ISU BAHAYA RADIKALISME DIGENCARKAN DEMI MENGHALANGI KEBANGKITAN ISLAM


OLEH : JUSTIANI SIANNA
(Pemerhati Sosial dan Praktisi Kesehatan)

Isu radikalisme lagi-lagi menjadi buah bibir yang hangat saat ini. Setelah Menteri Agama  mengungkapkan  bahwa radikalisme  masuk masjid melalui anak “good looking”. Pernyataan kontroversi tersebut sontak mendapat tanggapan dan kritikan  dari berbagai berbagai pihak. 


Salah satu pihak yang memberikan tanggapan adalah Majelis Ulama Indonesia(MUI). Dikutip dari media detikNews. Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menarik ucapannya terkait paham radikal masuk melalui orang berpenampilan menarik atau good looking dan memiliki kemampuan agama yang baik. MUI menilai pernyataan Fachrul itu sangat menyakitkan.


"MUI minta agar Menag menarik semua tuduhannya yang tak mendasar karena itu sangat menyakitkan dan mencederai perasaan umat Islam yang sudah punya andil besar dalam memerdekakan negara ini dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata," kata Wakil Ketua MUI, Muhyiddin Junaidi, kepada wartawan, Jumat (4/9/2020).


Tidak sampai disitu saja Menag bahkan akan melakukan sertifikasi dai untuk semua agama yang ada di Indonesia. Dikutip dari CNN Indonesia Menteri Agama Fachrul Razi akan menerapkan program sertifikasi penceramah bagi semua agama mulai bulan ini. Ia menyatakan pada tahap awal bakal ada 8.200 orang akan mendapatkan sertifikasi penceramah.


"Kemenag bentuk program penceramah bersertifikat. Akan kami mulai bulan ini. Tahap awal kami cetak 8200 orang," kata Fachrul dalam webinar 'Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara' di kanal Youtube Kemenpan RB, Rabu (2/9).


Bukan kali ini saja Menag Fahrul Razi menyinggung tentang Radikalisme. Pada tahun lalu Menag mengatakan bahwa paham Radikalisme berkembang melalui Paud. Sebagaimana dikutip pada  REPUBLIKA.CO.ID (11/12/2019) Menteri Agama Fachrul Razi mengakui adanya paparan paham radikalisme di sektor pendidikan Paud. Untuk itu dia mengaku bakal mengeliminasi radikalisme di Indonesia, termasuk di Paud. 


Masih di tahun yang sama Menag menyoroti tentang penggunaan cadar (niqab) dan celana cingkrang di lingkungan ASN. Fahrul menegaskan, tidak ada tempat bagi golongan radikal yang ingin menghancurkan ideologi Indonesia.


Dari fakta tersebut diatas tentunya Menag memberikan  suatu pemahaman yang keliru tentang ajaran Islam. Mengapa tidak,  isu tentang radikalisme dianggap sesuatu yang paling berbahaya saat ini, sehingga untuk mengatasi masalah radikalisme, penguasa tak tanggung tanggung menunjuk sampai lima menteri pada Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024 diantaranya adalah Menteri Agama.


Dilansir dari media tirto.id (25/10/19). Bapak Jenderal Fachrul Razi sebagai Menteri Agama," kata Jokowi saat mengumumkan susunan menteri kabinet sembari duduk di tangga Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10/2019). Satu persatu, nama menteri yang dipanggil Jokowi berdiri. Nama lainnya adalah Tito Karnavian Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kummolo Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Mahfud MD Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Prabowo Subianto Menteri Pertahanan. Jika melihat kelima formasi menteri itu, terlihat sinyal pemerintah lima tahun ke depan berfokus pada persoalan melawan radikalisme di Indonesia.


Padahal ketika melihat kondisi di negeri sekarang, wabah pandemic yang kian hari kian mengganas, pasien terkonfirmasi positif (terinfeksi) terus meningkat, membludaknya pasien di rumah sakit rujukan, serta jumlah kematian yang terus bertambah, dokter dan nakes pun sudah banyak yang berguguran. Akibat dari situasi ini akhirnya Indonesia terlockdown oleh 59 negara. Sungguh menyedihkan. Kondisi ini menunjukkan bahwa situasi sudah dalam kondisi darurat, tidak dalam keadaan baik-baik saja. Ditambah lagi dengan angka kemiskinan yang semakin meningkat akibat phk massal bahkan ekonomi berada diambang jurang resesi. Bukankah masalah tersebut sudah genting dan harus mendapat perhatian khusus dari penguasa untuk mengambil langkah yang tepat dalam menyelesaikannya.


