Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) menjadi perbincangan hangat publik, setelah sebuah video yang diunggah oleh akun Youtube POIN tersebar luas. Dalam video tersebut, Basuki Tjahaya Purnama (BTP) mengungkapkan kebobrokan yang terjadi di dalam tubuh Pertamina, mulai dari pengelolaan, utang Pertamina hingga sistem gaji (finance.detik.com/ 19/09/2020).
Tak cukup mengkritik perusahaan tempatnya bekerja, BTP juga mengkritik kerja Kementrian BUMN. BTP menilai, sebaiknya Kementrian BUMN dibubarkan karena dianggap tidak efisien. BTP menyarankan agar Pertamina dikelola secara profesional jauh dari kepentingan politik (Tempo.co/17/09/2020).
Apa yang diungkapkan oleh sang Dirut kontan mendatangkan beragam tanggapan. Ada yang menanggapinya sinis, dengan mengatakan bahwa apa yang dibuka oleh BTP sebenarnya sedang membuka cacatnya sendiri. Hal ini diungkap oleh Anggota Dewan Komisi VI DPR dari fraksi partai Nasdem, Subardi. Namun, ada juga yang mengapresiasi positif, seperti Dahlan Iskan (Tempo.co/ 17/09/20)
Sengkarut di dalam tubuh Pertamina menimbulkan pertanyaan besar. Ada apa dibalik semuanya? Apakah ada kepentingan pihak tertentu dalam pengelolaannya?
Diungkapnya borok yang terjadi di tubuh Pertamina adalah sebuah fakta yang tak terbantahkan dalam buruknya pengurusan dan pengelolaan hajat hidup umat di tangan kapitalis. Pengelolaan bidang yang mengurusi hajat umat adalah lahan bancakan yang menggiurkan. Semua ingin merasakan kemewahan dari setiap tetesnya. Tak heran, jika aksi sikut menyikut, lobi-lobi kepada penguasa, maupun tipu-tipu data menjadi pemandangan yang lumrah.
BUMN sejatinya adalah sebuah perusahaan yang ada dalam kontrol penuh negara dalam mengelola hajat rakyat. Tidak boleh ada intervensi ataupun penguasaan kepentingan pribadi di dalamnya. Namun jadi berbeda cerita ketika BUMN berada di dalam tangan sistem kapitalis.
Islam mengenal konsep kepemilikan negara, kepemilikan umum dan kepemilikan individu. Dua jenis kepemilikan yang pertama sepenuhnya menjadi tanggungjawab negara dalam pengelolaannya. Negara berhak untuk mengatur, mengelola dan mendistribusikannya untuk keperluan rakyat. Negara tidak boleh menyerahkan kepada pihak swasta. Tidak boleh pula berhitung untung rugi layaknya sebuah perusahaan milik swasta.
Pengelolaan kepemilikan umum semata-mata adalah wujud tanggungjawab negara dan ketundukkannya akan perintah Allah SWT yang telah dibebankan di pundak seorang Khalifah. Dengan ketundukkan inilah, kinerja Khalifah dan para pembantunya akan senantiasa cakap, cepat dan penuh tanggungjawab karena dilandasi dengan iman. Tak akan ada carut marut dalam pengelolaan harta milik negara dan umat sebagaimana dipertontonkan dengan gamblang saat ini. Lalu, masihkah kita enggan untuk mencampakkan sistem rusak seraya mengambil sistem terbaik yang berasal dari Zat Yang Maha Baik?
Post a Comment