Ibu Tersulut Emosi, Nyawa Anak Dieksekusi


Oleh : Dian Puspita Sari
Aktivis Muslimah Ngawi, Member Akademi Menulis Kreatif 

Belajar "daring/online" atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) akibat pandemi Covid-19 sudah banyak memakan korban jiwa.

Salah satunya korban yang dialami oleh seorang siswa SD di Kota Tangerang, Banten tewas di tangan ibu kandungnya sendiri. Pemicunya sungguh mencengangkan. Sang ibu kesal lantaran anaknya sulit menerima pelajaran saat belajar online.

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengaku prihatin terhadap kejadian tersebut. Menurut dia, kasus itu menunjukkan bahwa metode pembelajaran jarak jauh banyak memberikan dampak negatif dan membutuhkan penanganan yang lebih serius dari pemangku kepentingan (stakeholder) terkait.
“Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Dinas Pendidikan (Disdik) di seluruh Indonesia harus benar-benar memantau pelaksanaan PJJ(,) karena banyaknya kendala yang bisa memberikan tekanan psikis terhadap siswa, orangtua siswa, maupun para guru," kata Syaiful dalam keterangan tulis, Rabu (16/9/2020).
"Kasus pembunuhan anak oleh seorang ibu yang kesal akibat anak kesulitan mengikuti PJJ harus menjadi peringatan keras bagi kita semua,” sambungnya. (liputan6.com, 17/9/2020)

Tak bisa kita pungkiri, bahwa model pembelajaran jarak jauh di negeri ini terkendala banyak hal. Baik dari sisi rendahnya literasi digital di sebagian besar ekosistem pendidikan nasional, keterbatasan kuota data, belum solidnya metode PJJ, maupun tidak meratanya sinyal internet di Indonesia. 
Berbagai kendala ini menciptakan tekanan psikologis lumayan besar bagi para siswa, guru, dan orangtua siswa. 

Hal ini diperparah dengan kondisi sosial-ekonomi yang kian berat akibat dampak pandemi Covid-19. Banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), pemotongan gaji, hingga tak ada peluang usaha yang dialami sebagian orangtua siswa juga membuat beban hidup kian berat.
Wajar jika berbagai tekanan tersebut  menciptakan ledakan emosional bagi orangtua. Pemicunya pun hal-hal yang tampak sepele, misalnya anak yang tidak cepat mengerti saat melakukan pembelajaran jarak jauh. Seperti yang terjadi dalam kasus siswa tewas di tangan ibunya di provinsi Banten. 

Sedari awal virus corona menyerang dunia lalu  masuk ke negeri ini, ironisnya pemangku kebijakan  terkesan meremehkan pandemi corona. Hingga angka Covid-19 tembus angka 200.000 korban jiwa pun masih diabaikannya. Di sisi lain, rakyat sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah banyak yang terserang virus Corona, mereka juga dihadapkan dengan masalah  kemiskinan, PHK masal dan ongkos hidup tinggi. Sedangkan kondisi jiwa dalam hal ini iman tiap warga negara itu berbeda-beda. Bagi yang imannya lemah, mereka takkan siap menghadapi cobaan berat hidup ini. Pelampiasannya bisa berujung depresi, dan putus asa dengan bunuh diri, atau menempuh jalan pintas. Dengan melakukan aktivitas kriminal seperti mencuri, merampok disertai membunuh. 
Termasuk apa yang dialami si ibu di Banten. Kondisi hidupnya yang dirasakannya berat bikin si ibu gelap mata. Emosi membuncah saat anaknya sulit menerima pelajaran saat belajar online. Hingga berujung pada nyawa anak yang melayang. 
Jika sudah begini, salah siapa? 

