Proyek Pertempean Umat Islam Melalui Narasi Radikalisme


Oleh: Luthfiah Jufri, S. Si., M. Pd.
(Pemerhati Sosial Asal Konawe, Sultra)

Menyikapi Narasi Radikalisme yang kembali menyeruak, sebut saja Pernyataan Menag Fachrul Razi terkait strategi paham radikal masuk di lingkungan ASN dan masyarakat, itu disampaikan di acara webinar bertajuk 'Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara', yang disiarkan di YouTube KemenPAN-RB, Rabu (2/9). 

Fachrul juga meminta kepada seluruh kementerian dan lembaga pemerintahan untuk tak menerima peserta yang memiliki pemikiran dan ide mendukung paham khilafah sebagai aparatur sipil negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ia juga meminta agar masyarakat yang mendukung ide khilafah untuk tak perlu ikut bergabung sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS) (Cnnindonesia.com, 02/09/2020).

Senada dengan kutipan dari situs Detik.com pada Rabu, 2 september 2020, Fachrul kemudian meminta KemenPAN-RB atau instansi lainnya yang berkaitan menyeleksi ASN harus betul-betul memperhatikan itu. Fahrul mengungkapkan radikalisme itu masuk dengan dua cara, yakni melalui lembaga pendidikan dan di rumah ibadah. Strategi pertama kaum radikalisme masuk itu melalui seorang anak good looking atau paras yang menarik hingga seorang hafiz. Kedua, para tenaga pengajar yang sudah terpapar paham khilafah.

Tidak cukup dengan tuduhan seperti yang telah diungkap di atas,  Fahrul kembali  mengencangkan programnya yaitu akan menerapkan program sertifikasi penceramah bagi semua agama mulai akhir bulan September ini.

Dikutip dalam laman Cnnindonesia.com pada kamis, 3 september 2020 beliau menyatakan pada tahap awal bakal ada 8.200 orang akan mendapatkan sertifikasi penceramah. Program tersebut turut bekerja sama dengan berbagai pihak. Kemenag turut menggandeng seluruh majelis keagamaan, ormas keagamaan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hingga Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Program tersebut bertujuan untuk mencetak penceramah yang memiliki bekal wawasan kebangsaan dan menjunjung tinggi ideologi Pancasila. Sekaligus mencegah penyebaran paham radikalisme di tempat-tempat ibadah.

Jika melihat masalah yang di hadapi oleh bangsa Indonesia hari ini, seperti kata Mantan Wapres Jusuf Kalla, adalah masalah ketidakadilan. Bukan radikalisme. Masalah ketidakadilan di hadapan hukum, ekonomi, politik, dan sebagainya. Adapun dalam bahasa Rocky Gerung, Kabinet Maju ini jelas memenuhi kepentingan Oligarki. 

Umat Islam, sebagai mayoritas penduduk di negeri ini justru terus dipinggirkan. Bahkan dipojokkan, dituduh, dan sebagiannya telah dikriminalisasi. Bukan hanya umatnya, ajaran agamanya juga terus diserang.

Jauh sebelumnya istilah Khilafah telah dipersoalkan terus, seperti juga tentang bendera tauhid, istilah jihad,  cadar, celana cingkrang,  pemisahan antara anak laki dan perempuan yang bukan mahram. Kini pun dibuat lagi narasi baru melawan radikalisme.  Ini adalah bukti bahwa Islam dan umatnya diperlakukan seakan tidak adil. 

Sementra itu, oleh Barat kata radikalisme dimaknai (1) sebuah paham atau aliran radikal dalam politik; (2) paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; (3) sikap ekstrem dalam aliran politik.

Sekularisme oleh Barat pun dimaksudkan untuk memisahkan agama dari kehidupan. Maka, siapa saja yang menjadikan agama sebagai dasar berpikir untuk kehidupan, akan dicap sebagai kaum radikal yang wajib dimusuhi. Sebaliknya, siapa saja yang berpikiran sekuler, maka akan dijadikan sebagai temannya. Kaum sekuler oleh Barat lantas disebut sebagai kaum moderat.

Jadi, Jelas ke mana arah proyek radikalisme ini. Proyek ini merupakan “proyek pertempean” umat Islam. Dengan kata lain, dengan proyek radikalisme ini, umat Islam yang menjadi batu karang ini hendak dijadikan tempe agar tidak bisa menjadi penghalang yang akan mengancam kepentingan mereka untuk menguasai negeri ini.

Hal ini tentu memiliki aroma busuk terkait di balik narasi  radikalisme. Adapun di antara hal itu yakni, pertama, sebagai upaya pecah belah umat Islam dengan mengadu domba dengan kaum moderat yang notabene telah mendapat dana dan proyek. 

Kedua, sebagai upaya pendangkalan ajaran Islam.

Ketiga, narasi radikalisme sebagai upaya untuk menghadang kebangkitan Islam, maka muslim yang menyerukan kebangkitan Islam dengan menerapkan aturan islam kaffah akan disebut sebagai kaum radikal. 

Keempat, narasi radikalisme adalah cara busuk politik Barat agar tetap bisa bercokol dan menjajah negeri-negeri muslim. Bahkan bukan hanya Barat yang menjajah negeri muslim, kini Timur pun ikut menjajah. Maka, sebagai muslim seharusnya berhenti membebek kepada narasi penjajah tentang radikalisme. 

Padahal Allah swt. telah berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 114 yang artinya, “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” 

Dengan demikian, wajar hingga hari ini narasi radikalisme terus digencarkan, karena sejatinya sistem yang ada saat ini tidak akan pernah merestui ajaran-Nya masuk ke seluruh sendi-sendi kehidupan. Karena itu, hanya dengan menerapkan ajaran-Nya dalam seluruh aspek kehidupan, maka ajaran Islam dan umatnya akan dapat hidup dengan tenang. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post