Menilik Perisai Sultan


By : Rosyidah Assanani
Pengajar di jogjakarta

Jogjakarta siapa yang tidak tahu tentang kota ini? Kota dengan julukan kota dengan berbagai julukan, kota gudeg, kota pelajar, kota wisata dan lain sebagainya, mempunyai magnet tersendiri bagi pencintanya. Kota ini tak banyak mempunyai sumber daya alam yang dapat dieksploitasi seccara ekonomi, misal sejenis tambang, hutan atau area pertanian yang luas. Roda ekonomi kota ini banyak dipengaruhi oleh sektor pariwisata dan keberadaan pelajar. Menurut survei Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) DIY terhadap 51 PTS di DIY dengan 403 program studi, 142.219 mahasiswa aktif, 5.225 dosen dan 3.894 tenaga pendidik pada tanggal 1 Juli 2020.

Hasilnya, sebanyak 57.334 mahasiswa (40%) merupakan asli warga DIY dan 84.885 mahasiswa (60%) merupakan pendatang. Dari puluhan ribu mahasiswa pendatang itu, APTISI DIY memperoleh hasil bahwa 27% atau 22.928 mahasiswa berada di DIY dan 73% atau sejumlah 61.957 mahasiswa sudah pulang ke kampung halaman. (harianjogja.com 2 agustus 2020)

Keberadaan kasus covid-19 di Jogjakarta pertama kali diumumkan 15 Maret 2020. Sedangkan kasus pertama nasional yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pertama kali diumumkan pada tanggal 3 Maret 2020. Semenjak diumumkan kasus pertama Covid-19 di Yogyakarta pemerintah provinsi di tidak pernah memberlakukan PSBB (pembatasan Sosial Berskala Besar), namun pemerintah provinsi memberlakukan Tanggap Darurat Bencana. Secara berkala diperpanjang sesuai dengan perkembangan kasus.

Pada awal Covid-19 upaya dari pemerintah provinsi DIY ini cukup efektif dalam menurunkan jumlah pasien positif covid sampai pada tanggal 24 Mei 2020, dan 29 Juni 2020 Yogyakarta sempat mengalami Zero kasus atau 0 kasus covid-19 seperti halnya dilansir Jogja.tribunnews.com. Capaian ini sangat baik, namun pada 2 hari terakhir ini terjadi sebaliknya. Pada 9 September dan 10 September pada 2 hari ini tercatat 100 kasus positif di Jogjakarta. Setelah 6 bulan dalam kondisi pandemi, masyarakat mulai kendor dengan protocol kesehatan karena tuntutan ekonomi keluarga yang harus dipenuhi. Kenaikan ini sangat fantastis yang selama ini hanya diumumkan sekitar 20-30 kasus pada tanggal 9 dan 10 September terjadi kenaikan sudah per hari 50 orang. Sebagian besar kasus merupakan penulusuran dari kontak pasien positif kemudian dan lainnya. Sampai dengan tanggal sampai dengan tanggal 10 September 2020 total kasus positif Covid-19 di Jogjakarta menjadi sebanyak 1.695 kasus hal ini dilansir oleh tirto.id pada tanggal 10 September 2020.

Hal ini sangat disayangkan mengingat kondisi ekonomi yang semakin memburuk dan kasus yang semakin meningkat. APTISI DIY membuat prediksi/perhitungan asumsi pengeluaran mahasiswa pendatang sebesar Rp3.028.850 menurut data Bank Indonesia, maka penurunan 'uang beredar' di DIY adalah sekitar Rp187,7 miliar/bulan atau Rp6,3 miliar/hari hanya dari sektor mahasiswa PTS saja. Hal ini terbukti dengan munculnya berita di Radar Jogja pada tanggal 3 Agustus 2020 bahwa Yogyakarta mengalami pertumbuhan ekonomi minus 0,7% dengan gini ratio yang tertinggi di Indonesia. Gini ratio menggambarkan rasio tingkat kesenjangan si kaya dan si miskin yang terjadi di suatu daerah. Yogyakarta menempati posisi tertinggi di Indonesia dengan jeni rasio mencapai 0, 434. 

Dalam kondisi ekonomi kapitalis seperti sekarang ini pemerintah provinsi sangatlah sulit memutuskan untuk menetapkan sebuah kebijakan yang melindungi masyarakat secara utuh terbukti dengan masih diberlakukannya tanggap darurat yang dilakukan Yogyakarta dan tidak diberlakukannya sistem karantina yang masif di daerah atau di lingkungan tempat orang yang terjangkit Covid-19. Penutupan area publik yang tebang pilih membuat apatisme umat semakin tinggi.

Pemimpin menjadi perisai bagi rakyatnya. Adalah sebuah kewajiban bagi seorang pemimpin dalam hal ini pemerintah adalah garda terdepan bagi rakyatnya. Sebagai seorang perisai pemimpin/penguasa/khalifah/sultan atau apapun namanya haruslah melindungi umat karena umat telah menyerahkan kepengurusan atas dirinya kepada pemimpin. Kehadiran pemimpin terutama dalam kasus Covid-19, pemerintah semestinya mengambil tindakan yang lebih aktif dalam melindungi masyarakat dari pada hanya mementingkan persoalan ekonomi semata. Apabila masyarakat sudah tertangani dengan baik maka ekonomi pun bisa dibangun bangun kembali.
Sultan/khalifah/pemimpin kami butuh perisaimu.

Post a Comment

Previous Post Next Post