INKONSISTEN KEBIJAKAN PEMERINTAH POTENSI MUNCULNYA THE SECOND WAVE PANDEMI COVID – 19


Oleh :   Nyimas Yulia Susanti


Kata yang tepat untuk menggambarkan keruwetan kebijakan pemerintah ditengah Pamdemi Covid-19 adalah Inkonsistensi dan ini merupakan hal yang melekat pada rezim demokrasi Pernyataan yang berubah-ubah dan implementasinya yang jauh panggang dari api, seolah menyatu dengan buruknya kinerja. Deretan inkonsistensi kebijakan perintah dalam merespon pandemi covid-19 menjadi sorotan (KOMPAS.Com). Inkonsistensi kebijakan pemerintah ini menciptakan kontroversi yang sangat mencuat di masyarakat karena sebelumnya, pemerintah menghentikan operasi transportasi umum dari dan ke zona merah covid-19 seperti Jabodetabek. Tapi kenyataan terbaru pemerintah mengizinkan sarana transportasi umum kembali beroperasi walaupun diklaim hanya akan mengangkut penumpang dengan kriteria tertentu mulai kamis(7/5/2020). Contoh ini bukan pertama kali pemerintah terkesan inkonsisten, hal ini dapat kita lihat contoh lain seperti beda aturan antara kementerian, soal boleh atau tidak nya ojek online mengangkut penumpang saat PSBB, kemudian perbedaan antara pemerintah pusat –daerah  terkait dampak covid-19 bukan hanya masalah dana bansos saja, kebijakan lockdown, juga kebijakan anggaran menunjukkan tidak satunya pemerintah pusat dan daerah, bukti kebijakan bansos itu tidak beres. Belum lagi kebijakan mudik membingungkan publik, misalnya muncul laraangan mudik tapi pulang kampung boleh, melarang penerbangan domestik, tapi penerbangan internasional boleh, melarang kedatangan orang ,tapi mendatangkan TKA walaupun akhirnya kedatangan 500.000 TKA dibatalkan, tapi yang muncul kepermukaan adalan inkonsiten peraturan dan kebijakan. Mengapa semua ini bisa terjadi?
Hampir semua protap dalam menangani covid-19 adalah protap yang inkonsisten (Kompas.Com,Rabu 6/5/2020). Pemerintah merumuskan kebijakan selama Pandemi covid -19 tidak berdasarkan kebutuhan riil masyarakat. Problemnya adalah soal pendataan lapangan Akurasi kondisi lapangan itu dalam bahasa kebijakan, tidak diperoleh oleh pemerintah. Disamping itu, berbagai kebijakan yang ditelurkan juga kerapkali mengalami kesulitan penerapan di lapangan, karena lemahnya koordinasi dan sinkronisasi antar instansi. Masalah utamanya adalah tidak konsistensinya  kebijakan satu sama lain, sehingga mengggambarkan buruknya koordinasi. Kebijakan seperti ini dalam analisis kebijakan publik namanya kebijakan yang tidak berbasis  pada pengenalan masalah secara benar dan perumusan kebijakan publik secara benar. Serangkaian inkonsistensi yang di tangkap publik dari kebijakan pemerintah selama menangani pandemi covid-19 justru dinilai  berpeluang menjadi senjata makan tuan bagi pemerintah. Pada tatanan paling ekstrem, rangkaian inkonsistensi kebijakan akan menimbulkan ketidak percayaan sosial (Sosial Distrust)
Jika pemerintah tidak cermat dalam membuat kebijakan maka gelombang kedua virus corona dapat muncul kembali, ini warning bagi pemerintah yang inkonsistensi terhadap kebijakan dalam menangani pandemi covid -19.
Sebagian besar pakar memperingatkan gelombang kedua, misalnya  bukan pertanyaan apakah akan terjadi, tapi kapan akan terjadi. Inilah yang membuat semakin bingung masyarakat, satu sisi ada pelarangan namun ternyata ada pelonggaran, contohnya larangan mudik, kebijakan seperti inilah yang bertolak belakang tidak konsisten. Menurut Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Herman Saputra, Kebijakan pemerintah yang tidak konsukuen, misalnya kebijakan PSBB hanya diberlakukan dibeberapa daerah, namun dibuat juga kebijakan baru seperti pelonggaran aturan bepergian yang tak ketat dan parsial sehingga perdaerah dinilai dapat menyebabkan munculnya gelombang kedua atau second wave virus corona di Indonesia (cnnindonesia.com).
Dengan adanya sejumlah kebijakan yang selalu plin-plan terlihat tidak serius menangani wabah, tentu akan memacu jumlah korban pandemi bertambah banyak dan meningkat tajam. Situasi ini tentu dirasakan sangat ironi dan memprihatinkan. Kritikan maupun protes datang dari berbagai kalangan baik politisi, pengamat aktivis akademis dan praktisi. Mereka memprotes keras kebijakan rezim yang terkesan abai terhadap tanggungjawab dalam urusan menjaga nyawa rakyat.
