Indonesia dan seluruh dunia untuk pertama kalinya memperingati 'Hari Kesetaraan Upah Internasional' pada 18 September.
Hari internasional ini menandai komitmen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap hak asasi manusia dan menentang segala bentuk diskriminasi, termasuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan. Menurut data global, perempuan dibayar lebih rendah dibandingkan laki-laki, dengan perkiraan kesenjangan upah sebesar 16 persen.
Perempuan memperoleh 77 sen dari setiap satu dolar yang diperoleh laki-laki untuk pekerjaan yang bernilai sama – dengan kesenjangan yang bahkan lebih besar bagi perempuan yang memiliki anak.
Kesenjangan upah ini memberikan dampak negatif bagi perempuan dan keluarganya.(Grid.ID)
Solusi yang disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) dan Yorrys Raweyai, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), menekankan peran dan kontribusi penting dari pekerja perempuan di tempat kerja dan perlunya upaya bersama dari serikat pekerja.
“Kita perlu meningkatkan perwakilan perempuan dalam peran pengambilan keputusan dan keterlibatan perempuan dalam mekanisme penetapan dan perundingan upah."
"Perempuan harus dapat mewakili dan berbicara untuk diri mereka sendiri,” kata Elly.
Sementara itu, Yorrys menyatakan bahwa “ini merupakan tanggung jawab bersama dalam menanggulangi ketimpangan ini dan, karenanya, diperlukan upaya bersama untuk mencapai kesetaraan upah untuk semua.”
Untuk terus mempromosikan kesetaraan upah, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan UN Women, dua badan PBB yang memimpin pendirian Koalisi Internasional untuk Kesetaraan Upah (Equal Pay International Coalition/EPIC), bersama dengan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD).
Koalisi ini bertujuan untuk mencapai kesetaraan upah bagi semua perempuan dan laki-laki dengan mendukung pemerintah, pengusaha, pekerja dan organisasi mereka di tingkat global dan nasional untuk membuat kemajuan nyata dan terkoordinasi menuju tujuan ini.
“Prinsip kesetaraan upah untuk pekerjaan yang bernilai sama telah tertuang dalam Konstitusi ILO tahun 1919."
"Seratus tahun terlalu lama untuk menunggu dan kita semua harus bekerja sama untuk mewujudkan kesetaraan upah untuk pekerjaan bernilai sama menjadi kenyataan."
"ILO terus mendukung Indonesia mewujudkan kesetaraan upah di negara ini,” ungkap Michiko Miyamoto, Direktur ILO untuk Indonesia.
“Apabila kita tidak mengatasi ketimpangan sistematis yang menempatkan perempuan dalam pekerjaan yang berupah dan bernilai rendah, serta kondisi kerja tidak fleksibel yang membatasi kesempatan mereka, maka kita tidak akan dapat menutup kesenjangan upah berdasarkan gender ini,” kata Jamshed Kazi, Perwakilan UN Women Indonesia dan Penghubung untuk ASEAN.
“UN Women terus menjalin kerja sama erat dengan Pemerintah Indonesia dan para pemangku kepentingan lainnya dalam meningkatkan pemberdayaan ekonomi perempuan, termasuk dengan sektor swasta untuk mengatasi kesejangan upah berdasarkan gender dan menghapus diskriminasi di tempat kerja melalui penerapan Prinsip-prinsip Pemberdayaan Perempuan.”
Berangkat dari isu ini, untuk pertama kalinya Indonesia bersama dengan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), turut berpartisipasi dalam merayakan Hari Kesetaraan Upah Internasional yang jatuh pada 18 September. Perayaan tersebut juga sebagai bentuk komitmen dari PBB untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan menentang segala bentuk diskriminasi, termasuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan.( kumparan.com,19/09/2020)
Yang menjadi pertanyaan,apakah Kesetaraan Upah Internasional jawaban akan problem perempuan bekerja ?