Dalam kasus good looking, pernyataan Menteri Agama yang kontroversi menuduh para hafidz Al-Qur’an, rajin ke mesjid dan fasih dalam berbahasa Arab adalah  agen radikalisme. Wajar saja ketika pernyataan tersebut menuai kritik dari berbagai pihak. Terlebih lagi Menag adalah seorang muslim. Tentu ini bisa mengundang tanya kenapa seorang muslim phobia terhadap ajaran agamanya sendiri.


Beberapa fakta berhubungan dengan radikalisme versi penguasa apakah  hanya ditujukan kepada umat Islam khususnya yang berbeda pandangan politik? Apakah penguasa menolak lupa bahwa umat Islam memiliki andil besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari tangan para penjajah? Apa standar dari radikalisme itu? Sehingga begitu mudahnya melabeli umat islam dengan radikalisme. Seolah radikalisme itu menjadi suatu ancaman dan bahaya bagi NKRI. Sementara maraknya korupsi dikalangan pejabat, LGBT merajalela, menjual asset Negara dan SDA pada asing dan aseng merupakan hal biasa. Bukankah perilaku tersebut justru yang akan merugikan sekaligus membahayakan kedaulatan NKRI.


Radikalisme juga ditujukan  kepada umat islam yang menjalankan syariat Islam secara kaffah (total). Tentu kebijakan Kemenag sangat tak berdasar dalam pencegahan radikalisme. Kemenag begitu nampak menyerang Islam dan memojokkan umat Islam yang taat pada syariat.  Hal ini pun menggambarkan bahwa agenda deradikalisasi hanya untuk menghalangi kebangkitan tegaknya Daulah Islam (Khilafah).


Begitupun dengan rencana Kemenag yang akan memberlakukan sertifikasi   bagi dai/penceramah. Hal ini akan berpotensi membatasi ruang  gerak dakwah dan dapat memicu stigma negative pada dai yang tak bersertifikat. Kebijakan ini pula memberikan peluang kepada penguasa untuk membungkam dai yang tak sejalan dengan program penguasa. Bukankah dakwah itu  sifatnya mengajak kepada jalan kebaikan sehingga menjadi  kewajiban buat setiap muslim? Baik laki-laki maupun perempuan yang telah baligh dan berakal. Karena dengan dakwah pulalah manusia bisa keluar dari kehidupan jahiliyah menuju cahaya terang Islam. 

Allah SWT berfirman dalam surah Asy-Syura ayat 15, artinya : Karena itu berdakwalah dan beristiqomalah sebagaimana diperintahkan kepada kamu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.

Rasulullah saw. bersabda artinya : Sampaikanlah dariku walau satu ayat (HR. al-Bukhari)


Oleh karena itu, seyogianya tugas dan kewajiban dakwah berlaku umum pada setiap muslim tanpa memandang status sosial, profesi, jabatan dan strata pendidikan. Aktivitas dakwah bukan hanya diperuntukkan bagi pihak yang mendapatkan label ulama atau ustadz/ah dari penguasa. Jadi sepatutnya pengemban dakwah tidak perlu sertifikat dari penguasa. Terlebih jika program dai bersertifikat justru dapat melemahkan esensi dakwah Islam dan menghalangi amar makruf nahi mungkar.


Setiap muslim pada hakikatnya adalah penyambung tugas Rasulullah saw dalam menyampaikan risalah dakwah. Dakwah yang disampaikan merupakan ciri dari kemuliaan baginda Rasulullah saw. Oleh karena itu, setiap muslim yang meneruskan aktivitas perjuangan dakwah akan memiliki kedudukan yang mulia. Apakah  kalian menginginkan kedudukan yang mulia itu? Jika ingin, maka berdakwalah! Sampaikanlah walaupun satu ayat!


Buruk rupa cermin dibelah
Ekonomi resesi, good looking disangka biangnya
Negeri tercinta segudang masalah
Daulah Islamiyah solusi satu-satunya
Wallahu’alam bishshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post