Premium Dihapus, Korporasi Diberi Insentif, Adilkah?


Oleh Diana Wijayanti

Perbincangan tentang penghapusan premium makin kencang akhir-akhir ini. Tentu ini sangat miris, betapa tidak, kesulitan rakyat di masa Pandemi begitu besar kok teganya Pemerintah mau menghilangkan premium dipasaran.

Meski rakyat sangat keberatan dengan harga mahal premium saat ini, namun harganya memang lebih murah bila dibandingkan pertalite, maupun pertamax.

Oleh karena itu premium menjadi incaran rakyat, hingga mereka rela antri berjam-jam demi dapat harga 'murah', karena sejak tahun 2019 wacana penghapusan premium sudah dilontarkan oleh pemerintah. 

Cara penghapusan premium memang sangat halus, rakyat dibuat terpaksa yaitu dengan sedikitnya pasokan premium ditiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Adapun alasan yang disampaikan oleh pihak pemerintah adalah alasan menjaga lingkungan. Kebijakan ini diambil berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No 20 Tahun 2017 mengharuskan Indonesia mengadopsi kendaraan BBM berstandar Euro 4 sejak Maret 2017.
 
Target pelaksanaan kebijakan ini, mulai dari tahun 2019 sampai 2021. Maka wajar desakan penghapusan premium semakin kencang akhir-akhir ini.

Wajar jika rencana Pertamina ini menuai kritik. Wakil Ketua Fraksi PKS di DPR RI, Netti Prasetiyani menilai rencana ini sebagai bukti BUMN milik pemerintah tidak peka terhadap kondisi rakyat ditengah Pandemi Covid19.

Penghapusan premium dan pertalite berarti memaksa rakyat membeli Pertamax, yang harganya jauh lebih mahal. Bila saat ini, harga premium Rp 6.450,  pertalite Rp 7.650, sementara Pertamax Rp 9.000 dan Pertamax dex Rp 9850. Maka kenaikan hampir mencapai 40 persen dari harga yang berlaku sekarang.

Penghapusan premium ini juga bisa dipastikan akan berdampak luas, kemungkinan harga-harga sembako yang akan ikut naik, sebagai efek dominonya.

Tentu ini akan sangat memberatkan, mengingat jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 26,42 juta orang, meningkat 1,63 juta orang pada September 2019. 

Pemerintah kian tak punya empati akan penderitaan rakyat, padahal janji mereka saat pemilu adalah untuk menyejahterakan rakyat. Pandemi yang harusnya membuktikan keberpihakan pada rakyat, faktanya malah kebalikannya.

Pandemi tidak segera diatasi, oleh pemerintah, namun ditangani setengah hati. Jumlah kasus terinfeksi Covid19 masih tinggi malah diberlakukan new normal, dengan alasan ekonomi membuat krisis multidimensi. Sementara kebijakan publik jauh dari kepentingan rakyat, patut diduga lebih mengedepankan kepentingan Korporasi.

Sifat penguasa yang cenderung acuh terhadap nasib rakyatnya, bukanlah hal yang mustahil salah sistem Kapitalisme-Demokrasi. Semua ini merupakan konsekuensi penerapan Kapitalisme-Demokrasi

Demokrasi mensyaratkan calon penguasa yang ikut dalam bursa pemilu harus menyediakan biaya mahal. Mekanisme ini yang menyebabkan Penguasa yang dilantik  hanya berasal dari calon yang berduit atau calon yang didukung Pemilik Modal Besar.

Pada saat menjabat, perhatian pejabat hanya memikirkan kembalinya biaya yang telah dikeluarkan atau mengembalika modal yang sudah ditanam pemilik modal. Kepentingan Korporasi lebih utama dibanding kepentingan rakyat.

Rakyat hanya diperalat sebagai pendulang suara, setelah itu diabaikan. Rakyat ibarat pendorong mobil mogok, setelah mobil berjalan, ditinggal lari oleh sopir mobilnya. 

Rakyat diperas seluruh kekayaan dengan macam-macam pajak,  barang maupun jasa yang menjadi hajat hidup orang banyak dikomersialkan sehingga mahal harganya, biaya BPJS Kesehatan, Pendidikan, Tarif Dasar Listrik, Air dan BBM  yang harganya melangit.

Negara hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator bagi korporasi untuk terus memeras rakyat.

Termasuk dalam pengaturan BBM khususnya premium. Memang aneh di negara +62 saat harga BBM dunia merosot, harga BBM masih saja tinggi. Padahal alasan kenaikan harga BBM dulu karena menyesuaikan dengan  harga minyak internasional.

Nah sekarang harga BBM internasional turun kenapa harga BBM tidak turun malah akan naik dengan dihapusnya premium.

Memang watak pemimpin yang tidak merasakan penderitaan rakyat merupakan keniscayaan dalam sistem demokrasi- kapitalisme.

Penguasa hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator atas kepentingan pemilik modal, Sebagaimana dalam masalah Premium ini.

Bukti keberpihakan kepada korporasi bisa dilihat dari kebijakan pemerintah yang berencana untuk memberi insentif kepada 30 perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) berupa penundaan penyetoran dana Abandonment and Site Restoration (ASR), yang telah menyatakan mengikuti relaksasi tersebut pada tahun 2020.

