Eksploitasi Perempuan Berkedok Kesenjangan Upah


By : Dian
 (Aktivis Muslimah)

Hingga saat ini perempuan tidak beranjak dari keterpurukan yang dialaminya. Eksploitasi tenaga kerja kaum perempuan demi berputarnya industri menyebabkan nasib kaum perempuan semakin dalam penderitaan. Sebab mendapatkan kesetaraan yang berbeda dengan kaum laki-laki dalam diberbagai hal, termasuk perolehan upah kerja.

Dilansir, Kumpara.com - Data global yang dirilis oleh UN Women menunjukkan bahwa perempuan masih dibayar lebih rendah dibadingkan laki-laki dengan perkiraan kesenjangan upah sebesar 16 persen. Sedangkan di Indonesia data menunjukkan perempuan memperoleh pendapatan 23 persen lebih rendah dibanding laki-laki.

Sedangkan perempuan yang memiliki anak angka selisih gajinya jauh lebih besar dengan laki-laki. Perbedaan upah ini berdampak buruk bagi kaum perempuan terutama pada masa-masa sulit di tengah pandemi covid-19 saat ini. Selain itu kebanyakan perempuan masih banyak berada di pekerjaan informal tanpa memiliki asuransi kesehatan dan perlindungan sosial.   

Pertama kalinya Indonesia bersama dengan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) turut berpartisipasi dalam merayakan Hari Kesetaraan Upah Internasional yang jatuh pada tanggal 18 September. Perayaan tersebut sebagai bentuk komitmen dari PBB untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan menentang segala diskriminasi. Termasuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak. (https://kumparan,com/kumparanwoman/perayaan-hari-kesetaraan-upah-perempuan-indonesia-digaji-23-persen-lebih-rendah-1uEhtSWo9OE)

Mengenai kesetaraan upah ini, diharapkan mampu menanggulangi permasalahan perempuan. Dilansir, Bisnis.com - Menteri Ketenaga Kerjaan Republik Indonesia, Ida Fauziah menegaskan bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 100 tentang kesetaraan upah pada 1958, lebih dari 60 tahun lalu. 

Pentingnya kesetaraan upah bagi pekerja laki-laki- dan perempuan untuk pekerjaan bernilai sama tidak mengalami perubahan. Ia juga menyatakan dengan mempertimbangkan kesenjangan gender di pasar kerja saat ini, kementrian bersama dengan semua mitra sosial dan organisasi internasional terus mendorong aksi bersama menentang diskriminasi berbasis gender di tempat kerja.

Adapun, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menegaskan, Apindo menghormati konsep kesetaraan upah dalam Konvensi ILO No. 100, mendorong penerapan kebijakan upah yang netral gender sejalan dengan peningkatan produktivitas di tempat kerja, ungkapnya.  

Selain itu, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly R Silaban dan Yorrys Raweyai, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), menekankan peran dan konstribusi penting dari pekerja perempuan di tempat kerja dan perlunya upaya bersama dari serikat pekerja.(https://entepreneur.bisnis.com/read/20200921/52/1294380/perempuan-terimah-upah-lebih-rendah-dibandingkan-laki-laki)   

Inilah basa basi kaum khas sistem sekuler dalam mengatasi masalah  perempuan. Faktanya kesenjangan upah sampai saat ini hanya diselesaikan dengan seremoni peringatan Hari Kesetaraan Upah. Alih-alih untuk  membebaskan problem perempuan namun justru menjauhkan perempuan dari kesejahteraan.

Nasib buruk perempuan dalam sistem sekuler akan selalu terjadi. Perempuan senantiasa akan berada dalam eksploitasi ekonomi. Dan pada akhirnya semakin menjauhkan fitrah perempuan sebagai manusia yang selayaknya dimuliakan. Dalam sistem ini perempuan harus bersaing dengan laki-laki demi eksistensi dirinya. Akhirnya perjuangan kesetaraan hanya membuahkan kehidupan yang merendahkan dan menghinakan bagi kaum perempuan itu sendiri.

