Jakarta kembali terapkan PSBB, terhitung mulai 14 september 2020. Penarikan rem darurat itu dilakukan karena indikator utama keputusan menghentikan masa transisi adalah tingkat kematian (Case Fatality Rate) dan tingkat keterisian rumah sakit (Bed Occupancy Ratio) baik untuk tempat tidur isolasi, maupun ICU yang semakin tinggi.
"Dengan melihat keadaan darurat ini di Jakarta, tidak ada pilihan lain selain keputusan untuk tarik rem darurat. Artinya kita terpaksa berlakukan PSBB seperti awal pandemi. Inilah rem darurat yang harus kita tarik," kata Anies dalam keterangan pers yang disampaikan di Balai Kota Jakarta, Rabu (9/9) malam.
Namun tak berapa lama, berbagai kritik berdatangan. Mulai dari Menko Perekonomian, Airlangga yang menyalahkan Anies atas anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Kamis (10/9).
Yang tak kalah ramai diperbincangkan adalah pernyataan Menko polhukam Mahfud MD yang menilai kesalahan terletak pada tata kata. Ia menilai, seakan-akan PSBB yang di sampaikan Gubernur Jakarta adalah kebijakan baru dan secara ekonomi mengagetkan. Padahal tidak seperti itu, maksutnya adalah PSBB seperti yang sudah diterapkan dan diperketat. Tapi dinarasikan seakan-seakan terjadi hal yang sangat gawat. (news.detik.com)
Faktanya memang benar, tidak ada PSBB total. PSBB ternyata justru tak seketat awal masa pandemi. Pasar dan mall juga masih diijinkan beroperasi, dengan membatasi jumlah pengunjung. Ojol juga masih diijinkan membawa penumpang. Dari sini banyak yang mengartikan bahwa kekacauan yang terjadi ketika PSBB Jakarta disebabkan oleh tata kata yang tidak tepat atau penarasian yang seolah menggambarkan terjadi kondisi gawat . Hal itu berakibat pada kekagetan. Namun benarkah demikian ?
Jika mau dicermati, sebenarnya permasalahan PSBB Jakarta bukan hanya masalah penarasian atau tata kata. Tapi masalahnya terletak pada sistem kapitalisme hari ini. Sistem yang memungkinkan terjadinya liberalisasi segala bidang. Berdampak pada negara yg menjadikan sumber pemasukan terbesarnya dari pajak dan hutang. Sistem yang menjadikan negeri ini mengalami kesusahan karena sulitnya mewujudkan sistem ekonomi yang kuat. Menjadikan kondisi serba susah dan serba salah. Itulah yang berdampak pada narasi yang akhirnya sulit diwujudkan. Itulah kenapa seolah PSBB Jakarta belum punya gambaran jelas dan menimbulkan kekagetan.
Di satu sisi kita melihat fakta bahwa kondisi memang sedang tidak baik- baik saja, jumlah kasus positif corona terus meningkat, sedangkan kekuatan sistem kesehatan negeri ini terbatas. Belum lagi krisis ekonomi yang menghantui akibat pandemi. Sehingga berdampak pada penyelesaian permasalahan yang tidak fokus. Seolah harus memilih antara ekonomi atau keselamatan rakyat. Kondisi ini harusnya menjadikan kita memahami bahwa permasalahan terletak pada sesuatu yang sistemik. Sehingga butuh solusi yang sistemik.
Kondisi di atas berbeda dengan Islam. Aturan islam adalah solusi atas setiap permasalahan, termasuk pandemi. Negara yang menerapkan islam akan melakukan pendekatan dilakukan secara komprehensif, yaitu dari sisi negara dan dari sisi rakyat.
Dari sisi Negara.
1. Menentukan tes dan tracing dengan cepat.
Pemimpin harus dengan cepat melakukan tes dan tracing. Tes dan tracing ini penting sekali. Apalagi dalam kasus virus Corona. Kelambanan dalam melakukan tes dan tracing berarti membiarkan masyarakat lebih banyak terkena wabah dan semakin banyak masyarakat yang meninggal.
2. Pusat wabah harus segera ditentukan dengan cepat dan menjaga secara ketat agar wabah tidak meluas. Saat wabah menyebar, daerah terkena wabah harus segera diisolasi agar wabah tidak menyebar ke tempat lain. “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari).
2. Menjamin semua kebutuhan dasar masyarakat di daerah yang diisolasi
Negara harus benar-benar hadir secara riil. Saat terjadi isolasi, pasti masyarakat tidak bisa mencari nafkah, dan pada gilirannya dapat berdampak pada kelaparan sehingga dapat menyebabkan kematian rakyat. Oleh karena itu, saat negara melakukan isolasi atau karantina, kebutuhan rakyat harus ditanggung oleh negara.
2. Merawat, mengobati dan melayani orang-orang yang sakit di daerah wabah.
Masyarakat yang sakit harus segera diobati dengan pengobatan yang berkualitas karena berkaitan dengan nyawa manusia.
3. Menjaga wilayah lain yang tidak masuk zona merah agar tetap produktif. Di sinilah pentingnya kehadiran negara. Negara harus memiliki peta yang jelas, mana daerah merah, kuning dan hijau.
4. Memperkuat dan meningkatkan sistem kesehatan: fasilitas, obatan-obatan, SDM, dan lain
5. Mendorong para ilmuwan untuk menemukan obat/vaksin dengan cepat.
Negara juga harus mendorong para ilmuan untuk menemukan metode, obat, atau vaksin untuk berbagai penyakit. Dalam hal ini, negara tidak boleh berpikir untung rugi dari aspek finansial, tetapi negara harus mendukung pengembangan penelitian tentang obat dan virus ini.
Dari sisi rakyat.
1. Mentaati segala protap dengan dasar ketakwaan kepada Allah.
2. Sabar dan ikhtiar, tidak putus asa bagi yang ditimpa musibah.
3. Masyarakat saling membantu dengan dorongan keimanan.
Wallahu a'lam bishshowab.
Post a Comment