Evaluasi PJJ Antara Hak Pendidikan dan Resiko Kesehatan

Oleh: Novriyani, M.Pd. 
(Praktisi Pendidikan)

Penyebaran virus covid-19 yang tidak kunjung selesai, membuat semua institusi merasakan akibatnya. Begitu halnya dalam dunia pendidikan. Semua siswa didik dari semua tingkat, mulai dari tingkat dasar sampai bangku kuliah harus mereformat mekanisme belajar. Semula berlangsung secara tatap muka, sistem belajar berubah menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) via daring. 

Perubahan ini wajib diterapkan sebagai upaya untuk mengurangi risiko penularan virus Corona.
Namun, hal ini menjadi masalah bagi siswa maupun guru dalam memberikan dan menerima pembelajaran via daring. Kurangnya interaksi dari PJJ ini, membuat siswa jadi sulit memahami apa yang diajarkan guru. 

Bahkan, penerapan sistem belajar online diiringi dengan hadirnya keraguan mengenai masalah efektivitas dalam pencapaian tujuan dari pembelajaran.
Dengan diterapkannya New Normal untuk daerah yang dianggap aman atau zona hijau, kemendikbud membolehkan untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Pembelajaran tatap muka dibolehkan bagi daerah yang dikategorikan zona hijau bahkan zona kuning. 

Namun, hal ini mengakibatkan banyaknya bermunculan kluster baru dalam penyebaran virus corona di setiap sekolah. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah (Dirjen Paudasmen), Kemendikbud, Jumeri, mengungkapkan bahwa Pemerintah menyadari bahwa pembukaan layanan tatap muka berpotensi menyebabkan terjadinya cluster-cluster baru (MediaIndonesia.com 14/8/2020).

Tahapan pembelajaran tatap muka satuan pendidikan di zona hijau dan zona kuning dalam SKB Empat Menteri yang disesuaikan tersebut dilakukan secara bersamaan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan pertimbangan risiko kesehatan yang tidak berbeda untuk kelompok umur pada dua jenjang tersebut. Sementara itu untuk PAUD dapat memulai pembelajaran tatap muka paling cepat dua bulan setelah jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Disisi lain, kurang efektifnya pembelajaran jarak jauh (PJJ) membuat orang tua juga menginginkan anaknya untuk dapat belajar tatap muka kembali. Namun, kekhawatiran terhadap virus yang belum juga usai kerap menjadi kebingungan orang tua dan sekolah dalam melakukan kegiatan pembelajaran tatap muka. 

Mengingat hingga saat ini jumlah kasus corona masih meningkat meskipun di daerah yang dianggap aman, namun tetap saja akan menambah cluster baru dalam penyebaran virus corona.

Ketika pendidikan di negeri ini berlandaskan kapitalisme sekuler, maka pendidikan yang dijalankan orientasinya keuntungan, negara cendrung abai terhadap proses KBM yang dijalankan. Tambal sulam kebijakan menjadi hal yang biasa, akibatnya anak didik yang dikorbankan.

Dalam kondisi apapun pendidikan tetap harus dijalankan, maka kehadiran negara sangat dibutuhkan agar proses KBM di masa pandemi seperti saat ini tetap berjalan dengan out put yang berkualitas.

Jika dari awal munculnya wabah atau kasus virus, seharusya pemerintah dengan tegas dan cepat mengambil keputusan untuk melakukan lockdown di semua daerah. 

Seperti yang pernah dilakukan pada zaman Rasulullah, ketika terjadi suatu wabah di daerah tersebut, maka dengan cepat mengambil tindakan untuk melakukan lockdown dan isolasi. Dengan demikian, wabah tersebut tidak akan menyebar lebih banyak ke daerah lain. Begitupun yang sakit, setiap yang terkena wabah akan dilakukan karantina dan isolasi hingga sehat. Sehingga tidak dapat menularkan ke orang lain yang sehat. 

Dengan begitu, masyarakat yang sehat dapat melakukan aktifitas seperti biasa dan salah satunya pendidikan, dapat melakukan kegiatan pendidikan seperti biasanya tanpa dikhawatirkan dengan virus yang akan menyebar lagi.
Wallahualam.
Previous Post Next Post