DRAMA ISLAMOPHOBIA

Oleh  : Irohima

Lagi, kembali berulang tindakan kekerasan, pelecehan dan penghinaan agama Islam yang bahkan dengan terang terangan mendapat dukungan dari politisi. Belum hilang dari ingatan kita peristiwa tahun lalu, seorang anti Islam dari Partai sayap kanan Denmark  Stram Kurs (garis keras) Rasmus Paludan yang membakar kitab suci Alquran di depan publik, kini kejadian serupa berulang di kota Malmo, Swedia. Sekitar 300 an orang melakukan aksi pembakaran Alquran dimana Rasmus Paludan memang diundang untuk menjadi pembicara dalam aksi tersebut. Meski kemudian Paludan ditangkap di dekat kota Malmo karena Paludan terkena sanksi tidak boleh memasuki Swedia selama 2 tahun namun tak menghentikan aksi para demonstran. 

Tak hanya Swedia, tindakan anarkis terkait penistaan kitab suci umat Islam juga terjadi di Oslo, Norwegia. Ketegangan makin memuncak saat seorang wanita merobek robek Alquran dan kemudian meludahinya hingga aparat keamanan menembakkan gas air mata guna melerai kerusuhan yang tercipta antara kelompok anti Islam dan yang pro. 

Pembakaran kitab suci Al-Quran dan penistaan terhadap Islam di Swedia maupun Norwegia yang baru baru terjadi menambah daftar panjang rangkaian diskriminasi dan fitnah terhadap Islam. Berbagai gerakan atau aksi apapun yang menyudutkan Islam dan  anti Islam sejatinya adalah Islamophobia yang merupakan isu lama yang terus menerus digulirkan kafir demi mengcounter opini Islam yang positif. Islam digambarkan oleh orang orang yang anti Islam sebagai agama yang radikal, keras, intoleran serta kejam meski faktanya berbanding terbalik. 

Islamophobia merupakan sinonim dari anti Islam atau ketidaksukaan terhadap Islam. Menurut bahasa Islamophobia bearti ketakutan yang berlebihan yang menimbulkan prasangka dan diskriminasi terhadap Islam. Islamophobia sering dihubungkan dengan ketakutan yang tidak wajar akan simbol simbol dan ajaran agama seperti kerudung yang dianggap anti feministik dan anti liberal. Juga tentang janggut yang diidentifikasikan dengan radikal, poligami yang dituduh tindakan diskriminasi terhadap perempuan hingga ajaran Khilafah yang digambarkan sebagai bentuk negara yang otoriter. Istilah Islamopobhia telah lama ada sejak tahun 1980 namun menjadi lebih populer sejak peristiwa 11 September 2001.

Islamophobia adalah penyakit sistematis masyarakat barat yang sekuler. Sistematis disini bermakna sengaja diciptakan barat demi menjegal kebangkitan Islam dan sebagai wujud kebencian mereka akan Islam. Isu Islamofobia makin merebak dan digencarkan ditengah masyarakat global khususnya barat dengan berbagai bentuk aksi, kekerasan, intimidasi dan hal lain intinya  menyudutkan kaum Muslim. 

Islamophobia akan terus digulirkan bak bola salju, pembakaran Al-Quran di Malmo dan pelecehan Al-Quran di Oslo Norwegia akan terus berulang di tempat dan waktu berbeda. Meski ini dianggap melanggar hukum namun kemunculan berbagai aksi yang sama menunjukkan kegagalan sistemik untuk menjaga kebebasan beragama dan menjamin keadilan. Dukungan para politisi yang menganggap insiden ini merupakan bagian dari kebebasan berpendapat juga menunjukkan bahwa sistem mereka tak layak menjadi tolok ukur dan juga menunjukkan betapa bobroknya sistem sekuler yang mereka puja. Kebebasan berpendapat dan berkeyakinan hanya menjadi omong kosong belaka. 