Apalagi bagi kalangan tenaga kesehatan (nakes)  yang selama ini selalu ada di garda terdepan dalam mempertahankan nyawa demi kesembuhan pasien corona yang terus bertambah setiap harinya. Wajar jika para nakes mempertanyakan sikap para elit, dan layak mereka marah jika resiko penularan sengaja makin diperbesar. Tampak sekali para elit pemegang kekuasaan kian tak peduli  dan kehilangan rasa empati dan lepas tangan dari kewajiban mengurus rakyat terutama yang terdampak wabah.
Bagaimana wabah pandemi corona ini akan berakhir, sementara kebijakan terus berubah tanpa ada kepastian  dan keseriusan pemerintah. Memang tidak bisa dipungkiri dampak pandemi ini sudah sangat menjadikan perekonomian dunia bahkan indonesia sendiri anjlok. Roda ekonomi sudah nyaris  lumpuh dan saatnya harus kembali menurut pemerintah. Namun sangat disayangkan strategi jalan keluarnya seakan trial and error, dengan membiarkan rakyat kembali beraktivitas di luar sementara wabah masih melanda. Demi alasan ekonomi , rakyat dibiarkan bebas tertular. Maka adanya pandangan bahwa rezim hari ini sesungguhnya sedang berdiri di sisi kepentingan para pemilik modal global. Pandangan tersebut cukup beralasan, terlihat dengan membuka kembali aktivitas perekonomian yang sedang coba kembali diputar hakekatnya adalah roda ekonomi kapitalis global. Akibat penerapan sistem kapitalia sekuler di negeri ini, para elit hanya mementingkan kepentingan para kapitalis daripada rakyat. Sistem ekonomi negeri dikelola dengan sistem kapitalis neoliberal hingga kekayaan alam milik rakyatpun hampir seluruhnya dikuasai korporasi lokal dan global. Bahkan hajat hidup orang banyakpun habis dibisniskan oleh para pemangku kebijakan. Dapat dibayangkan dengan membuka ekonomi yang baru atau memutar roda ekonomi di tengah wabah berarti berkonsekuensi mendorong masyarakat untuk masuk ke tengah kancah yang sangat beresiko, membiarkan rakyat keluar menentang virus, sehingga rakyat yang dalam posisi lemah menjadi pihak yang kalah. Inilah peradaban kapitalis dengan penerapan konsep yang beresiko mengancam keselamatan rakyat. Inilah wajah asli kapitalis dimana baik buruk, terpuji tercela ditentukan oleh kepentingan pemiik modal. Lalu di mana klaim negara  negara hadir ?. Selama ini rakyat menjadi pihak yang dikorbankan. Bahkan di tengah krisis inipun para kapitalis tetap berusaha meraup sebesar-besarnya keuntungan. Segala kebijakan yang dibuat para elit hanya untuk kepentingan kapitalis, sedang rakyat dibiarkan tanpa pengurusan. Apakah sistem ini terus dipertahankan?, sementara segala macam fakta terpampang nyata tentang kerusakan sistem kapitalis menjadi bukti untuk segera berbenah dan beralih pada sistem kehidupan yang membawa berkah untuk keberkahan dunia dan akhirat . Sistem Islam yang pernah dicontohkan oleh Rasul Saw dan para khalifah setelah kepemimpinan beliau.
Dalam Islam, urusan nyawa rakyat menjadi hal yang diutamakan. Bahkan keberadaan syariat  dan negara dalam Islam yakni khilafah, yang mana salah satu goal setting nya untuk penjagaan nyawa manusia dan penjamin kesejahteraan hidup mereka. Negara  benar-benar bertanggungjawab dalam mengatasi wabah pandemi hingga tuntas.  Pemimpin yang terdepan dalam mengurus rakyatnya. Sebab peradaban Islam tegak di atas keshalihan pemimpin, paradigma bahwa amanah kekuasaan tidak hanya berdimensi dunia, tapi juga berdimensi akhirat. Maka dapat dipastikan negara dan penguasanya akan sungguh-sungguh menunaikan kewajibannya, menjadi pengurus umat sekaligus  menjadi penjaganya. Sebagai mana Rasulullah saw. Bersbda, “Tidak seorang hamba yang diserahi amanah untuk memimpin segolongan rakyat, lalu ia tidak memelihara rakyatnya itu dengan menuntun dan memimpin mereka kepada kemaslahatan dunia dan akhirat, melainkan ia tidak akan  mencium bau surga.” ( HR al-Bukhari dan Muslim).  Dengan penerapan sistem Islam, tidak ada ada lagi kebijakan-kebijakan inkonsistensi yang membuat rakyat menjadi bingung dan sengsara, melainkan akan membawa rakyat menjadi makmur dan sejahtera, yang membawa pada peradaban emas mercusuar  dunia dengan kegemilangannya kembali pada sistem aturan yang Allah wajibkan, yaitu dengan penerapan syariat Islam secara kaffah.

Wallahu a’lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post