Oleh: Rini Handayani
(Pemerhati Sosial)
Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak baik fisik maupun non fisik kembali meningkat. Hukum di Indonesia dinilai tidak adil, lantaran membiarkan kasus tersebut berlarut-larut. Akhirnya para pengusung feminisme, Komnas Perempuan, dll menuntut disahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Ini sebagai bentuk perlindungan kaum perempuan.
Pelaksana Harian Deputi Perlindungan Hak Perempuan Ratna Susianawati mengatakan meningkatnya kekerasan seksual yang kian memprihatinkan, memerlukan payung hukum terkait penghapusan kekerasan seksual (kaltim.antaranews.com, 11/8/2020).
Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Livia Istania DF Iskandar. Beberapa alasan mengapa RUU PKS perlu segera disahkan (nasional.kompas.com, 7/8/2020).
Pertama , karena Indonesia memerlukan aparat penegak hukum yang responsif terhadap korban kekerasan seksual. Kedua, yakni terkait bukti kekerasan seksual yang menjadi salah satu poin dalam RUU PKS. Livia menilai, seharusnya surat dari psikolog dan dokter kejiwaan serta pengakuan korban sudah cukup sebagai barang bukti. Ketiga, perlunya rehabilitasi bagi pelaku dan korban.
“RUU Penghapusan Kekerasan Seksual juga sangat mendesak untuk disahkan karena selain definisi kekerasan seksual yang mesti diperbarui, pasal-pasal dalam KUHP selama ini belum cukup mengakomodir keberpihakan pada korban,” kata Novita, Ketua DPW PSI Kaltim (presisi.co, 30/7/2020).
Kasus kejahatan seksual ini tak hanya menimpa kaum yang selama ini dianggap lemah. Namun dapat menimpa siapa saja. Dikutip dari tirto,id, 13/8/2020, memasuki paruh kedua 2020, lini masa media sosial ramai kesaksian para korban kekerasan seksual. Kejadian yang menimpa mereka tidak berlangsung ketika kasus tersebut dikuak, melainkan jauh hari.
Pada 1 Juli, dua karyawan Starbucks di Jakarta Utara mengintip payudara seorang pelanggan melalui rekaman kamera pengawas (CCTV). Pada 29 Juli, akun Twitter @m_fikris menceritakan pengalaman pahitnya dikerjai oleh mantan mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) bernama Gilang. Gilang berdalih sedang riset dan meminta korban membungkus diri dengan kain jarik lalu direkam, padahal itu hanya untuk memenuhi fetish-nya semata.
Memasuki Agustus, tanggal 2, Laeliya Almuhsin menceritakan pengalaman sebagai korban pelecehan Bambang Arianto yang terjadi pada 2019 di Facebook. Pada 5 Agustus 2020, youtuber Turah Parthayana diduga melakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswa asal Indonesia di Rusia berinisial JA.
Melihat kejahatan seksual yang terus meningkat dengan berbagai ragam macamnya, mampukah RUU PKS memberi perlindungan pada perempuan?
Solusi Pragmatis
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak yang kian merebak, mustahil diselesaikan hanya dengan menerbitkan berbagai produk undang-undang. Melainkan butuh penanganan yang menyentuh akar masalah.
Akar masalah kekerasan perempuan dan anak-anak adalah sistem hidup sekuler yang dijalani manusia modern saat ini. Sistem hidup sekuler telah mendorong manusia untuk berbuat sebebas-bebasnya, tanpa mengikuti panduan agama.
Bila kita lihat pergaulan manusia sekarang, laki-laki dan perempuan bergaul tanpa batas, baik di tempat umum maupun di tempat pribadi. Rangsangan-rangsangan seksual pun bebas diakses oleh siapa saja. Aurat laki-laki dan perempuan diumbar di jalan-jalan.
Bagaimana mungkin seseorang merasa aman, sementara perilakunya seringkali memicu kejahatan.
Hidup tanpa aturan pada sistem sekuler menyebabkan manusia lupa benar salah. Sistem ini nyata memproduksi kejahatan secara sistematis, karena membiarkan manusia hidup bebas tanpa aturan.
Sistem hidup bebas merupakan media subur berkembangnya berbagai kejahatan di tengah masyarakat. Maka tak heran, dari waktu ke waktu kejahatan terus meroket, mulai dari jumlah kejahatannya bahkan sampai pada variasinya.
Walhasil, sistem sekuler yang dianut negeri ini gagal menghadirkan kehidupan yang baik untuk masyarakatnya. Mirisnya lagi, sistem hidup sekuler menjerumuskan manusia pada tingkat kebodohan yang sangat akut.
