Islamophobia dan Upaya Barat Mematikan Islam


Oleh: Hamsina Halisi Alfatih

Islamophobia merupakan dampak ketakutan seseorang terhadap Islam. The Runnymede Trust lembaga pemikir kesetaraan ras independen terkemuka di Inggris mendefinisikan islamophobia sebagai bentuk rasa takut dan kebencian terhadap Islam dan umat Islam. Orang yang terjangkit Islamophobia biasanya memiliki persepsi bahwa Islam tidak memiliki norma yang sesuai dengan budaya lain, lebih rendah dari budaya Barat dsn lebih berupa ideologi politik yang bengis dari pada berupa suatu negara.

Islamophobia bahkan telah menjangkit hampir seluruh dunia, tak hanya di negara yang minoritas Islam bahkan sampai ke negara yang mayoritasnya muslim. Hal ini lagi dan lagi kembali berulang sebuah aksi  pembakaran Al Qur'an yang sistematis dilakukan oleh sekelompok massa didukung oleh politisi di Swedia. Dilansir dari Detiknews.com, (29/08/20) Swedia dilanda kerusuhan usai politikus asal Denmark, Rasmus Paludan dilarang menghadiri aksi pembakaran Al-Qur'an. 

Rasmus Paludan memang dikenal dengan sikap anti-Islamnya secara terbuka. Sebagian besar agenda partai berfokus pada membangun narasi anti-Islam dan terlibat dalam tindakan yang provokatif dan ofensif terhadap Islam dan Muslim. Partai tersebut menggunakan platform media sosial dan pertemuan publik untuk memajukan agenda mereka.

Belum usai pembakaran Al Qur'an di Swedia, kembali dunia dihebohkan dengan ketegangan memuncak di Ibu kota Norwegia, Oslo ketika seorang pengunjuk rasa anti-Islam merobek-robek halaman-halaman Alquran. (Viva.co.id,30/08/20)

Akibat tindakan rasis yang dilakukan oleh individu atau kelompok-kelompok yang phobia terhadap Islam tentu saja mengundang kecaman dari berbagai  kalangan di seluruh penjuru dunia, termaksud Menlu RI. Menlu Retno Marsudi dalam video konferensi yang diterima, Jumat (4/9/2020) mengatakan tindakan ini berpotensi menyebabkan perpecahan antar-umat beragama di dunia. Aksi pelecehan kitab suci ini juga dinilai bertentangan dengan nilai demokrasi.

Dikawasan Eropa, Islamophobia bukanlah sebuah fenomena baru meskipun sebagian besar negara Eropa menyangkal adanya Islamophobia, sentimen anti-Islam dan anti-Muslim, namun fakta tersebut menunjukkan bahwa rasisme dan kejahatan rasial terhadap Muslim telah tersebar luas dan mulai menjadi hal biasa di seluruh Eropa. Lembaga Penelitian Politik, Ekonomi, dan Sosial (SETA), salah satu think tank terkemuka di Turki, telah menerbitkan sebuah laporan tentang penyebaran Islamophobia di Eropa dalam tiga tahun terakhir. Laporan ini adalah hasil dari penelitian yang melibatkan 40 peneliti yang tinggal berbagai negara Eropa.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh SETA dengan jelas menunjukkan peningkatan dramatis gerakan Islamophobia di Eropa. Pada 2017, sekitar 546 serangan anti-Muslim terjadi di Spanyol. Kejahatan berlatar kebencian terhadap Muslim dan serangan terhadap masjid terjadi hampir dua kali lipat di London. Di Polandia saja 664 kejahatan rasial dilakukan dari Januari hingga Oktober 2017. Sebanyak 14 persen dari seluruh Muslim di Norwegia menjadi sasaran serangan verbal atau fisik, dan 25 persen dari semua Muslim yang tinggal di Malta dilecehkan. (Parstoday.com,28/0919)

Islamophobia memang saat ini tengah menjadi senjata mematikan bagi umat Islam. Apapun yang berasal dari Islam entah agamanya ataupun ajarannya dianggap sebagai ancaman. Sehingga hal ini memberi stigma buruk ketengah-tengah umat  bahwa Islam tak memandang adanya nilai-nilai kesetaraan ataupun toleransi.

Kondisi ini pun tengah berkecamuk terhadap negeri yang dianggap sebagai mayoritas umat Islam di dunia yang begitu kental ketakutannya terhadap Islam dan ajarannya. Hal ini bisa kita lihat bagaimana ketika ormas Islam yang hendak mendakwahkan ajaran Islam justru dianggap sebagai ancaman bangsa dan radikal.

Kecemasan dan tuduhan negatif akan Islam sebetulnya telah mulai sejak peristiwa bom Bali pada tahun 2002 silam. Sejak itu rentetan penangkapan tersangka yang semuanya berpenampilan muslim membuat masyarakat Indonesia mulai was-was dengan pria berjenggot lebat dan bergamis panjang. Pun dengan wanita bercadar dan berjubah hitam. 

Rentetan atas stigma negatif terhadap Islam tidak akan terbendung selama kita berpegang pada sistem demokrasi liberal. Frame islamophobia yang terjadi hingga diberbagai belahan dunia sejak runtuhnya Daulah Khilafah Turki Utsmani semakin membuktikan bahwa hal tersebut tak terlepas dari campur tangan negara kapitalis, kafir Barat. Frame yang dibangun dengan menyudutkan Islam dan umat Islam merupakan cara mudah untuk menghancurkan keduanya. Sebab dengan membangun stigma buruk dan menyebarkan doktrin jahat terhadap Islam, Barat merasa mampu menguasai kehidupan kaum Muslim.

Inilah yang seharusnya disadari oleh seluruh kaum muslim bahwasanya stigma negatif yang dibangun oleh Barat terhadap Islam melalui framing Islamophobia hanyalah bentuk perebutan kekuasaan atas wilayah-wilayah kaum Muslim. Hal ini pula yang seharusnya menjadi cambuk agar kaum muslim melawan stigma tersebut dengan meninggalkan sistem demokrasi-liberal serta senantiasa tetap menggencarkan Islam serta ajarannya. Karena dengan melakukan perlawan terhadap Barat melalui metode dakwah maka hal ini akan mampu membawa Islam dalam kemenangan.

Maka dengan demikian, apa yang menjadi ketakutan terhadap Islam yang saat ini dibangun oleh barat bukanlah hal yang harus di takuti dan dihindari. Tetapi, hal tersebut haruslah dilawan dengan perang pemikiran yang logis dan ideologis. Dengan begitu kemenangan terhadap Islam akan mampu diraih dan Islam akan mencapai pucuk kekuasaan seperti sebelum runtuhnya Daulah Khilafah Islamiyyah.

Wallahu A'lam Bishshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post