Plt Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Susana Kurniasih, mengatakan, total pencadangan diperkirakan sampai dengan akhir tahun 2020 nilai total pemberian relaksasi dana ASR akan mencapai 66,6 juta dolar AS. Kompas.com,dikutip Rabu (9/9/2020).

Coba kita bayangkan, premium akan dihilangkan sementara pada saat yang sama insentif diberikan kepada perusahaan minyak dan gas (migas).

Tentu karakteristik negara yang memberatkan rakyat, dan lebih berpihak kepada pemilik modal adalah kondisi yang abnormal bagi kaum muslimin.

Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim tak layak menerima pemimpin dan sistem yang tidak berpihak kepada rakyat dan menjauhkan rahmat Allah SWT.

Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT Dzat yang Maha Sempurna untuk mengatur manusia hingga terwujud 'rahmatan lil 'alamin'

Namun, Islam hanya bisa memberikan rahmat jika diterapkan secara Kaffah dalam naungan Khilafah. Islam tidak bisa diterapkan dalam sistem Kapitalisme-Demokrasi.

Dalam negara Khilafah, seorang kepala negara berfungsi sebagai 'ra'in' (pengembala) dan 'junnah' (pelindung).

Rasulullah Saw. bersabda:

الإِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ…َسْئُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Nabi Muhammad Saw bersabda:

Ø¥ِÙ†َّÙ…َا الْØ¥ِÙ…َامُ جُÙ†َّØ©ٌ ÙŠُÙ‚َاتَÙ„ُ Ù…ِÙ†ْ ÙˆَرَائِÙ‡ِ ÙˆَÙŠُتَّÙ‚َÙ‰ بِÙ‡ِ

”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)

Kepala negara diwajibkan oleh Allah SWT untuk mengurus dan melayani rakyat ibarat seorang penggembala yang bertanggung jawab terhadap binatang ternak yang digembalakannya.

Kebutuhan ternaknya harus dipenuhi meskipun tidak diminta, tanggungjawabnya adalah memberikan makanan, minuman, tempat berteduh, membersihkan kotoran dan lain-lain. Semua dilakukan dengan tulus ikhlas karena mengharap ridho Allah SWT. Begitulah seharusnya pemimpin kaum muslimin itu.

Selain pengurus, Khalifah juga sebagai pelindung yang akan melindungi rakyat dari cengkeraman Korporasi Global yang menjajah secara ekonomi maupun politik.

Adapun pandangan Islam terhadap premium, pertalite dan semua yang termasuk bahan bakar, berbeda dengan pandangan Kapitalisme.

Apabila Kapitalisme memandang premium, dab BBM adalah barang ekonomi yang dikomersialkan dengan satu pandangan yaitu bisnis. Maka Islam, memasukkan BBM sebagai barang milik umum yang tidak boleh diperjualbelikan semata karena bisnis terhadap rakyat.

BBM termasuk barang yang kepemilikannya bukan milik negara maupun individu, atau swasta. Ia termasuk Barang milik umum yang harus dikelola negara, dalam rangka memenuhi kemaslahatan kaum muslimin, bukan orientasi bisnis.

Dengan pengelolaan negara seperti ini diharapkan seluruh masyarakat dapat menggunakan BBM sesuai kebutuhan, baik dengan cara di kelola negara terus dibagi cuma-cuma kepada rakyat, atau dijual kepada rakyat dengan harga yang tidak memberatkan.

Untuk kepentingan bisnis negara bisa menjual dengan harga yang menguntungkan. Bahkan bisa juga dijual keluar negeri bila kebutuhan dalam negeri telah mencukupi, dengan hitungan keuntungan maksimal yang hasilnya untuk kemaslahatan kaum muslimin.

Dengan pengaturan BBM sesuai syariah, maka rakyat akan merasakan keadilan dan nikmatnya hidup. Tidak hanya itu, jika Islam Kaffah diterapkan dalam naungan Khilafah maka keselamatan didunia dan diakhirat bakal diraih, kesejahteraan,  dan keamanan betul betul terwujud.

Hal ini bukan hanya romantisme sejarah kaum muslimin namun juga diakui oleh orang kafir sekalipun. Will Durant memuji kesejahteraan negara Khilafah. Dalam buku yang ia tulis bersama Istrinya Ariel Durant, Story of Civilization, ia mengatakan:

"Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka"

Al hasil, kebijakan membisniskan bahan bakar minyak (BBM) dengan harga tinggi dan menghilangkan premium yang disubsidi pemerintah adalah bentuk kedzaliman penguasa terhadap rakyat.

Rakyat sudahlah merasakan Pandemi yang dak kunjung selesai, mahalnya kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, keamanan semakin membuat rakyat menjerit apalagi, BBM semakin mahal karena harus beli Pertamax yang harganya naik 40 persen dari harga premium.

Bila watak asli penguasa Neolib dan sistem Kapitalisme Liberal makin menyengsarakan rakyat, akankah terus dipertahankan?

Sementara Allah SWT telah menurunkan seperangkat aturan yang paripurna untuk menjamin keadilan, kebahagiaan di dunia dan akhirat, yaitu dalam naungan Khilafah Islamiyyah. Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post