Islamophobia sebenarnya telah ada sejak zaman Rasulullah Saw. Sejak awal dakwah dilakukan, berbagai tindakan kekerasan, pelecehan, intimidasi dan persekusi dilakukan oleh kaum kafir quraisy untuk menghentikan laju penyebaran dakwah Islam di Makkah. Mereka melancarkan berbagai propaganda, fitnah, bahkan ancaman pembunuhan bagi siapa saja yang berniat mengikuti Rasulullah Saw. Sebut saja Billal bin Rabah, salah seorang sahabat yang disiksa, dijemur ditengah terik matahari dengan dada ditindih batu besar dan dipaksa untuk meninggalkan Islam, Bilal disiksa di ruang publik untuk memberi tahu masyarakat akibat meninggalkan tradisi, dengan maksud membuat masyarakat Makkah takut. Belum lagi isu yang mereka lemparkan tentang Rasulullah Saw yang seorang penyihir dan gila, semua dimaksudkan untuk membuat umat takut untuk mengenal Islam dan makin menjauhi Islam. Kondisinya sama seperti saat ini, dimana Islam selalu diframing negatif, dicap teroris, radikal dan intoleran. Padahal realitanya justru saat ini umat Islam lah yang jadi korban. Semua berawal dari kebencian terhadap agama ini. Seluruh upaya dilakukan untuk memadamkan cahaya agama Islam, tapi mereka lupa bahwa tak kan ada yang bisa menahan berpijarnya cahaya Islam untuk masuk dalam relung relung kehidupan, sebagaimana kita tak bisa mencegah matahari terbit. 

Salah satu upaya mereka menghentikan Islam adalah dengan membenturkan Islam dengan tradisi, budaya dan pluralisme yang ada, padahal pluralisme atau keberagaman adalah suatu keniscayaan yang berasal dari sang Pencipta. Islam sangat memahami pluralisme karena itu sebuah hal yang tak dapat dipungkiri. Keberagaman sesungguhnya telah ada sejak zaman Rasulullah Saw. Dalam negara Islam yang dipimpin Baginda Nabi, masyarakat yang menjadi warga negara tak hanya masyarakat muslim saja, namun juga terdapat Yahudi, Nasrani, dan Majusi. Suku Suku dan berbagai ras, warna kulit, bahasa banyak bertebaran. Namun sejarah telah mencatat dengan gemilang bahwa sejak zaman Rasulullah Saw hingga kekhalifahan terakhir di Utsmani, keberagaman dan perbedaan yang ada telah mampu disatukan dan diikat dengan ikatan kokoh dalam satu pemikiran, perasaan dan peraturan atau sistem yang sama yaitu Islam dalam bingkai Khilafah. 

Sejarah telah mencatat kehidupan harmonis masyarakat dalam naungan khilafah. Islam telah mengajarkan bagaimana menyikapi pluralisme masyarakat dengan bijak, menghargai kebebasan berkeyakinan dan ibadah serta melindungi dan menjaga seluruh warga negara muslim ataupun non muslim, serta sikap toleransi yang diajarkan Baginda Rasulullah Saw.

Salah satu bukti yang tentu kita ingat akan peristiwa saat Khalifah Umar menaklukkan kota Yerusalem, dimana beliau membuat perjanjian dengan Pendeta Sofranius yang dikenal dengan perjanjian Ihdat Umariyah, Khalifah Umar memberi jaminan kebebasan bagi penduduk Yerusalem untuk berkeyakinan dan beribadah juga memberi ijin mereka tetap memasang salib salib di gereja. 

Akan sangat panjang jika akan menuliskan bukti bukti lain tentang bagaimana khilafah mengatasi keberagaman, khilafah tidak pernah melakukan penyeragaman terhadap keragaman yang ada ditengah umat seperti yang dituduhkan barat, isu khilafah yang akan melakukan penyeragaman terhadap budaya, agama dan keyakinan sesungguhnya adalah propaganda untuk mencegah formalisasi syariah dalam koridor negara. Negara dalam khilafah dihuni oleh muslim dan umat lain yang dijaga, dilindungi dan diatur berdasarkan aturan Islam terlebih mengenai perkara akidah dan ibadah. Isu khilafah akan menjadi ancaman bagi umat lain jika kelak berdiri adalah fitnah yang keji dan tak memahami Islam dengan benar. Khilafah tidak mengancam keberagaman dan memaksakan penyeragaman tapi khilafah akan mengikat keragaman dengan satu pemikiran, perasaan dan sistem yang sama hingga terbentuk persatuan yang kokoh tanpa ada pihak yang terdiskriminasi. 

Telah jelas bahwa hanya khilafah yang mampu menjadi solusi atas semua persoalan yang terjadi. Keadilan yang hakiki hanya akan terwujud jika khilafah berdiri, kita tak hanya butuh kecaman dan kutukan akan penistaan Al-Quran, kita juga tak hanya butuh undang undang tentang kebebasan berkeyakinan, tapi kita juga butuh perlindungan dan hukum yang nyata bagi penista hingga tak akan berulang lagi pelecehan Al-Quran yang mulia. Dan semua bisa terlaksana hanya dengan berdirinya khilafah, karena hanya khilafah yang bisa mewujudkan itu semua. 

Wallahu alam bis shawab
Previous Post Next Post