Oleh : Umi Lia
Ibu Rumah Tangga,
Cileunyi Kabupaten Bandung
“Barangsiapa yang dikehendaki Allah Swt dengan kebaikan (dunia akhirat), maka Allah akan memahamkannya dalam (urusan) agama.” (HR Bukhari dan Muslim)
Pondok pesantren memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Namun keberadaannya justru masih kurang perhatian dari pemerintah. Perhatian pemerintah pusat terhadap pondok pesantren terbilang minim. Sebagai bukti, belum ada anggaran khusus yang dialokasikan bagi kesejahteraan pondok pesantren, meskipun sudah ada undang-undang tentang pesantren.
Pembina Majelis Silaturahmi Pesantren (Masantren), Ruhiat Nugraha, mengatakan peran pesantren dalam perjuangan tidak bisa diremehkan. Bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka, perjuangan rakyat banyak dipelopori dari pondok pesantren. Salah satu contohnya resolusi jihad yang gaungnya bersumber dari pesantren dan kyai di nusantara. Namun selama 75 tahun Indonesia merdeka, pesantren seolah dilupakan. Bahkan akhir-akhir ini, pesantren malah banyak mendapat cap sebagai pusat radikalisme, terorisme dan anti pancasila. (AyoBandung.com, 66/8/2020).
Pesantren adalah sebuah pendidikan tradisional yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam komplek yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Komplek ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pondok pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok adalah rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. (Wikipedia.org).
Biasanya berdirinya pondok pesantren bermula dari seorang kyai atau ulama agama Islam yang menetap di suatu tempat. Kemudian datanglah para santri yang hendak belajar berbagai ilmu agama padanya. Tidak jarang santri yang datang dari daerah yang jauh. Untuk itu dibangun pula tempat bermukim para santri di sekitar kediaman kyai tadi. Semakin banyak santri yang ingin menuntut ilmu, akan semakin banyak pula pondok yang dibangun.
Di masa lalu biaya kehidupan dan pendidikan di pesantren disediakan bersama oleh para santri dengan dukungan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Cara tersebut dimaksudkan agar kehidupan di pesantren tidak terpengaruh dengan gejolak yang ada di luar.
Cikal bakal lahirnya pondok pesantren diduga ketika Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Ampel, mendirikan sebuah padepokan di Ampel, Surabaya Jawa Timur. Meskipun pada waktu itu belum disebut pesantren, tapi bisa dikatakan apa yang dilakukan Sunan Ampel menjadi peletak dasar-dasar pendidikan pesantren di Indonesia. Sunan Ampel menjadikan padepokannya sebagai pusat pendidikan Islam di Jawa. Di sana, para santri yang berasal dari berbagai daerah, baik dari dalam maupun luar pulau Jawa, datang untuk menuntut ilmu agama.
Sistem pendidikan ala pesantren yang menjadikan kyai sebagai pusat segala perkara sempat meredup, kala perusahaan dagang Belanda (VOC) datang menjajah. Masyarakat Islam yang taat seakan diasingkan. Para ulama yang diikuti masyarakat dijauhkan dari pusat pemerintahan karena dianggap membawa potensi terjadinya kerusuhan. (Goodnewsfromindonesia.id, 30/4/2020)
Kini, seiring perkembangan zaman, pesantren-pesantren semakin modern, baik dari kurikulum maupun dari fisik bangunannya. Sebagai pengakuan terhadap keberadaan pesantren, pemerintah RI mensahkan UU No.18 tahun 2019 tentang pesantren, untuk dijadikan landasan hukum afirmasi atas jaminan kesetaraan tingkat mutu lulusan, kemudahan akses bagi lulusan dan independensi penyelenggaraan pesantren. Jadi dengan UU ini lulusan pesantren sejajar dengan lulusan sekolah formal lainnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum, mengatakan pemerintah Provinsi Jabar siap mendorong sumber ekonomi pesantren dengan mengangkat potensi kewilayahan dari masing-masing pesantren. Uu meminta kepada para kyai untuk mengubah wawasan dan jangan hanya berpikir untuk membangun madrasah, asrama dan masjid, tapi selain itu juga harus memikirkan ekonomi pondok pesantren. Santri-santri dibekali dengan pelatihan-pelatihan pertanian, perikanan dan lainnya disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing. Sehingga pesantren mempunyai sumber ekonomi dan mandiri. (Tribunjabar.id, 16/8/2020)
Selain itu dengan adanya UU Pesantren, diharapkan pesantren tidak mengajarkan radikalisme dan ekstremisme. Pemerintah ingin memastikan bahwa pesantren yang tumbuh dan berkembang dengan kekhasannya bisa berkontribusi penting dalam mewujudkan Islam yang rahmatan lil’aalamiin yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat dan nilai luhur bangsa Indonesia lainnya.
Pesantren diminta untuk mandiri secara ekonomi, ini ciri khas pengaturan pendidikan di negara sekuler kapitalis. Pemerintah lepas tangan sedikit demi sedikit dalam mengurusi pendidikan rakyatnya. Di awal tahun ini, pemerintah membangun kerja sama dengan Singapura dalam pendidikan vokasi di pesantren. Pengembangan pendidikan dengan mengutamakan keahlian terapan tersebut menjadi salah satu fokus pemerintah dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul. (Antara, 44/2/2020)
Pendidikan dalam sistem sekuler kapitalis menegasikan hakikat pendidikan dalam kehidupan manusia. Pendidikan bukan sekedar mencetak tenaga kerja, namun yang lebih utama adalah membentuk kepribadian mulia. Orientasi pendidikan dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari paradigma Islam. Pendidikan dalam Islam merupakan upaya terstruktur dan sistematis untuk menyukseskan misi penciptaan manusia sebagai hamba Allah dan khalifah Allah di muka bumi.
Dalam Islam, pendidikan tidak sekedar berorientasi mengejar lulusan siap kerja. Namun orientasi lulusan haruslah berimbang antara dunia dan akhirat. Aspek dunia, mereka dibekali dengan ilmu yang dibutuhkan agar berdaya guna di tengah masyarakat. Aspek akhiratnya, mereka akan berkembang menjadi generasi yang memiliki kepribadian mulia. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya ilmuwan-ilmuwan muslim yang tak hanya pandai ilmu saintek, mereka juga cakap dalam ilmu agama.
Islam memadukan orientasi dunia dan akhirat menjadi satu kesatuan. Semua itu didorong oleh political will yang berasaskan ideologi Islam. Hal ini hanya bisa terwujud dengan tegaknya negara yang menerapkan sistem Islam dalam khilafah, yang kehadirannya tidak akan lama lagi.
Wallahu a’lam bish shawab