Pemerhati Keluarga, ibu dan buah hati
Miris. Rumah tangga yang sesogyanya dibangun berdasarkan cinta yang menggelora, harus babak belur dan hancur. Musibah seolah datang bertubi-tubi tanpa mengenal kata cukup. Pandemi belum berakhir, kini rumah tangga yang sejatinya menjadi tempat aman dan nyaman, justru tak kalah menyeramkan dari virus mematikan.
Kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT menjadi isu yang menyuruak tajam di tengah terpaan kencang angin pandemi. Komnas Perempuan menerima ratusan kasus pengaduan tentang masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan. Dari pengaduan yang diterima tersebut paling banyak adalah kekerasan seksual. Siti Mazuma, Direktur LBH APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan) mengatakan perempuan dan anak membayar harga yang sangat mahal di masa pandemi Covid-19 (voa, 26/05/2020).
Demikian halnya yang terjadi di Bekasi. Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kota Bekasi meningkat selama masa pandemi. Salah satu pemicu adanya KDRT ini diduga lantaran masalah ekonomi. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bekasi, sampai Agustus, mencatat sebanyak 48 kasus KDRT, menjadi 109 kasus dengan catatan pihak kepolisian. Dari 48 kasus yang masuk hingga pertengahan tahun, 23 diantaranya kekerasan psikis (pojokbekasi, 04/09/2020).
Pandemi yang tak berkesudahan ini telah meluluhlantakkan kondisi perekonomian masyarakat, sehingga melahirkan masyarakat yang tidak sehat. Fakta KDRT ini menunjukkan adanya kekeliruan dalam hubungan berumahtangga. Rumah tangga yang rusak itu merupakan cerminan masyarakat dari sistem kehidupan yang ada pada saat ini.
Kini masyarakat berada dalam kubangan kehidupan kapitalisme, liberalisme dan sekularisme. Kondisi kehidupan sekuler membabat habis ketundukan manusia terhadap Tuhannya. Masyarakat hanya mencukupkan diri dengan ritual ibadah mahdhah saja. Sementara aturan-aturan Tuhan tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan yang terbuai romantisme picisan nan semu yang disuguhkan media, ditambah tidak adanya edukasi yang baik tentang berumah tangga, menjadikan kehidupan rumahtangga yang lemah. Ketika menghadapi riak yang selalu muncul dalam perjalanan berumahtangga menjadikan suami isteri cenderung tidak siap.
Kebebasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan pun sudah tak mengenal batas. Berakrab dan bermesra ria tanpa memperdulikan perasaan pasangan, menambah deretan pemicu KDRT, baik secara verbal maupun psikis.
Kondisi-kondisi seperti ini, akan terus terjadi dan terulang sekalipun ada aturan-aturan dan hukum positif bagi pelaku KDRT. Namun tak mampu mencegah terulangnya kembali tindak KDRT selama masih berada dalam sistem kehidupan yang rusak saat ini.
KDRT akan benar-benar tuntas apabila sistem Islam diterapkan secara menyeluruh. Karena dalam Islam setiap anggota keluarga mempunyai hak dan kewajiban sesuai kodratnya yang sudah ditetapkan dan akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT. Islam juga menuntut manusia untuk taat kepada aturannya, dan mempunyai sangsi tegas yang membuat jera bagi para pelaku tindak kejahatan, termasuk pelaku KDRT.
Islam akan menghapus tontonan atau hiburan yang memancing adanya kemudhorotan, dengan kata lain, Islam menyeleksi semua tanyangan/media yang tampil sehingga tontonan tersebut penuh manfaat untuk kebaikan umat. Pun Islam mengajarkan adab berkomunikasi antara pasangan maupun dengan anak-anak. Islam juga memiliki tuntunan bagaimana seorang suami membimbing istrinya jika bersalah.
Al Qur'an dengan gamblang dan jelas menerangkan syarat-syarat bagi suami hingga memperbolehkan untuk memukul istrinya. Salah satunya adalah surat an nisa ayat 34 yang menyatakan, “Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz , hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, pisahkanlah tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.”
Ayat ini menjelaskan urut-urutan seorang suami boleh memukul istrinya.
Istri yang nusyuz disini adalah istri yang melakukan hal-hal yang melanggar syariat, misalnya melalaikan kewajiban sebagai seorang istri, menodai mahligai rumah tangga dan berbuat jahat kepada suami dan anak-anak.
Apabila isteri terlihat melakukan nusyuz, maka hal pertama yang suami harus lakukan adalah menasihati dengan ma'ruf, artinya tidak diperbolehkan untuk mencaci maki atas dasar dorongan amarah semata. Disinilah suami dituntut untuk bersabar dan istri yang beriman biasanya akan menerima nasihat kemudian memperbaiki dirinya.
Hal yang kedua adalah pisah ranjang, langkah ini diambil apabila menasihati tidak cukup dilakukan. Biasanya seseorang butuh menyendiri untuk menata emosi, merenungi dan mengevaluasi tindakannya yang telah dilakukan.
Setelah tahapan-tahapan tadi tidak berhasil, makanya selanjutnya diperbolehkan untuk suami memukul istrinya yang melakukan nusyuz dengan ketentuan tidak boleh membabi buta, menyiksa dan mengakibatkan cedera karena tujuannya adalah sekadar memberi pelajaran dan bukan untuk menyakiti.
Islam mengajarkan dan menjaga keharmonisan, rahasia dan aib yang ada dalam rumah tangga. Menjadi sangat pelik, ketika setiap permasalahan rumah tangga selalu di umbar ke pengadilan ataupun ke publik. Islam mempunyai cara mengatasi permasalahan yang kemungkinan biasa terjadi dalam perjalanan rumah tangga siapapun.
Maka bagi siapa saja yang menginginkan kehidupan yang aman, damai dan tentram, Islam adalah solusinya.
Post a Comment