Contohnya, banyak korban pelecehan seksual awalnya tidak menyadari bahwa tindakan pelaku merupakan tindakan kejahatan. Kenapa hal ini bisa terjadi, karena korban tidak memiliki standar benar salah dalam memandang apa yang terjadi. Setelah kasusnya merebak dan banyak yang jadi korban, baru menyadari bahwa dirinya menjadi korban tindak kejahatan.
Hal ini merupakan bukti kekecauan berpikir manusia, buah dari paham sekuler. Paham sekuler berhasil menghilangkan standar benar salah menurut agama dari pikiran manusia. Akibatnya manusia gagap bertindak ketika menghadapi kejahatan, bingung harus berbuat apa.
Oleh karenanya, kaum perempuan akan tetap mengalami kekerasan seksual, selama hidup dalam sistem sekuler yang menjauhkannya dari aturn agama (Allah Swt), walau pun mengeluarkan banyak kebijakan hukum. Karena sistem hidup yang dijalani menjadi tempat subur untuk memproduksi kejahatan.
Kita tak hanya butuh perundangan yang dapat melindungi perempuan, melainkan kita butuh sistem yang mampu melahirkan manusia-manusia berperilaku baik.
Pandangan Islam
Masalah hidup yang dihadapi manusia muncul akibat tidak diterapkannya hukum Allah Swt dalam kehidupan.
Islam memandang bahwa naluri seksual (gharizatun nau) merupakan potensi hidup pada setiap manusia. Naluri seksual ini melahirkan rasa cinta pada lawan jenis dan anak-anak. Allah Swt menetapkan bahwa naluri seksual ini berfungsi untuk melahirkan anak guna menjaga kelestarian manusia. Bukan semata untuk mencari kenikmatan dan kelezatan seksual semata.
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan isterinya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”
(TQS an-Nisâ’ [4]: 1)
Menurut An-Nabhani dalam Sistem Pergaulan dalam Islam”, jika naluri seksual bangkit, maka perlu pemuasan. Sebaliknya, jika tidak bangkit, tidak memerlukan pemuasan. Jika naluri menuntut pemuasan, naluri itu akan mendorong manusia untuk mewujudkan pemuasannya. Jika belum berhasil mewujudkan pemuasan, manusia akan gelisah selama naluri tersebut masih bergejolak. Setelah gejolak naluri tersebut reda, rasa gelisah itu pun akan hilang.
Tiadanya pemuasan naluri tidak akan menimbulkan kematian dan gangguan, baik gangguan fisik, jiwa, maupun akal. Naluri yang tidak terpuaskan hanya akan mengakibatkan kepedihan dan kegelisahan. Dari fakta ini, pemuasan naluri bukanlah sesuatu keharusan sebagaimana pemuasan kebutuhan-kebutuhan jasmani. Pemuasan naluri tidak lain hanya untuk mendapatkan ketenangan dan ketenteraman.
Faktor-faktor yang dapat membangkitkan naluri ada dua macam: (1) fakta yang dapat diindera; (2) pikiran yang dapat mengundang makna-makna (bayangan-bayangan dalam benak). Jika salah satu dari kedua faktor itu tidak ada, naluri tidak akan bergejolak. Maka dari itu, melihat wanita atau fakta-fakta yang menggugah birahi, akan membangkitkan naluri ini dan akan menuntut pemuasan.
Oleh karena itu, agar naluri seksual ini tidak muncul, harus meniadakan faktor-faktor yang membangkitkan naluri seksual tersebut.
Islam memiliki seperangkat aturan untuk mengatur agar naluri seksual berjalan sesuai fitrahnya.
Pertama, Islam membangun ketakwaan individu. Membangun kepribadian yang baik pada laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan diperintahkan untuk menjaga kehormatan dengan menutup aurat dan menjaga pandangan.
Kedua, Islam membangun sarana penyaluran naluri seksual. Naluri seksual terhadap lawan jenis hanya bisa disalurkan melalui pernikahan antar lawan jenis.
Ketiga, Pergaulan laki-laki dan perempuan adalah terpisah. Laki-laki dan perempuan tidak dibebaskan bercampur, kecuali dalam hal pengobatan, pendidikan dan muamalah.
Keempat, pelanggaran terhadap aturan pergaulan laki-laki dan perempuan diberikan sanksi yang berat. Sehingga menimbulkan efek jera. Pelaku zina yang belum menikah dihukum cambuk dan diasingkan. Sememtara pelaku zina yang berstatus menikah, dirajam sampai mati.
Aturan Islam seperti itulah yang dapat menjamin dan melindungi perempuan, anak-anak, dan juga manusia seluruhnya. Aturan Islam dapat diterapkan tentu hanya dalam Sistem Islam (Khilafah). Oleh karena itu, umat Islam harus menyadari pentingnya menegakkan sistem Islam, agar hukum-hukum Allah Swt dapat diterapkan di muka bumi ini.
Wallahu a’lam bi showab.