Good looking menjadi kata yang populer seminggu kebelakang. Bukan apa-apa, Mentri Agama, Fachrul Razi menyatakan bahwa radikalisme masuk melalui pemuda yang good looking dan hafidz. Hal ini memuculkan respon dari dari berbagai pihak, termasuk MUI. Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Menag Fachrul Razi menarik ucapannya terkait paham radikal masuk melalui orang berpenampilan menarik atau good looking dan memiliki kemampuan agama yang baik. MUI mengatakan bahwa tuduhan itu tidak mendasar dan sangat menyakitkan serta bisa mencederai perasaan umat Islam yang telah punya andil besar dalam memerdekakan bangsa ini. (news.detik.com, 04/09/2020)
Disamping itu, Menag akan segera mensertifikasi penceramah. "Kemenag bentuk program penceramah bersertifikat. Akan kami mulai bulan ini. Tahap awal kami cetak 8200 orang," kata Fachrul dalam webinar 'Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara' di kanal Youtube Kemenpan RB, Rabu (2/9). Fachrul menegaskan program tersebut bertujuan untuk mencetak penceramah yang memiliki bekal wawasan kebangsaan dan menjunjung tinggi ideologi Pancasila. Sekaligus, kata dia, mencegah penyebaran paham radikalisme di tempat-tempat ibadah.
Apa hubungan good looking dengan radikalisme? Apakah yang paham Islam harus orang yang tidak rapih, tidak menarik?
Sangat terlihat kesan ngaco bin ngawur sang Menteri karena dijadikan leading sector penanganan radikalisme agama. Kebijakannya semakin menyerang Islam dan pemeluknya yang taat syari'at.
Seseorang menjadi good looking dan hafidz adalah anjuran Islam. Dalam hal berdakwah pun tidak ada urusannya dengan sertifikat, karena dakwah pun sama ianya merupakan kewajiban dari Allah yang Maha Esa.
Pertama, Islam memerintahkan setiap muslim untuk menjaga kebersihan, kesucian dirinya dan menampakkan wajah yang berseri di hadapan saudaranya karena senyum adalah sedekah. Kedua, hafidz juga sama adalah anjuran dalam Islam yang mana seorang Hafidz di akhirat kelak akan bisa memberikan baju kebesaran dan mahkota kemuliaan kepada kedua orangtuanya.
Ketiga, dakwah tidak ada kaitannya dengan sertifikasi. Karena dakwah adalah kewajian tiap muslim. Selama ia muslim maka kewajiban dakwah ada di pundaknya.
Allah SWT berfirman yang artinya :
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
Di ayat ini Allah menyeru kepada umat Islam bahwa mereka adalah umat yang terbaik yang ada di antara seluruh manusia yang ada di muka bumi, selama memenuhi syarat – syarat yaitu : menyeru kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. Jadi berdakwah itu adalah manifestasi dari diri seorang muslim. Ketika ia berdakwah itu semata hanya karena ingin memantaskan diri agar digelari umat terbaik oleh Rabbnya.
Maka menyampaikan kebenaran Islam adalah kewajiban yang ‘surat tugas’ nya langsung dari Allah, para penceramah / pendakwah tidak memerlukan sertifikasi dari penguasa, apalagi dalam hal ini penguasa yang membenci Islam dan Syariat yang dibawa oleh Muhammad SAW.
Bagi para pengemban dakwah Islam, teruslah berdakwah jangan takut dengan stigmatisasi negatif dari manusia, takutlah bila kita tidak menjaankan kewajiban yang Allah perintahkan. Takutlah bila kita tidak digolongkan ke dalam umat terbaik. Semoga Allah segera memberikan pertolonganNya melalui lisan para pengemban dakwah yang Ikhlas.
Allahu a’lam bishowab.
Post a Comment