Menghapus Jejak Khilafah di Nusantara, Mungkinkah?

Oleh: Faizah Khoirunnisa Azzahro 
(Aktivis Dakwah)

Langkah rezim untuk membungkam opini syariah kaffah dan  Khilafah dengan berbagai cara, nampaknya jauh dari ekpektasi. Berawal dari persekusi para pejuangnya dan kriminalisasi ide−idenya, topik Khilafah justru semakin memicu rasa penasaran publik hingga ramai diperbincangkan di ruang−ruang diskusi baik di dunia nyata hingga maya. Untuk menghadang dukungan masyarakat terhadap ide Khilafah, penguasa meminta agar di madrasah−madrasah, Khilafah cukup dibahas dari sudut pandang sejarah, bukan secara fiqih. Hal ini tentu dimaksudkan agar Khilafah dipahami hanya sebagai kisah sejarah yang tak menuntut apapun, padahal dalam fiqih keempat madzhab sangat jelas bahwa Imamah/Khilafah merupakan kewajiban di dalam Islam. 

Bukan rezim “isuk dele sore tempe” namanya, jika tidak mencla−mencle. Meski sebelumnya mempersilakan Khilafah dibahas secara historis, faktanya rezim tetap beringas dan panik terhadap pemutaran sebuah film yang mendokumentasikan hubungan Nusantara dengan Kekhilafahan Islam dari masa ke masa. Film dokumenter yang mengambil judul “Jejak Khilafah di Nusantara” mendapat atensi luar biasa dari berbagai kalangan umat Islam, terbukti dari jauh−jauh hari telah terkumpul ratusan ribu pendaftar yang siap menonton.

Kepanikan rezim disaksikan bersama oleh ratusan ribu pasang mata yang menyaksikan film fenomenal tersebut, dimana di tengah−tengah penayangan premier film secara live pada 1 Muharram 1442 H atau bertepatan dengan 20 Agustus 2020 lalu sempat di take down beberapa kali oleh pihak pemerintah. Terkait gangguan tersebut, banyak netizen berkomentar bahwa mereka serasa berjihad di medan cyber war. Langkah rezim yang mencoba menggagalkan pemutaran film JKDN, telah menguak jati diri rezim yang sebenarnya bahwa mereka sangat Islamophobia dan Khilafahphobia.

Lagi−lagi, tindakan rezim telah salah strategi dan justru memberi peluang pada gagasan Khilafah untuk semakin dicari tahu kebenarannya. Selepas pemutaran film−pun, banyak yang meminta pemutaran ulang film JKDN. Testimoni positif dari umat dan tokoh juga beredar luas. Banyak pihak yang merasa selama ini ada penguburan dan pengaburan fakta sejarah tentang adanya peran Khilafah dalam menyebarkan Islam di Nusantara, karena hal tersebut tidak diungkap di bangku sekolah.

Jejak−jejak Khilafah di Nusantara, mustahil dihapuskan karena hingga detik ini masih bisa kita saksikan bukti fisiknya seperti koin dengan lafadz tauhid, surat Raja Sriwijaya kepada Khalifah yang meminta dikirimkan ulama, simbol kesultanan−kesultanan di Nusantara yang serupa dengan simbol Turki Utsmani, dan masih banyak lainnya. Keberadaan artefak−artefak sejarah baik yang berada di dalam negeri maupun luar negeri, menunjukkan bahwa sejarah islam di nusantara tak bisa lepas dari eksistensi dan peran khilafah.

Sebagai wilayah yang memiliki kenangan dengan Daulah Islam, masyarakat Aceh tak bisa mendustakan fakta keterkaitan Khilafah dengan Nusantara, karena dulu saat penjajah Portugis datang menyerang Aceh, Khilafah datang membantu baik dengan personil maupun persenjataan. Di belahan Nusantara yang lain pun, Islam telah menginsiprasi rakyat untuk berjuang melawan penjajahan dengan konsep jihad fii sabilillah.

Sebagai Dien yang bersumber langsung dari Dzat Yang Maha Adil, kedzaliman tentu menjadi hal yang harus diberantas, termasuk penjajahan baik secara fisik maupun neo−imperialisme. Islam telah menjadi kunci perjuangan dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah yang akan terus relevan di berbagai zaman. Jika dulu yang terjadi adalah penjajahan secara fisik, kini umat Islam terjajah secara pemikiran dan politik. Penjajahan tak kasat mata ini jauh berbahaya karena sulit disadari sehingga kaum muslimin sulit bangkit dari keterpurukannya.

Film yang jujur mengungkap sejarah masuknya Islam ke Nusantara, semisal film JKDN ini, tentu sangat urgen dan dibutuhkan umat untuk mengenal jati dirinya sekaligus menolak anggapan bahwa perjuangan Khilafah di era ini adalah perjuangan ahistoris karena jejak−jejak sejarahnya telah diketahui bersama dan sulit untuk dihapuskan. 

Sejarah yang menunjukkan eratnya hubungan Nusantara dan Khilafah, tentu tidak untuk dikenang dan menjadi bahan nostalgia semata, namun ada hikmah dan pelajaran yang bisa kita ambil untuk perjuangan selanjutnya. Saat ini Indonesia masih dalam jeratan penjajahan politik, ekonomi, dan budaya. Solusi terbaik atas neo−imperialisme adalah penerapan Islam kaffah yang terbukti hanya memihak kemanusiaan dan keadilan. Islam kaffah hanya bisa diterapkan pada negara yang menjadikan Islam sebagai landasan. Negara itu kita kenal dengan Khilafah sebagai sistem pemerintahan warisan Rasulullah SAW dan dilanjutkan oleh para sahabatnya hingga akhirnya diruntuhkan pada tahun 1924. 

Perjuangan penegakkan kembali Khilafah adalah bukti cinta umat Islam agar Indonesia terlepas dari penjajahan sistemik yang menggerogoti dan mengancam kedaulatan. Perjuangan ini tentu butuh dukungan yang massif dari segenap elemen umat. Untuk itu opini Khilafah yang shahih harus terus digelorakan lewat berbagai media agar umat terpahamkan dan ikut andil di medan juang. Allahu Akbar!
Previous Post Next Post