HUTANG SEBAGAI KEBANGGAAN NEGARA


By : Dwi

“Yang berhutang terjerat di kaki, yang menjamin terjerat di leher”. Maksudnya adalah orang yang menjamin hutang orang lain sering kali harus membayar hutang penghutang karena penghutang yang tidak mampu membayar atau melarikan diri.

Kira-kira itulah peribahasa yang cocok digunakan untuk rezim sekarang. Mengingat banyaknya hutang yang sudah melilit negeri yang sumber daya alamnya melimpah ruah ini. Namun, tak mampu untuk berdiri sendiri diatas pijakan yang kuat. Defisit terus diperbesar. Akibatnya, pembayaran bunga-bunga utang, yang jelas-jelas merupakan riba yang dosanya sangat besar, terus membengkak. Di saat yang sama, subsidi untuk rakyat banyak justru terus dikurangi. Bak air bah yang mencoba terus mendorong lubang kecil agar menghasilkan derasnya air. Seperti itulah hutang yang sekarang dialami negeri ini, berbagai tekanan dan tekanan terus menghantui pikrian orang yang berhutang yang berimbas kepada rakyat yang berpenghasilan rendah dipaksa untuk melunasinya.

Namun, hutang negara masih dianggap wajar dan tidak melanggar UU sebab jumlahnya yang masih jauh dari garis merah. Seperti penyataan Menkeu berikut: "Kita lihat Jepang negara yang sering dikunjungi untuk tamasya itu, rasio utangnya 250% dari produk domestik bruto (PDB) mereka. Lalu Filipina saat ini rasio utangnya mencapai 33%, Argentina 52% dan Brasil 72%," ujar Sri Mulyani di Universitas Indonesia, Depok, Rabu (14/11/2018). 

"Di AS itu 100%, kalau dilihat dari nominal ya pasti mereka lebih gede lagi. Indonesia sudah di 28% dan sekarang mendekati 30%. Melanggar undang-undang enggak? Tidak, karena di UU maksimum 60%. Dan ada yang bilang kok ibu enggak tambah utang supaya sampai 60%? Enggak usah lah kan enggak perlu," cerita Sri Mulyani. (https://ekbis.sindonews.com/read/1354533/33/sri-mulyani-sebut-utang-indonesia-masih-rendah-dibanding-jepang-1542177014) 

RAPBN 2018 tersebut juga mencerminkan bahwa rezim saat ini yang semakin liberal terbukti membuat kesejahteraan penduduk semakin turun. Penduduk miskin tidak mengalami penurunan signifikan, sementara utang semakin menggunung. Bisa dikatakan kebijakan pemerintah dalam menggunakan anggaran semakin tidak efektif dalam menyejahterakan rakyat. Bahkan pada Maret lalu penduduk miskin naik hampir 7 ribu orang.

Akhirnya untuk membiayai negara maka negara mengandalkan pajak dan utang. Dan ironisnya pajak terbesar disumbang oleh rakyat kecil dan menengah. “Tidak peduli pengusaha kecil dan menengah ini untung atau rugi, semua dibebani pajak satu persen dari peredaran bruto, sementara para kapitalis yang sudah bertahun-tahun tidak bayar pajak diampuni dengan hanya membayar 3-5 persen saja,” keluhnya. untuk menghentikan kesenjangan ini, tidak ada cara lain kecuali kembali kepada syariah Islam dalam mengelola ekonomi.

Alhasil, dengan sistem kapitalisme liberal saat ini, rezim ini dapat dikatakan gagal dalam mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Tawaran solusi untuk memajukan negara ini dengan mengganti sistem kapitalisme liberal saat ini, yang nyata-nyata rusak, dengan sistem Islam yang merupakan wahyu Allah SWT, pencipta manusia dan alam semesta, semestinya didukung. (https://mediaumat.news/peneliti-core-indonesia-rezim-secara-sengaja-tenggelamkan-negara-dalam-kubangan-utang/)

Post a Comment

Previous Post Next Post