Segera Hentikan Investasi Layanan Publik

Finadefisa (Komunitas Annisaa Ganesha)

Indonesia merupakan negara dengan asal wisatawan medis terbesar di dunia dengan jumlah 600.000 wisatawan medis pada tahun 2015, mengalahkan Amerika dengan 500.000 wisatawan medis di tahun yang sama (PwC). Rata-rata pengeluaran wisatawan medis ini sangatlah besar sekitar US$3.000-10.000 per orangnya atau sekitar Rp42 juta-140 juta (kurs Rp14.000) (cnbcindosesia.com, 29/08/20).

Beberapa tahun terakhir ini negara-negara di Asia seperti Thailand, Singapura, India, Malaysia, dan Korea Selatan juga sedang mengembangkan wisata medis. Pada 2016 saja Thailand mencatatkan jumlah wisatawan medis mencapai 2,29 juta orang dengan nilai pasar mencapai US$6,9 miliar atau Rp96,6 triliun (kurs Rp14.000) (ekbis.sindonews.com, 19/08/20).

Melihat data-data ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan tertarik untuk mengembangkan wisata medis di Indonesia. Menurut Luhut, lewat wisata medis ini nantinya pemerintah ingin Indonesia melakukan diversifikasi ekonomi, menarik investasi luar negeri, penyediaan lapangan pekerjaan, pembangunan industri layanan kesehatan di Indonesia, serta menahan laju layanan kesehatan serta devisa negara agar tidak mengalir ke negara-negara yang lebih sejahtera. Ia juga melihat momentum pandemi membuat sebagian masyarakat enggan untuk berobat ke luar negeri karena tidak nyaman dengan aturan karantina, sehingga lebih memilih berobat di dalam negeri.

Menyeriusi hal ini, Luhut memerintahkan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) untuk mendatangkan rumah sakit asing ke Indonesia. Permintaan itu diiringi dengan rencana pemerintah memperbolehkan dan mengizinkan dokter asing lebih banyak di Indonesia.

Tetapi langkah pemerintah ini semakin menunjukkan membabi butanya negara dalam membuka keran investasi tanpa memandang lagi maslahat masyarakat. Setelah sebelum-sebelumnya keran investasi tambang, energi, dan pekerja asing dibuka selebar-lebarnya. Alasan mencari keuntungan telah menghalalkan investasi di segala bidang, apalagi di bidang kesehatan yang merupakan puncak layanan publik. Karena semua orang membutuhkan layanan kesehatan dan berkaitan langsung dengan nyawa manusia. Adanya investasi swasta pada layanan kesehatan berarti pemerintah telah mengomersialkan kesehatan. Akibatnya adalah biaya layanan kesehatan menjadi tinggi. Karena para investor kapitalis ini tentu mencari untung materi tanpa memandang nilai-nilai yang lain seperti nilai insaniyah dan nilai spiritual untuk menolong orang lain. Sehingga investasi layanan kesehatan ini pasti mengorbankan layanan kesehatan yang murah dan terjangkau bagi masyarakat, boro-boro bisa gratis.

Padahal di dalam Islam, Allah telah menggariskan bahwa layanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang dengan tegas harus ditanggung oleh negara secara cuma-cuma. Hal ini karena negara diperintahkan untuk mengurusi ururan masyarakat yang di dalamnya termasuk urusan kesehatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الإمام راع وهو مسؤول عن رعيّته

“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Dan jika alasan pembukaan investasi kesehatan ini karena negara kekurangan modal, maka berbeda dalam Islam, negara memiliki banyak sumber pemasukan yang menyebabkan negara mampu kokoh berdiri tanpa harus membuka keran investasi asing, apalagi dalam layanan kesehatan. Negara khilafah memiliki dua jalur pemasukan, yang pertama dari kepemilikan negara dan kedua dari kepemilikan umum. Kepemilikan negara berupa jizyah, fa’i, kharaj, ghanimah, dll. Sedangkan kepemilikan umum seperti tambang yang besar, energi, air, dsb. Sehingga negara memiliki banyak cara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Berbeda dengan sistem kapitalis yang diterapkan di negeri ini yang hanya mengandalkan pemasukan dari pajak yang justru malah menyengsarakan rakyat.

 

https://www.cnbcindonesia.com/news/20200829082502-4-182931/luhut-ingin-rumah-sakit-dokter-asing-ramai-ramai-masuk-ri
https://ekbis.sindonews.com/read/138502/34/bangun-wisata-medis-menko-luhut-kaji-impor-dokter-asing-ke-indonesia-1597846086

Post a Comment

Previous Post Next Post