai orang gila.

Dua bulan lalu, sebelum penusukan terhadap Syekh Ali Jaber, penyerangan terhadap ulama juga terjadi di Pekanbaru, Riau. Korbannya adalah Imam Masjid Al Falah Darul Muttaqin, Ustaz Yazid. Ia ditusuk oleh jamaahnya menggunakan pisau saat memimpin doa usai salat Isya berjamaah, Kamis (23/7/2020) malam. Pelaku berinisial IM merupakan salah seorang warga yang sering dirukiah oleh Ustaz Yazid. Belakangan, menurut polisi pelaku penusukan terhadap Ustaz Yazid diduga merupakan orang gila sebab sering dirukyah.

Pengurus Persis di Cigondewah, Bandung, Jawa Barat, H.R Prawoto meninggal dunia usai dianiaya oleh AM (45) tetangganya sendiri pada awal 2018 lalu. Dari pemeriksaan pelaku mengalami gangguan jiwa. Insiden berawal saat pelaku mencongkel rumah korban yang berhasil dipergoki oleh korban. Saat ditanya oleh korban, pelaku justru mengamuk dan menyerang korban.

Seorang pria diduga gila menyerang seorang pengurus Ponpes Karangasem, Lamongan, Jawa Timur, bernama Kiai Hakam Mubarok pada Minggu (18/2/2018). Beruntung korban tak mengalami luka serius. Kejadian bermula saat pria tersebut tidur di pendopo Ponpes. Saat diminta untuk pindah, pria itu mengamuk dan menyerang korban.

Seorang pria berinisial MZ (40) mengamuk di Masjid Baitur Rohim, Karangsari, Tuban pada Selasa (13/2/2018). Pria itu merusak kaca masjid hingga hancur berkeping-keping. Dari hasil pemeriksaan dipastikan pelaku mengalami gangguan kejiwaan berat. Korban dipukuli menggunakan potongan pipa besi hingga mengalami luka patah tangan kiri dan luka terbuka di kepala. Korban sempat menjalani perawatan intensif namun akhirnya nyawanya tak tertolong. (Suarajatim.id/ Senin, 14 September 2020)

Kasus-kasus tersebut diatas jelas menunjukkan bahwa ulama dalam rezim hari ini tidak mendapatkan perlindungan. Begitulah wajah asli dibalik topeng sekularisme, yaitu suatu paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Orang-orang yang mempunyai kendali dan oknum-oknum tertentu sangat tidak menyukai para ulama yang mendakwakan kebaikan apalagi jika seruan tersebut mengarahkan manusia untuk menerapkan semua ajaran Islam dalam lini kehidupan. 

Orang-orang yang haus kuasa tersebut akan menggunakan segala macam cara. Baik itu serangan secara fisik, mental maupun merusak citra para ulama dan para pengemban dakwah di mata masyarakat. Tidak terhitung ulama yang dikriminalisasi dan dibuatkan kasus sehingga harus berurusan dengan hukum.

Dalam sistem demokrasi-sekuler bukan hanya ulama yang diberangus tetapi juga para altivias intelektual, para profesional, para aktivis dakwah, dan orang-orang yang berpijak pada opisisi. Mereka dikerdilkan sedemikian rupa agar tidak menjadi batu sandungan bagi rezim yang berkuasa. Bahkan dengan mudahnya menghilangkan nyawa terhadap orang-orang yang tidak bisa dikekang dan dibeli dengan uang. 

Anehnya hanya ulama dan pengemban dakwah Islam yang dijadikan sasaran. Hal tersebut jelas karena hanya Islam lah satu-satunya agama yang tidak hanya mengatur ibadah-ibadah mahdhah semata tetapi juga mengatur aturan terkait muamalah antar manusia seperti bidang kesehatan dan pendidikan, pergaulan antar pria dan wanita, perekonomian, perpolitikan, bahkan hubungan internasional dengan negara-negara kufur.

Yang demikian itulah sangat dibenci dan ditakuti para pencita dunia karena akan menganggu eksistensi dan kendalinya terhadap dunia. Dan hanya ulama-ulama serta para pengemban dakwahlah yang berani dengan lantang mengatakan didepan para penguasa dzolim bahwa yang haq adalah haq dan batil akan tetap batil, tidak bisa dicampuradukkan hanya sekedar untuk memuasakan hawa nafsu.

Oleh sebab itu dibutuhkan ulama-ulama yang lurus serta para pengemban dakwah yang ikhlas. Akan tetapi Para ulama dan pengemban dakwah tidak hanya membutuhkan perlindungan dari teror/ancaman fisik saat berdakwah. Namun lebih besar dari itu juga membutuhkan system yang kondusif agar dakwahnya bisa menghantar pada kesadaran untuk Islam kaffah. 

Post a Comment

Previous Post Next Post