Mahasiswa STEI Hamfara Yogyakarta
Publik kembali dikejutkan dan dibuat bertanya-tanya, aturan kontroversial termuat dalam surat perjanjian berjudul "Pakta Integritas Mahasiswa Baru 2020 Universitas Indonesia", yang diambil oleh Dewan Rektorat, Universitas Indonesia (UI).
Dalam pakta tersebut, terdapat 13 ketentuan yang tidak boleh dilanggar oleh mahasiswa UI 2020. Calon mahasiswa baru Universitas Indonesia (UI) diharuskan menandatangani lembar pakta integritas di atas meterai mulai tahun ini.(kompas.com, 9/9/2020)
Meski terdapat poin penting tentang larangan melakukan kekerasan seksual, problem narkoba, kebebasan, dan sejumlah hal lain. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah pakta ini mampu menekan perbuatan amoral tersebut? Faktanya bahwa sistem pergaulan di tengah-tengah masyarakat saat ini adalah liberal.
Di antara deretan 13 ketentuan yang tidak boleh dilanggar mahasiswa sejak ditetapkan sebagai mahasiswa UI tersebut, ada dua poin yang menjadi sorotan, yang dianggap mengancam hak mahasiswa bebas berkumpul dan berpendapat. Yaitu ada di poin 10 yang berisikan dilarangnya para mahasiswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok atau organisasi yang tidak mengantongi izin resmi pimpinan fakultas/universitas.
Kemudian di poin 11 pakta integritas tersebut berisi, yaitu Tidak melaksanakan dan/atau mengikuti kegiatan yang bersifat kaderisasi/orientasi studi/latihan/pertemuan yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan yang tidak mendapat izin resmi dari pimpinan fakultas dan/atau pimpinan Universitas Indonesia".
Tentu poin ini berupaya untuk memberangus arus kesadaran politik dan sikap kritis mahasiswa, padahal mahasiswa yang notabene sebagai agen perubahan dan salah satu penopang penting pengontrol penyelenggaraan pemerintahan. Tetapi malah distigma sebagai radikalisme fundamentalis, cenderung dikekang dan dibatasi.
Gambaran ini diperkuat karena adanya ketakutan oleh penguasa terhadap kelompok yang tidak sesuai dengan kepentingan pemerintah, termasuk ormas-ormas Islam. Reni Suwarso - Darmono, Ph.D. Dosen Ilmu Politik FISIP UI, Direktur Institute for Democracy, Security and Strategic Studies, menyatakan bahwa Pakta Integritas ini juga menjamin adanya demakarsi (batas pemisah), mengingat di masa lalu, kampus UI (dan juga kampus lain) menjadi persemaian jaringan fundamentalisme, gerakan tarbiyah kemudian mendominasi Badan Eksekutif Mahasiswa. Mereka banyak dibina oleh dosen-dosen lulusan Perguruan Tinggi di Timur Tengah dan sempalan binaan intelejen.(beritasatu.com, 12/09/2020)
Pakta integritas ini menunjukkan kampus bertindak semakin represif. Kualitas mahasiswa yang terbentuk adalah mahasiswa yang apatis, apolitis, pragmatis terhadap kebijakan rezim, bak sebuah robot yang hanya bisa tunduk dan melakukan apa yang diperintah dan dibuat oleh pemrogramnya saja.
Sudah menjadi tugas utama Perguruan Tinggi untuk memberikan kesempatan dan kemudahan bagi mahasiswa dalam mengkritik kezaliman rezim, melakukan agenda-agenda untuk mencapai suatu perubahan karena peduli atas permasalahan rakyat. Mahasiswa tentunya tidak dapat dipisahkan dari politik, baik sebagai subjek maupun objek.
Oleh karena itu, sudah menjadi suatu keharusan bagi kampus untuk memberikan pembinaan politik yang benar kepada mahasiswanya, bagaimana dapat mengurus berbagai kepentingan rakyat. Sehingga mahasiswa mempunyai daya pikir yang kritis, serta pola sikap yang bertanggungjawab.
Sejatinya pembinaan politik yang benar di Perguruan Tinggi ini hanya dapat diwujudkan dalam sistem Islam yaitu Khilafah. Sebab dalam Islam, politik bukan diartikan sebagai perebutan singgasana kekuasaan. Namun politik dalam pandangan Islam, bermakna untuk mengurusi urusan umat agar tetap pada koridornya yakni syariat Islam.
Hal ini mampu direalisasikan melalui kurikulum dan materi pelajaran, yang di dalamnya memuat dua tujuan utama pendidikan dalam Islam. Pertama, kurikulum pendidikan Islam membentuk syakhsiyah (pola pikir dan pola sikap) islamiyah pada diri setiap muslim, memiliki tsaqafah Islam yang luas berupa aqidah, pemikiran, dan perilaku islami. Kedua, mempersiapkan generasi muslim agar diantaranya ada yang menjadi ulama-ulama yang ahli, serta membekali dirinya (peserta didik) dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan.
Dengan kurikulum seperti ini mahasiswa akan didorong terlibat dalam menghadirkan solusi problematika di tengah-tengah masyarakat. Walhasil, sistem pendidikan Islam akan menghasilkan para intelektual yang berintegritas tinggi, dan paham dengan kondisi sehingga mampu mengurusi kebutuhan umat.
Post a Comment