(Pemerhati Sosial)
Berbicara tentang wanita, bagai mata air yang tak pernah kering. Ada saja hal yang selalu hangat untuk diperbincangkan dan tak ada habisnya. Salah satu hal yang sering menjadi bahasan wanita, terkait dengan poligami. Ya, poligami, suatu ikatan pernikahan yang suami memiliki istri lebih dari 1. Jika berbicara ini, banyak dari kaum wanita yang kemudian kontra, tren poligami pernah mencuat beberapa waktu lalu. Kini, muncul tren terbaru kebalikan dari poligami, yakni poliandri.
Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PANRB), Tjahjo Kumolo, mengungkapkan adanya fenomena baru pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur sipil negara (ASN). Fenomena tersebut berupa ASN perempuan yang memiliki suami lebih dari satu atau poliandri.
Miris tapi nyata, sulit untuk dimengerti, bagaimana bisa seorang wanita memiliki suami lebih dari satu? Mengapa ini bisa terjadi? Bagaimana pandangan islam?
*Feminisme & Kesetaraan Gender Biang Keladi*
“Jika lelaki boleh beristri lebih dari satu, mengapa wanita tidak boleh bersuami lebih dari satu (poliandri)?”. Pertanyaan ini kadang terbesit dibenak kita atau bahkan digembar-gemborkan oleh sebagian aktifis feminis yang mengklaim sedang memperjuangkan kesetaraan gender. Sebagaimana aktifis gender dari Arab Saudi bernama Nadine el-Bedair yang pernah memperjuangakan poliandri ini, Namanya mulai mencuat ketika Nadine menulis Artikel, “Empat Suami Saya dan Saya,” diterbitkan pada 11 Desember 2009 dalam al–Masry al–Youm, ditulis oleh wartawan TV Saudi, Nadine al–Bedair, dan menyerukan bagi perempuan untuk memiliki hak untuk menikah lebih dari satu orang sebagai bagian dari kesetaraan gender.
Dalam artikel tersebut, Nadine bertanya mengapa laki-laki memiliki hak untuk menjadi bosan dengan satu perempuan dan oleh karena itu memiliki hak untuk menikahi tiga wanita, sementara wanita tidak.Tetapi seorang wanita tidak bisa menipu, bukan karena dia tidak bosan. Bahkan, dia mungkin tidak merasakan kenikmatan sejak malam pertama perkawinan yang diatur tersebut. Tapi tradisi dan ulama memaksanya untuk tinggal di rumah dan diam.
“Seorang pria akan berkata,” ‘Saya bosan. Dia telah menjadi seperti saudara bagi saya. Saya tidak lagi tertarik secara seksual padanya’…. Ini yang saya sebut kecurangan dimulai sejak tradisi dan ulama memberikan laki-laki dengan obat untuk penyakit kebosanan,” tulis artikel tersebut.
Hal ini yang kemudian digembar-gemborkan oleh kamu feminis beserta para pengikutnya, yang jika dilihat dari sisi hukum positif, sosial kemasyarakatan terlebih lagi agama tentu terkesan melabrak hukum-hukum tersebut.
Jika kita melihat secara tersirat, Poliandri ini bisa dikatakan sebagai bentuk perlawanan wanita akan poligami. Secara fitrah, tidak ada wanita yang mampu membagi cinta dan kewajibannya (seperti memberikan keturunan, mengurus keperluan suami, mengurus rumah tangga) kepada lebih dari 1 laki-laki. Sebab, dalam bingkai pernikahan, hubungan suami istri itu bukan hanya sekedar pemuas nafsu belaka. Bukan pula hanya sebulan-2 bulan. Tapi, pernikahan merupakan ibadah kepada Allah. Ada tanggung jawab, hak dan kewajiban disana. Sehingga mustahil poliandri bisa mewujudkan hal itu.
*Poliandri Dari Kaca Mata Islam*
Dari kacamata islam, poliandri jelas haram dan termasuk perbuatan orang-orang jahiliyah dimasa yang lalu. Poliandri haram hukumnya dalam Islam, berdasarkan dalil Alquran dan Sunah. Dalil Alquran adalah firman Allah SWT:
ÙˆَٱلۡÙ…ُØۡصَÙ†َÙ€ٰتُ Ù…ِÙ†َ ٱلنِّسَاۤØ¡ِ Ø¥ِÙ„َّا Ù…َا Ù…َÙ„َÙƒَتۡ Ø£َÛŒۡÙ…َÙ€ٰÙ†ُÙƒُÙ…ۡۖ ÙƒِتَÙ€ٰبَ ٱللَّÙ‡ِ عَÙ„َÛŒۡÙƒُÙ…ۡ
“Dan (diharamkan juga atas kalian menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu.” (QS An-Nisa (4): 24)
Ayat ini menunjukkan salah satu kategori wanita yang haram dinikahi laki-laki, adalah wanita yang sudah bersuami, yang dalam ayat di atas disebut al-muhshanaat.
Sehingga bisa dikatakan, bahwa pelaku poliandri telah melakukan zina. Dalam islam, zina merupakan salah satu dosa besar. Selain itu, akibat poliandri maka tidak terjaga nasab seorang anak.
Jika ini dibiarkan maka yang akan terjadi adalah krisis sosial bahkan moral. Keberkahan Allah SWT tentu akan jauh. Sistem demokrasi kapitalisme yang menjamin kebebasan, tentu sulit membendung krisis ini. Hanya islamlah yang mampu membendung dan menyelesaikannya. Aturan islam sangat jelas terkait dengan pelaku zina. Baik hukuman maupun pencegahan agar perzinahan dari poliandri tersebut tidak semakin meluas dan berakibat fatal.
Wallahu ‘alam bishowwab
Post a Comment