Pernyataan Puan Maharani, Petinggi PDI Perjuangan, terhadap Sumatera Barat (Sumbar) berbuntut panjang.
Bakal calon Gubernur Sumbar yang direkomendasikan PDI-P dalam Pilkada Gubernur Sumbar 2020, Mulyadi - Ali Mukhni diberitakan mengembalikan surat dukungan dari partai tersebut.
Hal itu diperkirakan karena imbas dari ucapan Ketua DPP PDIP Puan Maharani soal Sumatera Barat (Sumbar) yang jadi kontroversi.
Kontroversi terkait ucapan Puan itu berawal saat pengumuman bakal calon yang diusung pada Pilkada Sumbar.
Saat itu, Puan menyelipkan harapannya soal Sumbar.
Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung Negara Pancasila," tutur Puan.
Sekretaris DPD Partai Demokrat Sumbar, Januardi Sumka mengaku belum membaca dan mendengar secara utuh pernyataan Puan.
Namun, pihaknya sudah mencoba mengonfirmasi itu ke DPD PDIP Sumbar. SERAMBINEWS.COM.
Pernyataan petinggi PDIP Perjuangan ini menunjukkan kekhawatiran terhadap tingginya angka golput pada Pilpres yang lalu, kecurangan penghitungan suara selalu mewarnai proses Pemilu, belum lagi korban jiwa yang berjatuhan karena kelelahan menjaga kotak suara. Hal ini hampir terjadi di 34 Propinsi di Indonesia.
Sejarah PDIP di tanah Sumatera Barat tak bisa dibilang manis. Selain tak mendapat kursi Senayan dari provinsi itu, calon usungan PDIP kalah.
Rekam jejak PDIP di Sumbar ini jadi sorotan setelah pengumuman calon kepala daerah rekomendasi PDIP. Salah satu pasangan yang diumumkan adalah untuk Pilgub Sumbar, yaitu Mulyadi-Ali Mukhni.
Kala itu, Megawati mengungkapkan keheranannya, mengapa rakyat Sumatera Barat (Sumbar) belum menyukai partainya.
Bagaimana soliditas partai kita di daerah-daerah yang sedang akan melaksanakan Pilkada tersebut. Seperti kalau saya lihat, seperti Sumbar itu saya pikir kenapa ya? Kenapa ya? Kenapa rakyat Sumatera Barat sepertinya belum menyukai PDIP?" kata Megawati saat memberikan pengarahan kepada calon kepala daerah dari PDIP secara virtual, Rabu (2/9/2020).
Jika merujuk ke masa lampau, begini jejak PDIP saat Pemilu di Sumbar:
Tahun 1999 PDIP menang di Pemilu pertama pascareformasi ini. Namun, partai berlambang banteng moncong putih itu hanya mendapat dua kursi dari Sumbar.
Tahun 2004-2009 PDIP tidak mendapat kursi DPR dari Sumatera Barat.
Tahun 2014 PDIP kembali menjadi pemenang Pemilu tapi hanya mendapat satu kursi dari Sumbar. Di Pilpres 2014, Prabowo-Hatta Rajasa mendapat 1.797.505 suara, sedangkan Jokowi-Jusuf Kalla mendapatkan 539.308 suara.
Tahun 2019 PDIP masih menjadi partai pemenang tetapi sama sekali tak mendapat kursi DPR. Di Pilpres 2019, Prabowo-Sandi memperoleh suara 2.488.733, sedangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin mendapat 407.761 suara.
Sumatera Barat adalah Propinsi yang masuk dalam wilayah NKRI yang menganut Ideologi Kapitalisme Demokrasi yang berasaskan Sekularisme dan lambang negaranya Pancasila sampai saat ini. Oleh karena itu seharusnya Partai tersebut menganalisa apa yang menyebabkan tingginya angka golput di hampir semua Provinsi.
Sistem politik Demokrasi adalah penyebab kekecewaan umat kepada partai politik yang selalu mengumbar janji dan menghianati rakyat. Janji Demokrasi yang akan mensejahterakan rakyat tak kunjung tiba, slogan slogannya pun hampir tak terdengar.
Demokrasi yang terus menerus dikampanyekan di negeri ini adalah apa yang dilakukan adalah untuk kepentingan rakyat dan untuk kesejahteraan rakyat, Demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Namun pada kenyataannya, rakyat merasakan dan menyaksikan bahwa apa yang dilakukan pemerintah adalah dari pengusaha, oleh pengusaha dan untuk pengusaha. Pantaslah jika rakyat kecewa dan tidak terlalu perduli, pemerintah dan pengusaha sibuk mengurus bisnis dan proyek mereka untuk meraup kekayaan dan keuntungan pribadi dan golongannya.
Adapun islam mempunyai sistem politik yang sangat memperhatikan urusan umat manusia baik muslim maupun non muslim. Hal ini karena Allah SWT memerintahkan bahwa seorang pemimpin wajib mengurus rakyatnya sesuai dengan hukum hukum syariah islam termasuk para pengusaha. Islam pun memberikan batasan yang jelas tentang kepemilikan individu, Masyarakat dan negara. Individu tidak boleh mengintevensi penguasa, apalagi mencari keuntungan dan manfaat dari rakyat.
Inilah keunggulan Sistem Pemerintahan Islam yang telah dicontohkan Rasulullah SAW yang telah memimpin umat manusia secara global selama 1300 tahun lamanya. Sistem Pemerintahan Islam itu bernama Khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah.
Di dalam Sistem Khilafah yang menerapkan hukum hukum Allah SWT, setiap orang mempunyai pemahaman yang sama tentang hukum-hukum Islam atas dirinya, yaitu wajib, sunnah, makruh, mubah, haram. Semua hukum tersebut diterapkan secara praktis oleh negara Khilafah. Tidak ada yang kebal hukum, bahkan seorang Kepala Negara pun terikat dengan hukum hukum Allah SWT dalam setiap aktivitasnya, baik dalam urusan pribadinya atau kewajibannya sebagai seorang Kepala Negara. Umat saat ini sangat merindukan penerapan hukum hukum Islam secara menyeluruh dalam aspek kehidupan mereka. InsyaAllah dengan izin Allah SWT dan atas kesadaran seluruh komponen umat, Islam akan kembali memimpin umat secara global. Wallahualam bishawab.
Post a Comment