Praktik Poliandri, Bukti Rusaknya Sekularisme.

Oleh: Subaidah S.Pd
Anggota Akademi Menulis Kreatif

Ketika Allah menetapkan suatu hukum, pasti hukum tersebut mendatangkan rahmat bagi umat manusia. Sebaliknya, ketika dilanggar maka yang terjadi mudarat bagi manusia. Hal ini pula yang Allah tetapkan dalam kebolehan bagi laki-laki yang mampu untuk memiliki istri lebih dari satu (poligami). Namun sebaliknya, haram bagi perempuan memiliki lebih dari satu suami (poliandri). 

Mirisnya, ketetapan ini seakan tidak diindahkan oleh sebagian Aparat Sipil Negara (ASN) yang ketahuan menjalankan praktik poliandri. Sebagaimana yang dimuat dalam republika. co.id (1/9/2020). Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PANRB), Tjahjo Kumolo, mengungkapkan adanya fenomena baru pelanggaran yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN). Fenomena tersebut berupa ASN perempuan yang memiliki suami lebih dari satu atau poliandri.

Fakta kasus poliandri tidak hanya terjadi satu kasus, akan tetapi sebagaimana yang disebutkan oleh Tjahjo Kumolo dalam satu tahun ini telah terjadi sekitar lima laporan kasus poliandri. Mencengangkan pastinya. Ini hanya kasus yang tampak ke permukaan kemungkinan ada kasus yang belum terungkap, bahkan lebih banyak lagi jumlahnya. 

Munculnya kasus poliandri, memberikan  gambaran tentang masyarakat yang rusak. Permasalahan rumah tangga, ekonomi yang semakin sulit serta lingkungan apatis, sehingga menjadi pemicu poliandri. Selain itu, di perparah dengan menipisnya keimanan dalam diri seseorang, akibatnya larangan Allah pun tidak di hiraukan. 

Paham agama tidak boleh ikut campur mengurusi urusan manusia (sekularisme) juga memiliki andil yang besar munculnya praktik ini. Padahal sudah jelas agama apa pun pasti melarang poliandri. Dan sebagai warga negara Indonesia, terutama mereka yang ASN. Praktik poliandri telah melanggar UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. 

Demokrasi yang di agung-agungkan. Dimana setiap manusia diberi kebebasan untuk berbuat sesuai kehendaknya, tanpa mengindahkan norma dan aturan agama. Nyatanya, justru menjerumuskan manusia kedalam kehinaan. Padahal setiap ketetapan yang Allah berikan kepada setiap manusia pasti ada kebaikan untuknya. 

Ketetapan bahwa wanita tidak boleh memiliki beberapa suami dalam satu waktu adalah ketentuan Allah Swt. Tidak ada pilihan bagi seorang hamba yang beriman kepada Allah, kecuali menaati dan menerima dengan sepenuh hati setiap ketentuan-Nya. Karena orang yang beriman kepada Allah akan senantiasa taat dan tunduk kepada hukum Allah. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ

"Hanya ucapan orang-orang beriman, yaitu ketika mereka diajak menaati Allah dan Rasul-Nya agar Rasul-Nya tersebut memutuskan hukum diantara kalian, maka mereka berkata "Sami’na wa atha’na" (Kami telah mendengar hukum tersebut dan kami akan mentaati). Merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. An Nuur: 51).

Poliandri jelas diharamkan oleh Allah. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt:

وَٱلۡمُحۡصَنَـٰتُ مِنَ ٱلنِّسَاۤءِ إِلَّا مَا مَلَكَتۡ أَیۡمَـٰنُكُمۡۖ كِتَـٰبَ ٱللَّهِ عَلَیۡكُمۡ

“Dan (diharamkan juga atas kalian menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu.” (QS An-Nisa : 24).

Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan makna وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاء artinya: "Diharamkan bagimu menikahi para wanita ajnabiyah yang muhshanat yaitu yang sudah menikah". Ibnu Katsir juga membawakan riwayat yang menjelaskan sebab turunnya ayat ini:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: أَصَبْنَا نِسَاءً مِنْ سَبْيِ أَوْطَاسَ، وَلَهُنَّ أَزْوَاجٌ، فَكَرِهْنَا أَنْ نَقَعَ عَلَيْهِنَّ وَلَهُنَّ أَزْوَاجٌ، فَسَأَلْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، فَنَزَلَتْ هذه الآية: {وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ} [قَالَ] فَاسْتَحْلَلْنَا فُرُوجَهُنَّ

Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata: “Kami mendapat wanita dari suku Authas yang ditawan, para wanita itu memiliki suami lebih dari satu. Kami enggan bersetubuh dengan mereka karena mereka memiliki suami. Kami pun bertanya kepada Rasulullah Saw. lalu turunlah ayat (yang artinya) ‘Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki‘. Dengan itu kami pun mengganggap mereka halal dicampuri” (Tafsir Ibni Katsir, 2/256).

Islam adalah agama yang mengatur seluruh kehidupan, tidak terkecuali berkaitan dengan pernikahan. Allah membolehkan poligami bagi laki-laki dan mengharamkan poliandri bagi perempuan pasti ada hikmah dibalik hal tersebut, yakni dikarenakan untuk menjaga nasab dari umat manusia. 

Dalam Islam, jalur nasab seorang anak kepada ayahnya dan masalah nasab ini dipandang sangat urgent dalam Islam. Karena nasab menentukan banyak urusan, seperti perwalian dalam pernikahan, nafkah, pembagian harta warisan, dan lain-lain. 

Terungkapnya praktik poliandri menunjukkan kegagalan penguasa dalam menjaga nasab manusia. Sekaligus memberikan bukti bahwa carut-marut persoalan di negeri ini, buah dari diterapkannya aturan buatan manusia yang sudah nyata membawa kesengsaraan. Fakta ini semakin meyakinkan kita, bahwa hanya Syari'at Islam yang dapat memberikan solusi atas segala persoalan, serta satu-satunya aturan hidup sesuai dengan fitrah manusia yang akan membawa kepada keberkahan. 

Wallahu'alam bishshowab.
Previous Post Next Post