(aktivis dakwah kampus)
Pelecehan terhadap Islam kembali terjadi. Baru baru ini kita di pertontonkan dengan aksi rasis masyarakat Norwegia yang membakar dan meludahi Alquran. Tentu aksi ini sangat melukai kaum muslim di belahan dunia, bagaimana tidak disaat pergerakan dan kebangkitan Islam mulai terlihat nyata, imperialis barat terus menggencarkan aksinya dengan menyusupkan paham Islamofobia untuk meredam kebangkitan Islam.
Peristiwa ini justru membuka mata kita. Bahwa HAM hanyalah kedok Barat yang dipakai untuk menggebuk kaum muslim, hak beragama yang merupakan asas dari HAM seolah tak berlaku bagi umat muslim yang menjadi minoritas diwilayahnya. Inilah wajah asli dari sistem Sekuler yang menjadi tonggak peradaban Barat, alih alih melahirkan keadilan, nyatanya sistem ini terbukti gagal mewujudkan rasa aman maupun adil dalam beragama.
Tentunya hal ini berbanding terbalik ketika Islam berkuasa, dimana selama 13 abad lamanya Islam menjadi tonggak kokoh peradaban Islam yang menjamin keamanan ummat, baik Muslim maupun non muslim. Islam juga memberi keadilan bagi ummat tanpa memandang ras, suku maupun agama semua mendapat kedudukan yang sama ketika Islam memimpin dunia, seperti yang terkandung dalam Al-Quran,
"Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. (TQS. al-Anbiya : 107)
Hal yang sama selama Daulah Islam berdiri, penerapan syariat menjadi role model kehidupan bagi non muslim menerapkan hukum hukum Allah. Bahkan ketika pada masa khusunya Khilafah Turki Utsmani yang kala itu konstantinopel berhasil di taklukan oleh sang khalifah Muhammad Al Fatih, warga kristen yang saat itu memenuhi gereja Hagia Sophia diberikan jaminan kemananan serta di jaga keselamatannya. Selain itu Sultan Al Fatih juga memberikan kebebasan tanpa ada Deskriminasi, kekerasan, maupun paksaan kepada mereka untuk masuk ke dalam agama Islam karena hal itu tidak di izinkan oleh Allah, seperti apa yang disabda kan Rasulullah :
“Barangsiapa membunuh seorang mu’ahid (kafir yang mendapatkan jaminan keamanan) tanpa alasan yang haq, maka ia tidak akan mencium wangi surga, bahkan dari jarak empat puluh tahun perjalanan sekali pun”. (HR. Ahmad).
Semua non muslim saat itu diberlakukan sama sebagai warga negara, baik Muslim atau non Muslim. Hanya saja ketentuan menerapkan Jizyah yang diterapkan oleh syariat wajib diberlakukan untuk non muslim sebagai tanda bahwa tunduk dalam naungan pemerintahan Sultan Alfatih saat itu.
Bahkan sebagai wujud toleransi Islam kepada umat agama lain Sultan Muhammad Al Fatih mengangkat Paderi Kristen Ortodoks, yaitu Gennadius Scholarius. Untuk mengurus keperluan agama Kristen dan Sultan juga tidak melarang penduduk Kristen untuk menjalankan ibadah di tempat-tempat peribadahan mereka.
Toleransi yang dilakukan oleh Sultan Al Fatih telah mengubah pandangan penduduk Kristen Konstantinopel. Awalnya mereka mengira bahwa Sultan adalah sebagai pemimpin yang kejam dan akan melakukan penjarahan bahkan pembunuhan setelah berhasil menaklukkan kota. Tetapi pandangan itu terpatahkan oleh kejadian yang mereka alami.
Keadilan islam dirasakan di seluruh warga Konstantinopel, baik itu dari Muslim maupun non Muslim. Toleransi ini yang membuat banyak warga Kristen Konstantinopel berpindah agama menjadi Islam. Tentu ini membuat muslim semakin rindu penerapan syariah secara kaffah, yang dengannya toleransi hakiki akan benar-benar terwujud.
Wallahua'lam.
Post a Comment