Pilkada di Tengah Pandemi, Kebijakan yang Tak Bijak


Oleh. Hana Annisa Afriliani,S.S
(Penulis Buku dan Aktivis Dakwah)

Di tengah terus meningginya angka positif covid- 19 di negeri ini, pemerintah justru bersikeras akan tetap menyelenggarakan pilkada serentak di 270 daerah di Indonesia. Padahal sejumlah pihak sangat mengkhawatirkan hal tersebut, bahwa sejatinya penyelenggaraan pesta rakyat di tengah pandemi justru akan menciptakan klaster baru penyebaran covid-19. Bahkan beberapa pihak menyarankan agar pemerintah menunda penyelenggaraan pilkada hingga kurva positif covid melandai.

Diberitakan Kompas.com (21/9/2020), Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menyatakan Pilkada Serentak 2020 tidak akan ditunda demi menjaga hak konstitusi rakyat, yakni hak dipilih dan memilih.
Entah apa yang menjadikan pemerintah begitu tegas mengatakan bahwa pilkada serentak pada 9 Desember mendatang akan tetap dilaksanakan. Meski pemerintah meyakinkan publik bahwa pelaksanaan nantinya akan tetap mematuhi protokol kesehatan dan pengerahan massa kampanye ditiadakan, namun tetap saja sebuah ajang pemilihan pasti akan menciptakan forum kumpul-kumpul. Sangat besar terjadinya pelanggaran protokol kesehatan covid-19, seperti tidak menjaga jarak.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Epidemiologi dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, menilai pelaksanaan kontestasi politik pada pilkada mendatang belum memiliki kesiapan optimal, berpotensi besar menciptakan lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia, (cnnindonesia.com, 4/9/2020)

Inilah realita suram sistem demokrasi di negeri ini. Hanya mementingkan kepentingan segelintir orang, sementara kepentingan rakyat bukan prioritas. Sebagaimana kita tahu, bahwa di tengah pandemi ini, kesulitan hidup rakyat kian terasa, namun pemerintah ngotot melaksanakan pilkada serentak  yang tentunya mengeluarkan biaya yang tak sedikit.

Sungguh penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi merupakan kebijakan yang tak bijak. Lagi-lagi rakyat yang kelak akan menjadi korbannya. Benarlah adanya bahwa sistem demokrasi hanya menjadikan rakyat sebagai instrumen dalam setiap ajang pemilihan.  Maka apapun akan dilakukan demi mendulang suara rakyat. Padahal,  ancaman di depan mata.  Virus masih bergeriliya mencari korbannya.  Apakah pemerintah memandang bahwa pemilihan kepala daerah jauh lebih penting daripada nyawa rakyatnya sendiri? 
 
Islam memandang bahwa nyawa seorang Muslim amatlah berharga.  Maka sistem pemerintahan Islam memiliki mekanisme dalam menjamin keamanan dan kesehatan rakyatnya. Hal tersebut telah amat nyata terpotret manakala Islam diterapkan dalam sebuah institusi negara. Ya, hal tersebutlah yang terjadi pada masa Rasulullah Saw dan para khalifah setelah beliau.  Ketika terjadi pandemi di masa Umar Bin Khatab, negara langsung memberlakukan lockdown lokal pada awal mula munculnya wabah. Tak banyak pikir apalagi mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi.  Karena bagi daulah Islam, keselamatan nyawa rakyatnya jauh lebih penting ketimbang permasalahan ekonomi.  Dan selama terjadinya wabah itu pulalah negara berperan besar dalam menjamin pemenuhan kebutuhan hidup seluruh rakyatnya,  sehingga rakyat tak bingung bagaimana melanjutkan hidup saat negara melakukan penguncian wilayah.  

Oleh karena itu,  sistem Islam terbukti efektif menangani pandemi secara cepat dan tepat. Sungguh berkebalikan dengan apa yang dipraktikkan oleh negara hari ini,  bukan?

Post a Comment

Previous Post Next Post