Kesetaraan gender membawa perempuan ke jurang kesengsaraan. Pasalnya perempuan ditempatkan pada posisi rendah. Perempuan dipandang sebagai individual yang harus berjuang atas dirinya. Seperti perempuan miskin, perempuan buta huruf, perempuan teraniaya, perempuan tereksploitasi, perempuan terpinggirkan dan lain-lain.

Perempuan diartikan sebagai sektor dominasi kiprah di sektor publik dengan mengeksploitasi semua potensinya demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Sehingga anak yang menjadi pihak yang paling terabaikan karena tugas ibu hanya sebagai pilihan, bukan tugas penting dan mulia. Maka generasi akan kehilangan kaum ibu dalam makna yaitu kasih sayang yang optimal, pengasuhan, penyesuan dan pendidikan diusia dini.

Inilah sistem kapitalisme dalam memandang kaum perempuan sebagai sarana yang dapat dieksploitasi demi kepentingan ekonomi. Negara juga lepas tangan untuk mensejahterakan kaum perempuan. Sistem ini sangat jauh berbeda dengan sistem Islam.

Dalam sistem ekonomi Islam melarang keras aktivitas ekonomi yang mendzolimi orang lain atau upah yang tak selayaknya, selain itu kaum perempuan dalam Islam dijaga dan dihormati. Rasulullah SAW telah mengangkat derajat perempuan dalam kehinaan dan kesewenangan menuju derajat kemuliaan dan juga menyadarkan pandangan kaum laki-laki bahwa tak ada perbedaan derajat manusia dihadapan Allah SWT kecuali ketakwaannya.

Melalui sistem Khilafah perempuan tidak pernah dihinakan dan tidak pernah dieksploitasi. Karena Islam telah mengajarkan agar pemerintah benar-benar menjaga perempuan dari eksploitasi. Islam menghendaki kaum perempuan yang lebih mengutamakan tugas utamanya sebagai seorang ibu dan pengatur rumah.

Apabila tugas utama itu sudah ditunaikan, maka tidak ada larangan kaum perempuan berkecimpung dalam dunia publik. Adapun untuk pemenuhan kebutuhan pokok setiap perempuan dalam Islam juga ditempuh dengan banyak strategi. 

Pertama; Islam mewajibkan laki-laki agar bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. “ Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf”. (QS. Al-Baqarah :233)

Kedua; Jika individu tetap tidak mampu menanggung diri, istri dan anak perempuannya maka beban tersebut dialihkan kepada ahli warisnya. Ditegaskan oleh Allah SWT dalam kalam-Nya; Ahli waris pun berkewajiban demikian. (QS. Al-Baqarah: 233)

Ketiga; Jika ahli waris tidak ada atau ada tetapi tidak mampu memberi nafkah, maka beban itu beralih kepada negara melalui lembaga baitul mal. Nabi SAW bersabda; “ Aku lebih utama dibandingkan dengan orang-orang beriman daripada diri mereka. Siapa yang meninggalkan harta maka harta itu bagi keluarganya. Siapa saja yang meninggalkan hutang atau tanggungan keluarga maka datanglah kepadaku dan menjadi kewajibanku”. (HR. Ibnu Hibban).

Selain itu negara Khalifah memaksimalkan pengumpulan zakat , infak dan sedekah hingga bisa diberikan kepada orng-orang miskin yang membutuhkan baik laki-laki maupun perempuan. Kebutuhan poko umat yaitu pendidikan, kesehatan, keamanan dipenuhi secara langsung dan gratis.

Dengan demikian hanya sistem Khilafah yang mampu memberikan kesejahteraan bagi kaum perempuan maupun laki-laki untuk menjamin kebutuhan hidup mereka, bukan kesetaraan upah yang hanya iming-imingan belaka.
Wallahu Alam Bish-Shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post