Pilkada di Tengah Pandemi, Sungguh Ironi


Oleh : Ika Marinawati 
(Muslimah Peduli Umat)

Di tengah wabah yang belum bisa diketahui kapan berakhirnya, bahkan akhir-akhir ini jumlah pasien Covid-19 terus meningkat tajam. Namun pesta demokrasi dengan skala Pilkada akan segera digelar. Pemerintah melalui menteri, DPR dan penyelenggara Pemilu tetap akan menyelenggarakan pilkada meskipun masih dalam kondisi pandemi. Awalnya pilkada 2020 akan diselenggarakan pada 23 September 2020 di 270 daerah dari tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, namun ditunda hingga 9 Desember 2020. Meski demikian apakah bisa dipastikan pandemi berakhir di bulan tersebut. Alasan supaya tidak banyak kekosongan jabatan seolah menjadi pembenaran untuk tetap menyelenggarkan pilkada. Padahal ancaman risiko kematian tentu akan mengintai petugas dan pemilih akibat penularan Covid-19. Persiapan pelaksanaan pilkada pun dinilai belum matang, melihat persiapan yang singkat dan terburu-buru, terutama persoalan anggaran. 

Seharusnya pemerintah menyadari bahwa pilkada bukan isu utama yang menjadi persoalan rakyat saat ini. Kualitas dan integritas calon pemimpin yang luput dari penilaian dan evaluasi publik akan berpengaruh pada legitimasi pemimpin yang dilahirkan nanti. Sebagian pihak menyebut pilkada di tengah pandemi diputuskan agar kroni penguasa tidak kehilangan kesempatan duduk di kursi kekuasaan. Seperti yang disampaikan pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira  Kupang, Mikhael Raja Muda Batanoa, ia mengatakan Pelaksanaan pilkada 2020 yang berlangsung di tengah pandemi Covid-19 akan menguntungkan oligarki politik. Termasuk juga petahana dan calon-calon baru yang punya kekuatan uang dan logistik.  Begitu juga pengamat politik Universitas Sebelas Maret dan mantan ketuas KPU Sragen Agus Riewanto, ia menyatakan bahwa  dari peserta pilkada, jelas petahana paling diuntungkan, akhirnya pilkada tidak berjalan dengan adil, 90% incumbent banyak yang menang disebabkan kebijakan realokasi anggaran APBD bantuan Covid-19 yang pegang anggaran ialah kepala daerah. Fakta buruk pesta demokrasi melahirkan pemimpin di negeri ini telah diketahui publik, pesta tersebut belum pernah menghasilkan perubahan yang signifikan di tengah rakyat kecuali pergantian wajah-wajah baru. Memaksakan pilkada tetap terselenggara dengan anggaran yang besar, ancaman penularan covid-19 juga tak mungkin dapat dihindari hal ini menunjukkan betapa memaksakan kepentingan yang tidak mengakar pada persoalan utama saat ini. Persoalan yang membelit rakyat saat ini tingkat kriminal yang tinggi, pengangguran, kemiskinan, kerusakan sosial, ketidakadilan hukum dan sebagainya, inilah persoalan yang harus segera diselesaikan, bukan hanya sekedar mengganti pemimpin. 

Sesungguhnya Islam adalah Rahmat bagi semesta alam telah memberikan solusi atas persoalan ini, dimana didalam islam seorang kepala daerah akan dipilih langsung oleh Khalifah. Hal ini tentu akan mempermudah urusan masyarkat serta tidak memboroskan anggaran Negara. Sehingga pemimpin akan fokus dalam menuntaskan persoalan utama yang sedang dihadapi. Allah SWT berfirman“…maka jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta (TQS. Thaha ayat 123-124). Saatnya beralih kepada sistem Islam yang sempurna dan paripurna, karena berasal dari Zat yang Maha sempurna yakni Allah SWT. Wallohu’alam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post