Setelah Antrean BLT, Kini Antrean Perceraian, Fenomena apakah ini?


Oleh : Ummu Amira Aulia Amnan, Sp.

Setelah sempat lockdown dua minggu, pengajuan perceraian di Pengadilan Agama Surabaya membludak. Per hari diperkirakan 40-50 cerai gugat. Antrean kasus perceraian di Kota Surabaya selama pandemi COVID-19 meningkat tiap bulannya.Banyaknya perkara perceraian itu didominasi cerai gugat atau gugatan dari pihak istri (detikNews).

Sementara di Blitar, Sebanyak 3.229 duda baru ada di Blitar saat pandemi COVID-19. Mereka kehilangan pasangan tahun 2020. Rata-rata kasusnya karena faktor penghasilan si suami lebih rendah dari sang istri (detikNews).

Namun memasuki tahun 2020 ini, faktor poligami menduduki peringkat kelima selain tiga faktor tadi. Humas PA Kelas 1A Blitar, Mohammad Fadli mengungkapkan walaupun angkanya sedikit, namun ini menjadi fenomena baru pemicu timbulnya perceraian di Blitar.

Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (Dirjen Badilag MA), Aco Nur, menjelaskan, selama pandemi Covid-19, total perceraian di seluruh wilayah Indonesia mengalami peningkatan.

Hanya saja, Aco menjelaskan, ramainya video orang mendaftar untuk cerai sampai antre bukan karena jumlah pasangan yang ingin berpisah melonjak. Hal itu dipicu kebijakan MA yang memutuskan pegawai pengadilan agama (PA) bekerja dari rumah atau work from home (WFH), sehingga terjadi penumpukan jadwal sidang cerai (Ayo Purwakarta.com). Peningkatan angka perceraian adalah fakta yang tidak bisa dielakkan.

Faktor ekonomi masih menjadi penyebab pertama tingginya angka gugatan cerai.
Di tengah pandemi seperti ini, banyak PHK yang dilakukan oleh berbagai perusahaan. Wajar jika "dapur tidak kunjung ngebul" dan perpisahan menjadi jalan pilihan.

Apakah Program Ketahanan Keluarga yang dikeluarkan oleh pemerintah sudah efektif?
Jawabannya adalah belum. Keluarga tidak hanya ditopang oleh ketahanan mental dan spiritual suami dan istri saja. Ada elemen masyarakat dan negara yang juga berpengaruh terhadap ketahanan keluarga.
Individu, masyarakat dan negara adalah satu kesatuan untuk mempertahankan keutuhan keluarga. Jelas, bahwa faktor ekonomi menjadi penyebab utama perceraian. Negara dalam hal ini harus berupaya secepat mungkin memberikan lapangan pekerjaan yang layak bagi seluruh rakyatnya.

Dalam Islam, lapangan pekerjaan yang memadai untuk seluruh rakyatnya adalah bukan kemustahilan.

Di bawah institusi Islam, gaji karyawan pun sangat memadai. Imam Ad Damsyiqi menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa, di Kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khaththab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas).

Sektor ekonomi lebih bergiat dalam Islam, dikarenakan berbasis perputaran ekonomi real. Bukan sistem non real seperti dalam kapitalis. Industri dalam Islam lebih hidup. Tidak seperti saat ini, perindustrian di negara Islam dibatasi oleh negara-negara kapitalis. 

Sektor pertanian yang saat ini menjadi kacau, akibat masuknya barang-barang import dengan mudah. Akibatnya, harga barang lokal menjadi tumbang.

Pengangguran akan teratasi dengan sistem Islam.

Individu dalam Islam pun tidak akan malas bekerja. Kisah Mu'adz Ra menjadi teladan untuk kita. Rasulullah mencintai muslim yang giat bekerja. Bekerja mencari nafkah untuk keluarga. 

Ketika Rasulullah Saw. pulang dari perang Tabuk, beliau bertemu dengan salah seorang sahabatnya, Mu’adz Ra. Ketika bersalaman, terasa oleh beliau Saw. telapak tangan Mu’adz yang kasar. Ketika berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz, Rasulullah Saw. pun melihat betapa tangannya kasar, kering dan kotor. Ketika ditanya Sa’ad menjawab bahwa tangannnya menjadi demikian karena bekerja mengolah tanah dan mengangkut air sepanjang hari. Mendengar itu Rasulullah Saw. serta merta mencium tangan Sa’ad bin Mu’adz Ra. dan bersabda: “Tangan ini dicintai Allah dan RasulNya dan tidak akan disentuh api neraka!”

Setelah pondasi ekonomi kuat, negara pun akan memberikan pembinaan syakhsiyah terhadap individu masyarakat. Pembinaan intensif memperkuat nafsiyah dan aqliyah adalah wajib diikuti oleh setiap warga negara.

Kasus perceraian yang meningkat, tidak akan terjadi dalam institusi Islam. Negara dalam hal ini telah memberikan pondasi yang kuat untuk ketahanan keluarga. Mulai dari penjagaan ketaqwaan individu, ketersediaan lapangan kerja, sampai antisipasi ekonomi ketika terjadi wabah.

Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

Inilah fungsi pemimpin dalam Islam. Bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya. Dengan landasan Iman dan Taqwa. Wallahu a'lam bisshowab. (Tulungagung, 21 September 2020).

Post a Comment

Previous Post Next Post