SOLUTIFKAH STIMULUS UMKM MENGHADAPI RESESI?


Penulis : Tri Yuliani
Ibu Rumah Tangga

Tak ada terobosan baru atas solusi jangka pendek tahun 2020-2021 yang digagas pemerintah dalam menghadapi resesi ekonomi.  Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi pada kuartal III-2020 masih minus 2 atau 1 persen, menyusul kontraksi ekonomi -5,32 persen di kuartal II sehingga pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut di tahun yang sama menjadi penanda resesi ekonomi.  Namun rezim hari ini tetap menjalankan resep lembaga global yaitu melanjutkan program bantuan sosial serta program penjaminan modal dan transformasi ekonomi untuk UMKM. Bentuk bantuan Pemerintah Pusat dengan memberikan bantuan produktif usaha kepada 12 juta pelaku UMKM dengan modal usaha senilai Rp 2,4 juta.  Propinsi Jawa Barat melalui Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil (KUK), Kusmana Hartadji mengatakan, hingga saat ini sebanyak 1.003.443 dari target 2 juta pelaku UMKM di Jabar sudah terdaftar untuk mendapatkan bantuan. Usulan tersebut kata beliau sudah disampaikan ke Pemerintah Pusat dan saat ini tengah dilakukan verifikasi.  Bantuan untuk tahap pertama sampai Agustus kemarin baru 4,1 juta UMKM, September ini 9,1 juta dan sisanya nanti Oktober direalisasikan. Pernyataan ini disampaikan saat On Air di radio PRFM 107.5 News Channel, Jumat 4 September 2020).

UMKM merupakan salah satu strategi yang dibidik oleh pemerintah untuk menangani resesi sebagaimana terjadi saat krisis moneter tahun 1997-1998, dimana usaha mikro terbukti mampu bertahan dan menyelamatkan ekonomi. Dengan menghidupkan UMKM, pemerintah cukup memberi stimulus dan perannya sebagai regulator, bukan penanggung jawab penuh atas kesulitan rakyatnya.  Apalagi data Kemenkop dan UKM tahun 2017-2018 menunjukkan 99,99 persen usaha di Indonesia adalah UMKM  dan UMKM terbukti mampu memberikan kontribusi 60,3 persen untuk PDB Indonesia, menyerap 97 persen tenaga kerja serta menyediakan 99 persen lapangan kerja.  Di era Revolusi Industri 4.0 ini, sebagai regulator, pemerintah cukup membuka link bagi pelaku UMKM dan korporasi penyedia kredit usaha, provider layanan daring, atau pemilik marketplace. Selebihnya, para wirausahawan itu akan berjibaku sendiri menentukan perjalanan usahanya.  

Sebagaimana  imbauan yang disampaikan oleh Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki kepada para pelaku UMKM untuk segera terjun ke pasar digital untuk memanfaatkan platform digital. Dengan memberikan pelatihan pasar digital kepada UMKM dan korban PHK akibat pandemi, mereka diharapkan mampu membuka usaha menjadi reseller atau online marketer.  Selain hal di atas Kemenkop-UMKM juga mengembangkan program Kakak Asuh UMKM yang akan memberikan panduan tentang cara bertahan dan berjualan di platform e-commerce serta meluncurkan website khusus -edukukm.id- sebagai pelatihan daring gratis bagi pelaku UMKM.  Transaksi e-commerce rata-rata mengalami kenaikan sebesar 26 persen dengan 3,1 juta pelaku yang bertransaksi per harinya.  Fakta ini menunjukkan bahwa pasar digital memang menjanjikan pertumbuhan ekonomi dan Indonesia termasuk pasar raksasa yang amat diminati korporasi global.

Ketika kolapsnya sektor finansial dan moneter ternyata sektor riil terbukti mampu menjadi andalan utama saat terjadinya krisis.  UMKM dalam sistem kapitalisme hanya ditempatkan sebagai mesin ekonomi agar mampu bertahan ketika pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa.  Dengan berkembangnya UMKM akan mampu merekrut pengangguran yang ada di sekelilingnya bahkan turut menggiatkan sektor nonformal seperti jasa ojek, pengiriman barang atau penjualan di warung kelontong.  Dengan mentereng disebut ekonomi kreatif bagi orang-orang yang berjualan makanan ataupun keperluan rumah tangga bakal mampu mendongkrak konsumsi warga dan pada akhirnya akan menggairahkan pertumbuhan ekonomi skala mikro.  Ditambah dengan kehadiran pasar digital tentu bakal meningkatkan peluang pemasaran produk UMKM. Demi mewujudkan ambisi Indonesia sebagai 10 besar ekonomi di tahun 2030, Kementerian Perindustrian telah merancang Making Indonesia 4.0 sebagai roadmap Industri 4.0. Padahal usaha pemerintah ini bukan sedang bekerja demi kemakmuran atau kesejahteraan rakyatnya namun justru menggelar karpet merah untuk MNC global yang menguasai teknologi siber dan teknologi otomatisasi.  Karena  sesungguhnya merekalah yang menentukan road map industry dunia dan sekaligus mengendalikannya demi keuntungan mereka sendiri.

