By : Bunda Alzam
Pendidik Generasi
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam pertama yang mendukung kelangsungan pendidikan nasional. Secara histori, pesantren mengandung makna keIslaman, tetapi juga keaslian Indonesia karena sejak masa kekuasaan Hindu Budha pesantren sudah ada dan memiliki formulasi yang jelas.
Sejak berdiri pada abad yang sama dengan masuknya Islam hingga sekarang, pesantren sangat memiliki kedekatan dengan masyarakat luas. Dengan begitu, pesantren sangat berpengalaman menghadapi berbagai corak masyarakat dan tumbuh atas dukungan masyarakat. Sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, tentu saja pesantren memiliki peran yang besar dalam sejarah perjuangan bangsa. Namun sayang, keberadaan lembaga pendidikan pertama ini terpinggirkan dan jauh dari perhatian pemerintah.
Tak bisa dipungkiri, keberadaan pesantren masih jauh dari perhatian pemerintah. Seperti yang disampaikan Ruhiyat Nugraha Pembina Majelis Silaturhami Pesantren (Masantren), masalah besar yang dihadapi saat ini karena keberadaan pesantren seolah dilupakan, padahal perannya dalam perjuangan kemerdekaan tidak dapat dieremehkan. Bukan hanya dilupakan, akan tetapi akhir-akhir ini banyak cap negatif yang dialamatkan pada pesantren sebagai pusat radikalisme, terorisme dan anti pancasila.
Ruhiyat pun menambahkan, anggaran 76 miliar dari APBD Provinsi Jawa Barat dalam nomeklatur hibah untuk lembaga sosial masyarakat, tak ada sedikit pun untuk pesantren dan madrasah. Begitu juga dengan dana Kementerian Agama yang jumlahnya sangat kecil dikucurkan ketimbang untuk Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Maka tak heran jika pesantren berjalan sendiri tanpa adanya bantuan dari pemerintah (ayobandung.om, Minggu 16 Agustus 2020)
Miris memang, sudahlah tak dapat perhatian pemerintah, lalu di cap tidak mampu memberikan kontribusi pada kemajuan negara, malah muncul tuduhan jika pesantren hanya mencetak generasi radikal, intoleransi, dan anggapan negatif lainnya. Tudingan ini jelas salah besar dan tak mendasar. Justru sebaliknya pesantren memiliki peranan yang sangat besar pada bangsa dan negara ini. Dimana saat negeri ini dijajah oleh kaum kafir, generasi yang dicetak dari hasil didikan pesantrenlah yang maju membela dan mempertahankan dengan pengorbanan yang luar biasa. Sehingga bangsa ini mampu mengusir penjajah.
Berawal dari anggapan bahwa pesantren tempat mengkader teroris dan paham radikal maka ada dugaan kuat kurikulum pesantren pun akan menjadi bidikan pemerintah agar kurikulum pesantren searah dengan Pancasila, UUD'45, kebhinekaan, NKRI, yang otomatis akan bergeser dari hakikat awalnya yakni syariat Islam.
Dalam perjalanannya, pesantren telah berkontribusi membangun madrasah-madrasah (yang seharusnya tugas negara) untuk mengajarkan pelajaran umum, dengan harapan, santri jebolan pesantren mampu bersaing dengan sekolah umum. Dengan fakta ini, sudah seharusnya pemerintah mengatur pendanaan dan memberikan fasilitas yang memadai demi terselenggaranya pendidikan yang berkualitas.
Sayangnya, harapan ini sepertinya akan menjadi angan, mengingat beberapa waktu lalu kemenag merevisi 155 materi buku PAI agar sejalan dengan kemauan paham kapitalis sekuler yang telah lama menjadi duri dalam daging. Ada beberapa ajaran Islam yang ditakuti akan berdampak pada sistem yang ada, yakni materi bahasa Arab, jihad dan khilafah.
Contoh lainnya adalah dengan meleburkan Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Hasil dari peleburan ini akan menjadi pendidikan agama, kepercayaan bernuansa nilai-nilai pancasila. Pemerintah berdalih peleburan ini bertujuan mengarusutamakan kebudayaan melalui pendidikan untuk mencapai pemajuan kebudayaan (islamtoday.id, 18 Juni 2020)
Realitas ini akan berdampak pada kualitas pesantren dan santrinya. Pendidikan Islam yang seharusnya totalitas dipelajari dan dipahami harus dipilah berdasar arahan barat. Mengapa? Karena hanya barat dan pendukungnya yang tidak suka Islam dipelajari secara menyeluruh karena sebab bisa membangkitkan pemikiran dan ruh jihad pada jiwa umat. Sedangkan barat dengan ide kuffarnya ingin ideologi mereka bisa menghancurkan Islam. Maka wajar kiranya berbagai tuduhan negatif menyasar elemen keislaman dan pelaksananya.
Pesantren, sejak awal dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam non formal yang menjadi basis ideal pengkaderan dan pencetak generasi unggul dengan khazanah Islam. Out put nya diharapkan memiliki wawasan yang cemerlang dengan tsaqafah Islam kaffah. Sehingga pola pikir dan pola sikapnya terbentuk secara Islami hingga melahirkan sosok-sosok yang salih dan shalihah yang mampu menghadapi perkembangan zaman tanpa terpengaruh paham kufur.
Dengan demikian, dihembuskannya isu-isu seputar radikal, teroris dan lainnya ke tengah umat sebetulnya merupakan agenda setingan yang sengaja dilontarkan barat sebagai pintu masuk menyerang Islam melalui tangan umat Islam itu sendiri. Di saat yang sama barat pun merekomendasikan proyek pemandulan ajaran Islam dengan gagasan moderasi Islam. Tujuannya hanya untuk membendung gerak laju kebangkitan Islam dan memberi citra buruk pada pesantren dan ajaran Islam.
Oleh karena itu, umat sudah seharusnya menyadari bahwa Islam dan syariatnya sedang ditunggangi oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab, penuh iri dan benci terhadap Islam dan pemeluknya. Maka, hanya dengan berpegang teguh pada Islam kaffah lah umat bisa meraih kembali kemuliaannya dengan tetap bersama mempererat akidah dan ukhuwah Islamiyyah.
Wallahu a’lam bish shawab