Poliandri Pemicu Minimnya Pemahaman Syariat


Oleh : Asma Sulistiawati 
(Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Buton)

“Jika lelaki boleh beristri lebih dari satu, mengapa wanita tidak boleh bersuami lebih dari satu (poliandri)?” Pertanyaan ini kadang terbesit dibenak kita. Apalagi baru-baru ini kita di gegerkan oleh pelaporan yang dilakukan oleh menteri PANRB terkait poliandri tersebut.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PANRB), Tjahjo Kumolo mengungkapkan adanya fenomena baru pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur sipil negara (ASN). Fenomena tersebut berupa ASN perempuan yang memiliki suami lebih dari satu atau poliandri.

Fenomena tersebut diungkapkan Tjahjo saat memberikan sambutan di acara Peresmian Mal Pelayanan Publik (MPP) di Jalan Jenderal Sudirman, Solo, Jawa Tengah, Jumat (28/8). Awalnya, Tjahjo menceritakan mengenai pengalaman dirinya selama satu tahun menjabat sebagai Menteri PANRB yang bertugas memutuskan memberi sanksi ASN yang melanggar disiplin. (REPUBLIKA.co.id, 29/08/2020).

Selama ini, masyarakat lebih banyak mengenal laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu alias poligami. Namun, ditemukan juga beberapa kasus di mana seorang perempuan memiliki lebih dari satu suami atau yang dikenal dengan istilah poliandri. Akan tetapi, baik dalam hukum agama maupun hukum negara, poliandri diharamkan di Indonesia. 

Pada dasarnya, hukum pernikahan di Indonesia menganut asas monogami. Hal ini tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP), bahwa seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang perempuan hanya boleh mempunyai seorang suami. 

Setidaknya ada tiga dampak negatif dari poliandri sebagaimana disebutkan oleh situs muslim.or.id, yang pertama adalah rusaknya sistem rumah tangga, sebagaimana kita ketahui bahwa suami adalah pemimpin keluarga. Bagaimana jika pemimpin itu lebih dari satu, tentu akan banyak perselisihan. Yang kedua adalah karena gairah lelaki sangat menggebu-gebu dan sulit dikontrol, sedangkan perempuan gairah seksualnya lebih lembut dan bisa diatur sehingga akan lebih masuk akal jika hanya poligami yang diperbolehkan. Yang terakhir adalah untuk menjaga nasab yang jelas, dengan banyaknya suami akan sulit diidentifikasi ayah dari anak yang dikandung oleh istri.

Berdasarkan fakta sejarah, praktek poligami sebenarnya sudah dilakukan oleh umat sebelum datangnya agama Islam. Ketika Islam datang, aturan tentang poligami muncul dalam rangka menyempurnakan syari’ah sebelumnya sekaligus untuk mengatur, membatasi dan memberikan suatu solusi bagi kebutuhan biologis manusia. Meski Islam memberi peluang bagi kaum pria untuk berpoligami, namun peluang tersebut sangat terbatas dan hanya dapat diberikan jika seseorang mampu berbuat adil dalam arti yang sebenar-benarnya. Oleh karena keadilan bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk dilakukan, dapat disimpulkan bahwa meski Islam membolehkan poligami tetapi kecenderungan utamanya adalah monogami.

Apalagi kalau kita melihat banyaknya problem yang kian beragam dan tingkat kompleksitas penyelesaiannya makin berat. Salah satunya kasus poliandri ASN. Faktor sulitnya mewujudkan ketahanan keluarga dan minimnya pemahaman Syariah adalah sebagian pemicunya. Pemicu sistemisnya adalah kebijakan rumit negara(khususnya utk ASN)  untuk mengatasi problem ketahanan keluarga.

Islam tidak membolehkan poliandri karena ditakutkan munculnya masalah dalam menentukan ayah dari anak yang dikandung sang istri. Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 40, disebutkan bahwa laki-laki dilarang menikahi seorang perempuan yang masih terikat perkawinan dengan laki-laki lain. Selain itu, perempuan juga nggak boleh dinikahi jika dia masih dalam masa iddah setelah bercerai dengan suaminya.  

Sementara itu, dalam Islam laki-laki diperbolehkan memiliki 4 istri asalkan dia bisa berlaku adil terhadap istri-istrinya. Namun, jika perempuan bersuami lebih dari satu, maka ini dilarang dalam agama. Pasalnya, hal ini akan menimbulkan berbagai masalah, fitnah, serta persoalan ahli waris jika memiliki anak. 
Sehingga ketika kita melihat Islam adalah agama yang fitrah, agama yang sejalan dengan tuntunan watak, dan sifat pembawaan kejadian manusia. Oleh karena itu, Islam memperhatiakan kenyataan-kenyataan manusiawi, kemudian mengaturnya agar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan. Pengaruh iklim membawakan perbedaan-perbedaan dalam kenyataan hidup manusia. Tiap-tiap individu mempunyai pembawaan yang mungkin berbeda dengan individu lain. Keadaan sosial dalam suatu masyarakat pada masa tertentu mengalami roblem-problem yang minta pemecahan. 

Islam membolehkan poligami sampai empat orang isteri dengan syarat berlaku adil kepada mereka. Yaitu adil dalam melayani isteri, seperti urusan nafkah, tempat tinggal, pakaian, giliran dan hal-hal yang bersifat lahiriyyah. Jika tidak dapat berbuat adil, maka hanya cukup satu isteri saja (monogami). Hal ini berdasarkan firman Allah swt. Surat al-Nisa’ ayat 3: Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau  empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.

Wallahu'Alam Bisshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post