Si ibu sudah pasti bersalah. Namun di balik kesalahan ibu, ada problem lebih besar. Tewasnya anak SD di tangan ibunya sendiri adalah konsekuensi penerapan sekularisme di negeri ini. Sekularisme bukan tabiat hidup umat Islam. Sekularisme terbukti menjauhkan umat Islam dari ajarannya, juga manusia dari Rabb dan agama. Padahal tabiat makhluk itu butuh diatur oleh aturan Sang Khaliq. Yakni aturan Islam. Ketika umat meninggalkan risalah Allah, wajar jika mereka semakin tersesat. Tak punya pedoman dan petunjuk hidup. Padahal pedoman dan petunjuk hidup itu sudah sekian lama diwariskan Nabi Muhammad saw.

 تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

“Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, kamu tidak akan tersesat selamanya selama kamu berpegang dengan kedua-duanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur'an) dan Sunahku." (HR. Al-Hakim)

Semua problem di atas, seperti rendahnya literasi digital di sebagian besar ekosistem pendidikan nasional, keterbatasan kuota data, belum solidnya metode PJJ, tidak meratanya sinyal internet di Indonesia hingga pandemi COVID-19, pemotongan gaji dan pemutusan hubungan kerja (PHK) akan teratasi secara tuntas oleh aturan Islam secara kafah. 

Pendidikan adalah Hak Anak

James Esdras Faust, seorang pemuka agama, pengacara, dan politikus kelahiran Amerika pernah berujar "The influence of a mother in the lives of her children is beyond calculation."

Bahkan dalam Islam, juga dikenal sebuah pepatah Arab "Al-ummu madrasatul ula, iza a'dadtaha a'dadta sya'ban thayyibal a'raq",  yang artinya kurang lebih "Ibu adalah sekolah utama, bila engkau mempersiapkannya, engkau telah mempersiapkan generasi terbaik."

Peran ibu sebagai sekolah utama takkan tergantikan oleh siapapun, bahkan oleh sekolah sekalipun. Sehingga, seorang ibu yang salehah takkan mudah tersulut emosi, apalagi sampai tega membunuh anaknya sendiri, --hanya karena anaknya tak cepat menyerap pelajaran yang ia pelajari.  

Selain dari orangtua, hak anak untuk mendapatkan akses pendidikan juga diperolehnya di sekolah. Maka kebutuhannya akan pendidikan di sekolah harus dipenuhi oleh orangtua. Dalam hal ini ayahnya, yang berperan sebagai kepala rumah tangga, wajib menafkahinya. 
Jika sang ayah kurang mampu mencukupi, kewajiban bergeser kepada kerabat terdekat orangtua. 
Jika mereka masih belum mampu juga, kewajiban ini diambil alih oleh negara. Dalam hal ini khilafah. 

Khilafah akan : 
 - Memudahkan keluarga kurang mampu hingga mereka mampu untuk menyekolahkan anaknya kembali. 
 - Memfasilitasi sekolah-sekolah dengan fasilitas pendidikan yang memadai. Baik di masa normal maupun abnormal seperti masa pandemi wabah. 
 - Membuka akses lapangan kerja yang luas, agar memudahkan warga negaranya untuk menafkahi keluarganya. Termasuk menyekolahkan putra-putrinya. 
 - Meningkatkan literasi digital di semua ekosistem pendidikan nasional, menciptakan kurikulum pendidikan yang berbasis iman yang kuat, mengadakan kuota data surplus, meluaskan sinyal internet di penjuru negeri, dari ibu kota hingga pelosok desa, termasuk mempersiapkan langkah-langkah antisipatif dalam menghadapi kondisi abnormal seperti pandemi wabah. 

Sistem kepemimpinan Islam dalam naungan khilafah yang akan melahirkan sosok pemimpin (khalifah) yang amanah, jujur dan adil.
Khalifah takkan membiarkan rakyatnya tertimpa musibah apa pun dan melaluinya sendirian. Kecuali ia pun ikut merasakannya. Lalu segera menuntaskan masalah yang dihadapi mereka, dari cabang hingga ke akar-akarnya. 

Wallahu a'lam bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post