By : Ayu Kartika Wati
Pandemi covid 19 belum juga berakhir. Bahkan hingga tulisan ini dibuat kasus nya semakin hari terus bertambah. Berbagai harapan untuk kembali seperti keadaan semula tentu nya terus diharapkan oleh masyarakat, baik sector ekonomi, kesehatan, pendidikan dan lain lain. Terlebih dunia pendidikan yang sangat diharapkan oleh guru, siswa dan orangtua untuk kembali seperti kondisi normal biasa nya karena sistem pembelajaran daring ataupun luring yang diterapkan selama masa pandemic cukup menjadi dilema bagi siswa, orangtua ataupun guru.
Baru-baru ini kabar gembira dari Menteri Pendidikan untuk membolehkan proses pembelajaran secara tatap muka sudah diizinkan. Namun jika kita perhatikan apakah sudah pilihan yang tepat jika kita kaitkan dengan kondisi semakin bertambahnya kasus covid 19?
Dikuti dari GridHITS.id - Mendikbud Nadiem Makarim mengumumkan bahwa SMK dan perguruan tinggi di seluruh zona sudah diperbolehkan untuk melakukan sekolah secara tatap muka. Namun Nadiem tetap megaskan bahwa protokol kesehatan harus tetap dilakukan secara ketat. Hal tersebut ia ungkapkan dalam konferensi pers secara virtual pada Jumat (7/8/2020). "Untuk SMK maupun perguruan tinggi di semua tempat boleh melakukan praktik di sekolah, yaitu pembelajaran produktif yang menetapkan protokol. Yang harus menggunakan mesin, laboratorium ini bisa untuk melaksanakan praktik tersebut," kata Nadiem. Dalam konferensi pers virtual itu turut hadir pula Menko PMK Muhadjir Effendy, Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Letjen Doni Monardo dan Menteri Agama Fachrul Razi. Meski demikian, untuk pembelajaran teori harus diminta tetap secara online. "Ini untuk kelulusan SMK (dan) perguruan tinggi kita ini terjaga. Semua mata pelajaran yang bersifat teori masih harus dilakukan dengan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh)," tuturnya. Sementara untuk jenjang lain seperti SD, SMP, dan SMA yang berada di zona kuning dan zona hijau, pembelajaran tatap muka juga dapat dilakukan.
Ternyata keputusan yang telah diputuskan oleh Menteri Pendidikan dan jajaran nya justru mendapat sambutan yang berbeda dari KPAI. Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Arist Merdeka Sirait memberikan tanggapan terkait adanya rencana pembelajaran tatap muka di sekolah. Dilansir TribunWow.com, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebelumnya telah mewacanakan untuk bisa menggelar pembelajaran secara langsung. Namun kebijakan tersebut tidak lantas berlaku untuk semua sekolah di seluruh Indonesia, melainkan ada beberapa syarat-syarat khusus. Satu di antara syaratnya adalah untuk sekolah yang berada di daerah dengan status zona hijau dan kuning Covid-19.
Meski pun begitu, Arist Sirait menilai bahwa keputusan dari Kemendikbud tersebut belum tepat waktunya, mengingat risiko untuk tertular masih ada, terlebih untuk zona kuning. Dirinya menegaskan bukan karena tidak percaya dengan protokol kesehatan yang digalakkan oleh pemerintah dan pihak sekolah. Namun menurutnya, lebih melihat dari sudut pandang siswa, khususnya untuk sekolah dasar yang memiliki sifat masih kekanak-kanakkan. "Siapa yang menjamin ini? Sekali lagi pertimbangannya adalah dunia anak adalah dunia bermain," ujar Sirait, dalam acara Kabar Siang, Sabtu (8/8/2020). "Nanti bisa mereka tidak tahu apa yang akan terjadi karena ada temannya yang maskernya lebih baik, pinjam-pinjaman, itu dunia anak," jelasnya. "Siapa yang menjamin itu? Guru, enggak mungkin, terbatas," tegas Sirait.
Memang kita akui bahwa sekolah tatap muka saat ini menjadi tuntutan dan harapan banyak pihak agar tercapai target pembelajaran dan menghilangkan kendala BJJ (belajar jarak jauh). Namun sayangnya pemerintah merespon dengan kebijakan sporadis, tidak terarah dan memenuhi desakan publik tanpa diiringi persiapan memadai agar risiko bahaya bisa diminimalisir mengingat jumlah kasus covid terus meningkat. Berbagai kebijakan pemerintah terkhusus dalam dunia pendidikan selama pandemic covid 19 hingga kini belum menemukan solusi yang baik bagi guru, siswa ataupun orangtua. Pemerintah mengizinkan penggunaan dana BOS untuk keperluan kuota internet sedangkan masalah tidak adanya jaringan internet diwilayah tertentu tidak dicari solusi nya. Hingga kita mendengar berbagai berita tentang pengorbanan mahasiswa yang setiap hari nya mesti memanjat agar mendapatkan signal internet yang bagus demi mengikuti pembelajaran. Pemerintah juga mengizinkan semua SMK dan Perguruan Tinggi di semua zona untuk belajar dengan tatap muka agar bisa menjalankan praktik namun tidak diimbangi dengan persiapan dan pemastian protokol kesehatan yang memadai dan telah tersebar disetiap sekolah-sekolah. Pemerintah juga berubah-ubah dalam menentukan kebijakan tentang kebolehan belajar tatap muka di zona kuning-hijau maupun mewacanakan kurikulum darurat selama BDR.
Semua fakta kebijakan di atas menunjukkan lemahnya pemerintah dalam sistem sekuler hari ini mengatasi masalah Pendidikan akibat tersanderanya kebijakan dengan kepentingan ekonomi segelintir orang dan tidak adanya jaminan Pendidikan sebagai kebutuhan publik yang wajib dijamin penyelenggaraannya oleh negara. Padahal didalam islam pendidikan adalah hak dasar bagi setiap warga negara. Negara wajib menjamin keberlangsungan pendidikan yang bermutu dalam kondisi apapun. Tidak seperti kondisi saat ini, sudah beberapa bulan menjalani masa pandemic namun proses pembelajaran yang sedang dijalankan saat ini masih membuat dilemma bagi guru, siswa juga orangtua. Maka, sudah saatnya kita kembali pada aturan yang dapat membuat kehidupan kita aman, tenteram dan membawa keberkahan yaitu sistem hidup islam. Hanya dengan syariat islam kaffah pendidikan yang bermutu terbaik dapat didapatkan oleh setiap warga negara tanpa bayar dan tanpa pandang bulu. Wallahua’lam Bi Asshawab