Problem yang dihadapi perempuan saat ini sangat kompleks, khususnya perempuan bekerja. Mereka tidak hanya dihadapkan pada gaji yang rendah, namun juga eksploitasi saat bekerja. Bagi sistem kapitalis, industri adalah pilar utamanya. Sistem kapitalis akan senantiasa berupaya bagaimana agar industri ini bisa terus berlangsung dan berproduksi. Salah satu faktor produksi yang penting adalah tenaga kerja.
Bertumpu pada asas manfaat, kapitalisme memandang bahwa tenaga kerja perempuan lebih menguntungkan. Perempuan umumnya tidak memiliki bargaining position yang memadai sehingga mudah diperdaya dengan gaji yang lebih rendah, pengabaian hak pekerja, dan pembatasan kebebasan dalam berserikat.
Selain itu perempuan adalah pasar yang menggiurkan. Berdasarkan hasil riset tahunan The Asian Parent 'Indonesian Digital Mums Survey 2018, 99% ibu di Indonesia merupakan penentu belanja keperluan rumah tangga.
Demikianlah perempuan digiring untuk menjadi pemutar roda industri kapitalis sekaligus target pasar melalui jargon women empowering. Hakekatnya, jargon tersebut tak lain adalah salah satu alat untuk melanggengkan hegemoni kapitalisme dunia. Maka menyelematkan perempuan dengan aksi seremonial semata tidak akan menjadikan perempuan sejahtera. Diperlukan aksi nyata untuk merubah ruh pemberdayaan perempuan.
Inilah basa-basi khas sistim sekuler mengatasi masalah kaum perempuan. Fakta kesenjangan upah cukup diselesaikan dengan seremoni peringatan Hari Kesetaraan Upah.
Perhatian terhadap kesejahteraan perempuan juga diwujudkan dengan cara eksploitatif,yakni mendorong perempuan bekerja tanpa kwatir terhadap kesenjangan upahnya.
Juga dengan menghilangkan hambatan untuk terjun ke semua jenis pekerjaan agar tidak menuntut negara menjamin kesejahteraanya.Dengan kata lain negara berlepas tangan.
Islam Menjamin Kesejahteraan Perempuan
Islam menjunjung tinggi derajat dan kesejahteraan perempuan. Begitu juga Islam sangat menjaga dan menjunjung tinggi martabat seorang perempuan. Dimana seorang perempuan yang telah ditinggal oleh suaminya nafkah kehidupannya dan anaknya ditangung oleh keluarganya, jika keluarganya tidak mampu menangungnya, maka nafkah kebutuhannya ditanggung oleh negara.
Islam juga tidak membiarkan seorang perempuan meninggalkan peran pentingnya sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangganya.
Dalam Islam seorang perempuannya terfokus mengurus dan mencetak akhlak anak-anak guna menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas.
Namun, bukan berarti seorang perempuan tidak boleh turun ke ranah publik. Dia boleh turun ke ranah publik, menjadi pendamping suami dan juga mengaplikasikan ilmu yang dimilikinya untuk kemaslahatan umat, namun tidak melupakan dan mengabaikan tugas penting mereka menjadi seorang ibu.
Islam pun mendorong suami istri untuk bertakwa kepada Allah Swt. Sehingga suami dan istri benar-benar memahani kewajiban mereka masing-masing.
Mereka juga mampu menjadi patner sejati dalam mendidik dan mengatur rumah tangganya.
Tak hanya itu, Islam juga memberikan jaminan keamanan terhadap perempuan. Hal tersebut tergambar jelas di masa kekhalifahan al- Mu’tashim Billah, khalifah kedelapan dinasti Abbasiyah. Yang mana dia menaklukkan kota Amurriyah akibat ada seorang perempuan yang dilecehkan. Dan masih banyak contoh-contoh lain tentang penjagaan Islam terhadap perempuan pada masa kejayaannya silam.
Wallahu A'lam Bishawab.
Post a Comment