Upaya penyelamatan ekonomi dengan mendongkrak pertumbuhan ekonomi melalui UMKM, tidak bakal menuntaskan problem ekonomi. Ibaratnya, solusi itu hanya menjadi panasea –obat pereda nyeri semata-, bukan menghilangkan sumber penyakit utama. Apalagi stimulus yang diberikan pemerintah untuk UMKM berasal dari utang. Sangat berbahaya ketika utang terus menumpuk, terlebih utang riba yang Allah Swt. haramkan. Pengaturan APBN pun akan ikut terganggu. Sisi lain secara makro, ekonomi masih terganggu diakibatkan fundamental ekonominya terlanjur rusak bahkan cacat sejak kelahirannya, hal ini luput dari perhatian pemerintah. Penerapan sistem kapitalisme yang menjadi sumber penyakit utama resesi ekonomi telah membuat manusia serakah, menghalalkan segala cara, perusakan lingkungan dll, sekaligus gagal dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi semua manusia.  Apalagi saat kelemahan ekonomi fundamental –akibat deraan krisis bertubi-tubi secara berkala- berpadu dengan pandemi yang merata di seluruh dunia, cukup menghancurkan bangunan ekonomi kapitalis. Ini disebabkan karena sistem ini ditopang sistem perbankan berbasis riba, sektor non riil yang melahirkan institusi pasar modal dan perseroan terbatas, yang menjadi tumpuan pembiayaan pembangunan dari utang luar negeri serta sistem moneter yang tidak disandarkan pada emas dan perak. 

Selain itu pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang merupakan milik rakyat dan kebutuhan publik diprivatisasi para pemodal yang bersekutu dengan rezim-rezim korup.  Padahal seharusnya kekayaan alam ini merupakan salah satu solusi dalam penanganan krisis dan resesi sehingga rakyat khususnya perempuan tidak harus memeras keringat demi memenuhi nafkahnya pada saat ancaman virus Corona masih mengintai mereka.  Di sisi lain dengan diberdayakannya kaum perempuan secara massif di sektor-sektor ekonomi akan menjadikan kaum perempuan melupakan tanggung jawabnya sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.  Ketika fungsi ini tidak berjalan sebagaimana mestinya maka mengakibatkan berbagai masalah diantaranya meningkatnya angka perceraian, kekerasan dalam rumah tangga juga kenakalan remaja seperti tawuran, narkoba, pergaulan bebas dll. Jika saja SDA di seluruh negeri Muslim dikelola sesuai sistem politik ekonomi Islam, niscaya seluruh Muslim memiliki sumber daya yang cukup untuk bertahan bahkan memberikan mereka peluang untuk mengongkosi segala keperluan ekonomi dan kesehatan sekalipun diberlakukan lockdown.  Di dalam buku Emerging World Order The Islamic Khilafah State, karya Jafar Muhammad Abu Abdullah menyebutkan, bila ditegakkan Khilafah masa depan akan menguasai potensi alam yang begitu besar seperti minyak bumi, gas, uranium, kekayaan laut dll. Namun pemanfaatan semua SDA itu untuk kekayaan umat, hanya bisa terjadi bila semua negeri Muslim itu dipersatukan dalam Khilafah Islamiyah. Karena Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi yang bersumber dari nas-nas syariat Islam yang mampu untuk menopang semua kebutuhan rakyat yang harus di-ri’ayah (diurus), dipastikan tercukupi kebutuhan orang per orang melalui sumber kekayaan yang berasal dari pemanfaatan SDA yang dimiliki kaum Muslimin.  Oleh sebab itu SDA itu tak akan pernah dijual atau dianeksasi oleh cukong sebagaimana kondisi hari ini. Karena Khilafah mengharamkan pengambil alihan SDA yang notabene milik umum menjadi milik personal sebagaimana hadis riwayat Abu Dawud dan Ahmad bahwa “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” 

Dalam sistem ekonomi Islam yang terkatagori sebagai barang milik umum adalah seluruh barang yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak dan masing-masing saling membutuhkan, seperti barang tambang yang tidak terbatas serta sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki oleh individu ataupun korporasi. Larangan privatisasi itulah yang menyebabkan negara Khilafah leluasa mendapatkan income  yang digunakan seluas-luasnya untuk kesejahteraan rakyat  baik Muslim dan Nonmuslim ahludz dzimmah– termasuk penanganan kondisi emergency saat terjadi paceklik, pandemi, bencana alam, ataupun musibah lainnya.  Dengan supremasi politik yang dimiliki Khilafah diantara negara lain akan mampu menguasai atas seluruh SDA yang dimilikinya. Hal inilah yang mengharuskan Khilafah menjadi negara yang kuat dari sisi militer sehingga mampu  mencegah upaya negara-negara imperialis untuk menguasai wilayah Islam dan SDA yang terdapat di dalamnya.

Posisi kuatnya Khilafah dalam konstelasi politik meniscayakan mengembalikan kedaulatan umat atas kekayaan SDA yang mereka miliki sehingga mampu mengusir para kapitalis dan negara-negara penjajah dari bumi Islam.  Posisi Khalifah sebagai pemimpin adalah pengayom rakyat dimana ia bertanggung jawab penuh memenuhi kebutuhan asasi manusia –sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, transportasi, air bersih, energi dan sebagainya- dengan cara makruf dan amanah. Di samping itu hubungan penguasa dan rakyat dilingkupi suasana ketakwaan. Pengelolaan SDA akan dilakukan Khilafah secara cermat tepat dan benar dengan menutup lubang-lubang tikus penyebab kolusi dan korupsi.  Begitu indahnya hidup dalam naungan Islam karena kesejahteraan dan keberkahan tidak hanya dirasakan penduduk saat itu saja, namun akan dinikmati seluruh umat manusia, bahkan hingga generasi yang akan datang.  Semua itu hanya bisa terjadi ketika diterapkannya syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan, sehingga  membawa rahmat bagi seluruh alam.

“Dan Kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al-Isra: 82). 
Wallahu a’lam bi ash-shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post